xviii. italian restaurant

84 21 3
                                    

Aku mematahkan sumpit kayu tersebut, kemudian menyuapkan berbutir-butir nasi ke dalam mulutku.

"Ne, ne, Misaki-chan." Fuji Akira menatapku selagi menopang dagu. "Kapan kau akan berbaikan dengan mereka?" tanyanya selagi menoleh ke arah Langa dan Reki yang duduk di seberang ruangan.

Aktivitasku tidak berhenti, bahkan fokusku masih terpaku pada kotak bento. "Ingatkan aku dulu, memangnya sudah berapa lama?" Aku balas menatapnya, sedikit malas membahas soal ini.

"Hampir empat hari," jawabnya sembari menunjukkan keempat jarinya.

Aku menghela napas pelan, kemudian menggigit salah satu telur gulungku. "Mereka bahkan tidak makan di atap dan terus menemanimu di kelas ...."

"Uhuk, uhuk!"

"Lihat? Kau berusaha terlalu keras mengabaikan mereka," komentarnya seraya menyodorkan botol minumku.

Terburu-buru, aku meraihnya dan meneguk isinya hingga tersisa setengah. Aku berdeham memperbaiki suaraku, "Tidak juga, tuh."

Akira sontak berdecak dengan kerlingan jail, "Ya, ya, ya, terserah apa katamu. Tapi, berbaikanlah secepatnya."

"Kenapa?" tanyaku dengan alis terangkat heran.

"Oh, ayolah!" Akira bersidekap malas, semakin membuatku tidak mengerti. "Mereka jelas menyukaimuㅡ"

"Hmph?!"

"Makan, makan, makan." Aku menyuapinya lagi dengan selembar rumput laut. "Tidak usah ikut campur," berangku dengan wajah sedikit memanas.

- - -

Aku memperhatikan Kojiro yang sedang sibuk mengeluarkan kue-kue itu dari cetakan.

"Aku sudah mencoba mengerti soal situasi kali ini," curhatku lagi. "Reki yang kalah dari Adam, lalu Langa yang harus menerima tantangannya sebagai bentuk konsekuensi taruhan ...."

"Namun, si cecunguk gila itu berakhir menjadikanmu taruhan selanjutnya," lanjut Kojiro dengan tangan yang sibuk mengaduk krim putih gading dalam mangkuk besi itu.

Menghela napas, aku mengangguk membenarkan.

Kojiro kali ini menatapku prihatin. "Meski begitu, kau tahu ini bukan sepenuhnya salah mereka, kan?" tanyanya sambil mengacungkan sendok.

Aku mencebik dan dengan berat hati mengakui, "Aku mungkinㅡralat, memang, terlalu terbawa suasana di Crazy Rock saat itu dan berakhir menarik perhatiannya lagi."

Aku menggigit bibir bawahku, "Tapi, tetap saja ...."

Aku tidak tahu harus menyalahkan siapa lagi kali ini.

Langa dan Reki? Mereka sama terjebaknya dengan aku dalam situasi rumit ini. Belum lagi, akulah yang membiarkan mereka terlibat sejauh ini dengan komunitas S. Kalaupun ingin menyumpahi Adam, memangnya ia cukup waras untuk merasa bersalah? Agh, malah aku yakin ia saat ini sedang bersenandung riang!

"Hei, hei, hei." Kaoru menepuk puncak kepalaku lembut. "Kau bukan lagi Misaki yang dulu, tahu? Kau jauh-jauh kembali ke sini, tentu, bukan untuk menangis lagi, kan?"

Aku mengusap mataku pelan dan mengulas senyum tipis, "Seharusnya begitu," tuturku.

Kojiro membalasnya dengan senyum lebar, "Selamanya akan begitu." Ia berbalik, kembali fokus menata kue kecil itu. "Jika kau menangis lagi, aku tidak akan memberikanmu hidangan penutup lagi."

Tertawa kecil, aku lantas menyuarakan protesku, "Hei! Itu tidak adil!"

Kojiro ikut tertawa, tapi tetap fokus berkutat dengan eksperimennya, memberikan sentuhan terakhir berupa buah beri, daun min, dan bunga kecil.

game over ; sk8 the infinityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang