Heeseung dan Sunghoon sedang berada di sebuah kedai mie, memesan dua porsi mie dan segelas es teh manis. Rintik hujan dan angin dingin yang berhembus di luar, berpadu sempurna dengan mie panas yang asapnya masih menguar.
Mereka berakhir di sini karena Heeseung mengajak untuk mencari makan, dan sebagai manusia berakal, Sunghoon tak mungkin menolak makanan gratis dengan harga cukup mahal karena kedai ini amat terkenal.
"Menurut lo, maksud omongan Jay tadi apa?" Heeseung membuka topik baru usai membicarakan perihal negara maju; topik acak namun menarik untuk dibicarakan, semua hal bisa dijadikan percakapan apabila dua orang teman dipertemukan.
"Tentang Jungwon satu-satunya orang yang ngasih dia semangat disaat dia ngerasa jadi penjahat?"
Heeseung mengangguk pelan disela suapan, mengiyakan perkataan Sunghoon.
"Mungkin Jay pernah buat salah, dan Jungwon satu-satunya orang yang ngebelain dia?" terka Sunghoon, nampak tak yakin namun kemudian kembali menyantap mie.
"Salah yang kayak gimana sampe Jay bisa ngerasa dirinya jahat?"
"Nggak tau." Sunghoon terdiam sejenak untuk menelan mie. "Mungkin dia pernah ngelakuin sesuatu yang salah, karena nggak suka sama seseorang."
Satu alis Heeseung terangkat. "Kenapa lo mikir gitu?"
Sunghoon tak membalas, memilih meneguk segelas teh hangat yang masih mengeluarkan uap panas. Heeseung sedikit kesal karena diabaikan, namun tetap menunggu karena yakin jika Sunghoon akan memberi jawaban.
"Pas kelas dua belas, ada pendaftaran beasiswa keluar negeri di sekolah. Lo tau, kan?"
Heeseung mengangguk, setiap tahun sekolah mereka dulu memang menawarkan banyak beasiswa untuk para siswa, ada yang di dalam negeri dan juga luar negeri.
"Jay pernah daftar beasiswa salah satu kampus terkenal di Australia, dan dia punya ambisi besar buat dapetin itu. Mungkin lo nggak percaya karena Jay nggak kelihatan ambis, tapi gue sering lihat dia di perpus dengan banyak buku pas ngejer beasiswa itu."
"Ini lo serius?"
Mereka baru menjalin hubungan pertemanan selama sepuluh bulan, dihitung sejak mereka telah berjumlah tujuh, yang artinya sejak Riki bergabung saat kelas sepuluh. Jauh sebelum itu, Heeseung tentu telah mengenal Jay, Jake, Sunghoon, dan Sunoo yang merupakan adik kelasnya. Namun hanya sebatas teman dekat, bukan sahabat seperti sekarang.
Jadi apapun yang terjadi sebelum mereka berjumlah tujuh, Heeseung tak begitu tahu. Mereka tak seterbuka dan sedekat itu di masa lalu.
Sunghoon mengangguk. "Gue pernah samperin dia di perpus pas kelihatan stres, niatnya mau nemenin, tapi dia malah jadi curhat."
"Curhat gimana?"
"Dapet beasiswa Australia itu tuntutan kakeknya. Kebetulan Jay cucu pertama, jadi dia terpaksa nurut."
"Terus kenapa sekarang Jay kuliah di sini?"
"Karena kakeknya meninggal sebelum pengumuman beasiswa keluar," jelas Sunghoon, mendadak memberi suasana duka. "Akhirnya Jay lanjut di sini karena orangtuanya nggak nuntut Jay harus dapet beasiswa, semua pure tuntutan kakeknya."
"Kenapa harus dapet beasiswa?" Heeseung masih dibalut tanya. "Jay orang berada, kuliah di mana aja bisa."
"Kalo dapet beasiswa kan kakeknya bisa banggain Jay ke semua orang, karena berarti dia cerdas."
Heeseung mengangguk-angguk, mengerti dengan cerita singkat dari Sunghoon.
"Terus apa tujuan lo ceritain itu?" Heeseung nampak bingung. "What's wrong?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Hypocrite | Enhypen
Fanfiction"Lo pernah denger istilah hipokrit, nggak?" •••• Katanya, tak semua hubungan persahabatan akan bersih dari pengkhianatan. Sekelompok pemuda dengan jumlah tujuh tak terlalu menghiraukan itu, karna persahabatan mereka berjalan dengan baik selama ini...