⠀⠀25. Cakap Membisu

406 50 15
                                    

"Jun, aku pulang aja

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Jun, aku pulang aja."

Lelaki itu bermuka masam. "Justru aku lagi jagain kamu, Yera. Kamu gak boleh di rumah sendirian lagi. Gak inget yah kamu sama kelakuan Uga di restoran?"

"Mau terulang lagi?" Tanyanya seakan mengancam.

Yera menggeleng kepala pelan. Ia mundurkan badan dan bersandar di kursi samping pengemudi mobil itu.

"Gak."

"Makanya, mulai sekarang kamu harus aku jagain. Kamu juga gak perlu ngapa-ngapain di kantor, Yer. Duduk aja di ruanganku. Nanti siang baru aku minta Dion anterin kamu pulang, biar kamu urus Tamara dan Natya yang pulang sekolah."

Yera mengakui kesalahannya.

Mendatangi Uga dengan hati yang sedang bimbang adalah sebuah kesalahan besar. Belum lagi perbuatan wanita itu, Yera tak tahu harus merespon bagaimana jika Rea dan Juna tidak mendatanginya di restoran.

Setiap ucapan yang wanita itu keluarkan dari mulutnya, mengandung terlalu banyak pesan tersirat. Pesan-pesan yang tak diketahui Yera dan sungguh, ia dibuat tertarik untuk mengetahuinya.

Kenapa Uga berucap demikian di restoran?

Apa maksudnya?

Apa yang sebenarnya dia rencanakan?

Yera bingung sekaligus kesal juga.

Tapi dia lemah untuk berhadapan lagi sosok itu. Uga punya tampang dan semua kelebihan yang tidak ada sama sekali di diri Yera. Apabila dia melawan--seperti di restoran, kemarin--tentu dia akan ada dalam bahaya. Perbuatan di restoran itu sudah cukup membawanya ke dalam Lorong niscaya.

Lorong kepahitan yang tak bisa dia masuki lagi. Berurusan dengan Uga ternyata sekompleks ini. Apakah Sekar Yeratna akan bertahan?

"Yer, turun."

Wanita itu kembali hadir dalam dunia nyata. Berkecamuk bersama pikiran memang terasa sangat sulit. Semua masalah yang terjadi akan susah untuk diselesaikan olehnya sendiri.

"Terima kasih," respon Yera pelan.

Ia turun dari mobil, sedang Juna memarkirkan kendaraan itu dengan baik di parkiran. Mereka pun berjalan bersama memasuki perusahaan.

Hitam dari ujung rambut hingga ujung kaki, menjadi pilihan warna bagi Yera pagi itu. Tak apa jika nanti merasa panas, toh dia merasa lebih baik jika menggunakan warna netral tersebut.

Sampai di lift, berdua pun bercengkrama--dengan Juna sebagai pembuka percakapan.

"Yer, inget kata-kata aku di rumah, kan?"

"Lawan rasa takut kamu. Masalah lalu sepantasnya dilupakan, bukan untuk dikenang."

Juna kembali berbalik ke depan. "Kamu, jangan takut."

The Last Person ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang