𔐬 15

3.4K 691 175
                                    

Langkah kaki berdengung keras dilorong kecil sebuah sekolah dasar. Kotori kecil tengah berjalan di bimbing ibu guru berbaju merah muda. Sesekali terlihat senyum di wajah Kotori tatkala genggaman mengerat. Hangat, dibenaknya kerap kali bertanya apakah tangan ibu kandungnya sehangat tangan ibu gurunya ini?

"Dimana ayahnya Kotori-chan?"

Suara lembut ibu guru terdengar manis. Wajah yang dipoles tipis perona dengan bibir merah delima. Kotori menyukai ibu gurunya ini melebihi Tsubame.

"Otou-san seharusnya menunggu diluar, sensei."

Wanita itu tersenyum, anakan tipis rambutnya bergoyang searah dengan tiupan angin. "Begitu ya," wanita itu menatap lurus ke depan sembari menyapa murid-muridnya yang lain.

Guru kesayangan semua murid, memang pantas disematkan pada wanita beranak satu itu.

"Sensei, bagaimana kabar Raka?"

Pertanyaan Kotori membuat ibu guru tersenyum senang. "Raka baik, dia kangen bermain denganmu Kotori-chan."

Kotori ikut tersenyum senang, "aku akan berkunjung lagi kalau ada waktu, soalnya otou-san mengajakku keluar negeri minggu depan."

Ibu guru tertawa pelan, "tentu, Raka dan aku menunggumu."

Suara klakson mobil terdengar tak cukup jauh dari tempat Kotori dan ibu guru menunggu. Seorang wanita keluar, itu Tsubame. Tsubame terlihat berkacak pinggang dan menatap Kotori sembari memberi isyarat masuk kedalam mobil.

Kotori terdiam sejenak, tidak biasanya Tsubame menjemputnya dari sekolah. Kotori menatap ibu guru sejenak dan kembali tersenyum, "sepertinya otou-san tidak jadi menjemputku, sensei. Tsubame okaa-san yang datang kesini rupanya."

Ibu guru terdiam sejenak menatap wajah Tsubame dari jauh. Meski tidak begitu jelas, jujur saja ibu guru merasa sedikit takut dengan wajah Tsubame menatapnya dan Kotori.

"Kotori-chan, kau yakin?" tanya ibu guru.

Kotori mengangguk dan melepas genggaman tangan mereka. "Tidak apa-apa, aku pulang dulu Kanna-sensei!"

Kotori melambaikan tangan seiring berjalan menuju arah mobil. Ibu guru sedikit sangsi, tangannya tergerak menggapai ponsel dan bergulir menghubungi satu-satunya nomor wali Kotori, Gojou Satoru.

Ibu guru menatap kepergian keduanya. Telinga ibu guru seketika menegak, mendengar suara berat khas diseberang sana.

"Moshi-moshi, Gojou Satoru desu. Ada perlu sesuatu, Yazuki Kanna-sensei?"

Ibu guru sejenak diam, "itu... Maaf mengganggu waktu anda tuan Gojou. Apa anda tidak menjemput Kotori-chan sekarang?"

"Maaf? Aku sudah mengirim seorang supir kesana, apa ada masalah?"

"Tidak itu.. Saya hanya ingin memastikan kalau istri anda juga anda kirim untuk menjemput Kotori-chan." ucap ibu guru ragu.

"Hm? Tsubame menjemput Kotori? Tidak biasanya. Tak masalah sensei, terimakasih sudah mengabari."

"Iya, tak masalah. Ini sudah menjadi formalitas sekolah untuk memastikan murid ditangan yang benar." ujar ibu guru. "Sekali lagi maaf sudah menganggu, Gojou-san."

Telepon dimatikan. Sekali lagi ibu guru menatap kearah jalan tempat mobil yang membawa Kotori pergi.

"Semoga tidak terjadi sesuatu."

.
.
.

Gojou mengusap wajahnya pelan. Tampak dari arah pintu masuk, temannya masuk membawa beberapa dokumen bersampul biru.

"Kau kenapa, Gojou-san?"

Gojou mendesah pelan menyenderkan punggungnya ke kursi. "Aku lelah."

Nanami, pria berambut pirang itu menaikkan kacamatanya, "kali ini kenapa lagi?"

Gojou menatap Nanami sejenak, "lupakan, kapan kau akan memberiku tips supaya bisa langgeng dengan istrimu? Sekarang kau bahkan sudah punya sepasang anak kembar dan akan punya anak lagi."

Nanami meletakkan dokumen keatas meja. Sebelah tangannya masuk saku, "makanya setia."

Kening Gojou berkerut, "aku sudah mencoba setia."

"Buktinya? Kau sekarang dengan istri pertamamu terus-menerus bertengkar." jelas Nanami. "Kau juga sudah bercerai dengan istri keduamu kan setelah mendapatkan anakmu."

Gojou memangku kepalanya diatas meja dengan sebelah tangan, "masalahnya Tsubame terlalu pencemburu. Hanya karena Kotori mirip dengan perempuan itu, Tsubame sampai mudah marah dan terus-terusan berfoya-foya diluar sana. Maksudku, bukannya aku pelit karena ini memang bukan pertama kalinya dia berbelanja sebanyak itu dalam satu waktu."

Nanami duduk diatas sofa, mendengarkan keluhan senpai satu sekolahnya dulu itu bercerita mengenai rumah tangganya yang rusak sejak pernikahan kedua Gojou.

"Kenapa tidak coba bicarakan baik-baik pada Tsubame-san?" tanya Nanami.

"Aku sudah mencoba berbicara baik-baik pada Tsubame, tapi dia selalu mengungkit-ungkit (y/n)." Gojou menghela nafas lelah.

"Apa kau sudah menghubungi (y/n)-san untuk membiarkan Kotori pada (y/n) beberapa waktu dulu, setidaknya sampai Tsubame-san sudah tidak lagi seperti saat sekarang?"

Gojou menggeleng, "aku bahkan tidak bisa menemukannya disudut Jepang manapun Nanamin, (y/n) seperti menghilang begitu saja setelah melahirkan. Dia bahkan tidak membawa semua lukisannya."

Nanami menggelengkan pelan kepalanya karena ikut pusing dengan masalah rumah tangga Gojou.

"Maaf, tapi aku tidak tahu bagaimana lagi memberi pendapat--"

"Tuan!"

Teriakan seseorang dari luar membuat ucapan Nanami terhenti. Nanami dan Gojou menatap pendatang bingung.

"Ada apa? Kenapa tergesa-gesa begitu?" tanya Gojou.

"Nyonya dan Nona muda kecelakaan."

.
.
.

.
.
.

.
.
.

.
.
.

T
B
C

.
.
.

.
.
.

San: ini yg pembaca mau kan? :v bagusnya dibunuh dua"nya apa gimana? :3

.
.
.

.
.
.

See you next chapter! Jangan lupa traktir San di:

https://trakteer.id/San_21_Arts-cqgn7

:3 setiap 1 Teh es sangat berharga sebagai salah satu yg bokek dimasa pandemik ini :''v

Sekalian bisa request disitu mau buku yg mana duluan di up ψ(`∇´)ψ ntar dipilih paling banyak up setelah Cease tamat :3

Btw, makasih yg udah ngetraktir, karena namanya anonim semua jadi san say thank you disini (●´∀`●)

.
.
.

.
.
.

9 Desember 2021

☑ 𔘓 Cease (G.Satoru x Readers)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang