ix. skatepark

110 25 2
                                    

Aku, Reki, dan Langa berjalan bersisian menuju gerbang sekolah. Kelas terakhir telah usai, dan kami berniat ke taman skateboard yang tak jauh dari sini, untuk mengajar Langa menguasai trik dasar dengan papan barunya.

"Omong-omong, bagaimana hasil tes Bahasa Inggris kalian tadi?" tanya Reki lesu.

"Bagus ... kurasa," jawab Langa, membuatku dan Reki menatapnya tak habis pikir.

"Kau orang Kanada! Pasti nilaimu bagus," komentar Reki dengan tangis palsu. "Kau juga, Misaki!" Ia beralih menyalahkanku.

Dasar, anak ini.

"Aku sudah hampir lima kali menawarkan bantuan, dan kau selalu menolak," balasku membela diri.

"Tetap saj--"

"Nee-chan!"

Semua orang menoleh, terutama mereka yang merasa terpanggil, termasuk aku.

"Miya?" Aku menatapnya heran. Adikku itu melambai dengan senyum lebar, manis meski penuh sandiwara.

Bibirku melengkung membentuk senyum tipis. Beralih menghadap dua temanku, aku berujar, "Kalian ke sana saja dulu. Aku nanti menyusul." Kemudian melesat menghampiri Miya yang menunggu di depan gerbang.

Kuakui, meski tak begitu suka melihatnya bertingkah ramah dan ceria. Aku tetap senang. Mungkin terdengar aneh, tapi jika anak itu berencana memanfaatkanku, sepertinya aku tidak keberatan.

- - -

"Tidak mau," jawabku cepat.

"Ayolah! Kau temannya," balas Miya bersikeras.

"Ya. Maka dari itu, aku berusaha menjauhkannya dari kematian untuk yang kedua kalinya." balasku sengit.

Miya bersidekap dan menatapku kesal selama hampir dua menit. Membuatku berakhir menghela napas, kembali mengalah. "Jelaskan, apa yang sebenarnya kau inginkan lewat beef dengan Langa ini?"

Miya tersenyum miring, "Tak ada."

Aku tak kuasa menahan tawa mendengar jawabannya. "Kau kira aku akan percaya? Dasar, bodoh." Aku menarik turun topi sekolahnya.

Miya mencebik tak suka, "Aku serius. Anak itu ...." Aku melotot tajam begitu mendengarnya menggunakan kata ganti itu untuk Langa.

"Rookie ... Nii-san, terserahlah," ralatnya cepat. Aku masih memperhatikannya, kalau-kalau kata semacam itu kembali terdengar.

"Aku hanya ingin tahu kemampuannya bisa sejauh apa. Selain kau, hanya dia yang sepertinya bisa membuatku mendengar suara level up."

Aku terdiam, menatapnya cukup lama, sebelum menyahut, "Aku ... tetap, tidak."

Miya mendecih malas, "Terserahlah, biar aku sendiri yang mengajaknya," ketusnya sembari mempercepat langkah.

Sekarang, aku malah ragu. Alasanku tidak mengizinkannya, tentunya, sama seperti jawabanku tadi. Langa harus menjauh dari segala marabahaya yang ditawarkan trek S, setidaknya sampai dia bisa menguasai teknik ollie.

Sedangkan alasan yang kedua, karena aku tahu betapa menyebalkannya Miya ketika sedang berambisi mendengarkan suara level up itu. Lalu, yang ketiga, permintaan Miya kali ini terasa janggal.

Maksudku, mengingat sifatnya yang selalu memandang orang lain sebagai slime, dengan dirinya sebagai hero--bahkan dia enggan mengakui aku sebagai seorang heroine, dan malah menjadi ogre. Sekarang, tiba-tiba ingin melakukan beef dengan mereka.

game over ; sk8 the infinityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang