Telepon Yang Samir Sembunyikan

11.3K 899 13
                                    

"Cucu?maksudnya apa ya bu?" tanya Samir.

"Kabar baik yang kalian maksud, hamil kan?"

"Ibu mikir apa, Una mau kasih tau kalau Una lulus di Universitas Maju, dan sudah kuliah selama dua bulan, itu  doang kok bu," jelas Una.

"Ibu kira kamu hamil," ucap Ibu terlihat kecewa.

"Una kan masih lanjut kuliah dulu bu, urusan hamil nanti-nanti ya,"

"Kamu kb?"

"Nggak kok bu, ibu bilang kan dulu ngga boleh kb, karena anak itu rezeki," jawab Una.

"Kuliah kan ngga melarang hamil, nanti kalau udah lahir kamu mau kuliah ya kuliah anak biar ibu yang jaga, liat nih rumah sepi banget sekarang, kamu udah ngga di rumah, Syauda juga udah di pesantren sepi banget rumah,"

Una terlihat bingung untuk menangapi ucapan ibunya yang meminta cucu, padahal sejak awal menikah Una sama sekali tidak pernah tidur satu kamar dengan Samir, bagaimana mau kasih cucu.

"Nanti di pikirkan lagi ya bu," jawab Samir.

"Ibu tunggu kabar baiknya ya, kalian dari mana ini?"

"Kampus bu, Una kuliah di fakultas tempat mas Samir mengajar," ucap Una.

"Oh bagus dong jadi bisa sama-sama terus,"

"Ayah belum pulang?" tanya Una.

"Belum, kerjaanya lagi banyak maklum akhir bulan," ucap Ibu.

"Una ke kamar dulu ya bu, ada yang mau diambil," pamit Una masuk ke kamarnya, tinggal lah Samir dan Ibu berdua.

"Gimana nak Samir, selama hampir tiga bulan pernikahan apa mendapat kendala menghadapi Una?" tanya Ibu.

"Alhamdulillah Una anak yang baik bu," jawab Samir.

"Mulai banyak minta ngga Una?"

"Ngga bu,"

"Hmm masih sama aja ternyata, nak Samir ibu kan waktu awal Taaruf sudah ngejelasin Una karakternya seperti apa, terlalu mandiri, tidak enakan, dia akan terima apa saja yang kita mau, pernah ngga sesekali Samir tanyain kemaun Una?atau Una pernah ngga selama tiga bulan ini minta sesuatu?hmm atau yang simpelnya deh pernah ngga Una minta tolong sama Samir?" ucap ibu membuat Samir terlihat mengigat kebersamaannya dengan Una selama tiga bulan ini, benar kata ibu, Una tidak pernah menolak apapun keputasan Samir, bahkan  uang bulanan tidak pernah diminta, dan meminta tolong juga tidak pernah.

"Ngga pernah ya?" tebak Ibu melihat Samir yang hanya diam saja.

Samir pun menganguk pelan.

Ibu mengeser duduknya mendekat ke Samir dan menepuk-nepuk bahu Samir seolah memberi semangat.

"Maafin Una ya nak, putri ibu satu itu memang sangat susah beradaptasi, susah mengungkapkan sesuatu, kadang memahami sesuatu yang umum saja dia masih susah, kamu pasti kesulitan menghadapi Una yang seperti itu, mohon bimbinganya untuk Una ya nak Samir," ucap Ibu penuh harap, dia sangat mengharapkan Samir dapat membimbing putrinya, karena menurut Azizah(nama ibu Unaza) Samir adalah laki-laki yang tepat untuk Una, dari segi pendidikan, agama, dan akhlak, Samir benar-benar baik di mata Azizah.

Samir hanya tersenyum menangapi ucapan Ibu.

"Selama setahun, ibu mencarikan  calon suami yang terbaik untuk Una, tapi semuanya di tolak oleh Una, kecuali Samir," ucap Azizah membuat Samir agak sedikit terkejut.

"Kok bisa bu?" tanya Samir penasaran.

"Alasannya simpel sekali, ibu saja sampai tertawa mendengarnya, selain karena melihat agama, akhlak, dan pendidikan. Una memilih Samir karena cuma Samir yang tidak memuji Una cantik dan sangat menundukan pandangan," ucap Azizah, membuat  Samir tersenyum paksa menangapi ucapan mertuanya ini.

 Badai Mantan Dalam Rumahtanggaku(END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang