xvi. morons

87 21 13
                                    

Aku sontak menariknya menghadapku. "Apa yang kau bicarakan?!" tanyaku dengan alis tertaut.

Suara tawa Adam terdengar. "Kau menjadi hampa lagi, ya, Miya," sahutnya. "Skate, teman, bahkan Emma-mu sendiri tak akan bertahan selama itu."

Miya menatapnya geram dengan tangan bergetar. "Nee-chan tidak selemah itu!"

Aku tertegun. "Miya ...."

"Nee-chan, akuㅡ"

Aku menggeleng tegas. "Kau tidak perlu melakukannya. Kau tahu itu, kan?" tanyaku dengan senyum tipis.

Awalnya, ia hendak kumarahi, tetapi dengan kalimatnya yang membelaku sebelumnya, siapa yang bisa?

"Tapiㅡ"

"Tarik ucapanmu!" Reki tiba-tiba berseru.

Adam yang sebelumnya sibuk dengan Langa pun mengalihkan perhatiannya. Ia menyeringai lebar, "Bagaimana jika aku menolaknya?"

"Aku akan memaksamu melakukannya ...." Reki melontarkan papan Miya dengan kakinya. "Dengan ini!"

Suasana berubah riuh di detik berikutnya.

Telingaku berdengung. Seluruh keadaan sekitar mulai terasa samar, karena pikiranku sibuk mengais skenario terburuk yang ada dan sanggup kuciptakan.

Seperti apa rasanya jatuh dari atas papannya sendiri, berguling menjauh dari impiannya, dan harus bisa menerima segala kenyataan yang ada setelahnya.

Reki mungkin tak akan lagi bisa menyentuh dunia ini ....

"Hadiah taruhannya adalah Langa."

Aku terkesiap. "Heiㅡuhuk, uhuk!" Lantas berakhir tersedak dan batuk-batuk sendiri.

Bagaimana tidak?

Tiga laki-laki itu tahu-tahu sudah berdiri di hadapanku. Memisah jarak antara aku dan Adam di seberang sana.

Pria bersurai biru itu tersenyum miring, "Jika, aku menang ... kau akan bermain skate denganku di lain waktu. Bagaimana?"

Aku memukul dadaku pelan, berusaha memulihkan suara sebelum ....

"Baiklah," ujar Langa tanpa beban.

"Oi! Langa!" Reki menatapnya panik.

Sensasi yang sebelumnya telah pudar, kini kembali datang. Perutku mulai berpesta ria, membuatku terpaksa mengatupkan mulutku rapat-rapat untuk menahan muntah.

"Kita sepakat."

Cukup, sudah! Aku harus segera pergi!

"M-Misaki!"

- - -

Tanganku bergerak cekatan merapihkan meja. Memasukan buku-buku dan alat tulisku ke dalam tas, tanpa terlalu memedulikan laser tatapan dua manusia di belakangku itu.

"Hei, bukankah kita harus berbaikan dengannya?"

"Dia masih mengabaikan kita," balas Langa setengah berbisik.

"Ini sudah berapa hari? Rasanya lama sekali. Aku ingin cepat kembali seperti dulu," balas Reki selagi menghela napas pelan.

Aku berdiri dan mengaitkan tasku ke bahu, lantas menghadap mereka dan ikut menarik napas dalam. "Berhenti bersikap berlebihan, aku hanya mengabaikan eksistensi kalian selama 36 jam."

"Misaki!" pekik Reki dengan ekspresi luar biasa terharu.

Aku mencebik malas lalu mengambil langkah ke luar kelas. "Ayo, kita tidak memiliki waktu sebanyak itu. Beef-nya besok malam, kan?"

game over ; sk8 the infinityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang