Penuh Tanda Tanya

10K 833 9
                                    

"Bukan, mas suami Una bukan monster." ucap Una dengan suara gemetar dan memberanikan diri menyentuh wajah Samir membuat emosi yang ada pada tubuh Samir perlahan menurun, sentuhan dan ucapan Una berhasil mengendalikan emosi Samir.

Samir lagi-lagi dibuat tak menyangka dengan respon Una yang masih mau menerimanya sebagai suami padahal dia sudah semenyeramkan ini, tapi Una dengan lapang dada tetap menerimanya. Dia meneteskan air mata terharu, lalu Una menghapus air mata Samir, dan tak sengaja Samir melihat darah keluar dari perban tangan sebelah kanan Una, tangan Una terluka karena hentakan Samir tadi, dia pun sadar sudah melukai Una lagi.

Samir langsung mengambil kotak obat lalu mengobati tangan Una.

"Aa aduh mas," rintih Una benar-benar sangat kesakitan.

"Sakit banget? lukanya kecil padahal," ucap Samir lalu menyentuh lagi tangan Una dan dia tiup perlahan, membuat Una sedikit tersenyum karena melihat Samir begitu lembut mengobati lukanya.

"Coba gerakin tangannya bisa ngga?" tanya Samir.

Una mencoba mengerakan tangannya perlahan masih terasa sakit.

"Sakit?" tanya Samir.

"Sedikit," jawab Una.

"Kalau gitu kamu jangan terlalu banyak gerakin tangan dulu, sepertinya terkilir ini." ucap Samir.

"Iya mas,"

"Tidur sana."

Una menoleh ke ranjang dan melihat kearah Humaira.

"Una bawa Humaira ya,"

"Tangan kamu lagi sakit gitu, mana bisa gendong Humaira."

"Nanti kalau Humaira nangis gak bisa ditenangin sama mas gimana dong?" tanya Una.

Samir terlihat berpikir apa yang dikatakan Una benar, apalagi bayi bisa saja sebentar kebangun sebentar menangis di waktu malam, lagi pula Una dengan tangannya terkilir pasti juga sulit mengurus Humaira.

"Ayo saya antar Humaira ke kamar kamu." ucap Samir menggendong  Humaira lalu membawanya ke kamar Una.

"Makasih mas," ucap Una sangat senang bisa bersama Humaira.

"Kalau ada apa-apa panggil saya aja." ucap Samir.

"Iya," jawab Una.

Samir pun melangkah keluar dari kamar Una. Dia kembali ke kamarnya dan baru sadar emosinya bisa kembali stabil tanpa memakan obat, namun karena takut emosinya kembali tak terkontrol, Samir langsung meminum obatnya.

Di kamar Una dia melihat jam masih menunjukan pukul 9 dia mengambil ponselnya untuk menelepon mertuanya, karena Shiren bilang Umminya sedang tidak enak badan membuat Una jadi kepikiran keadaan mertuanya dia langsung menelepon ibu Samir dan alhamdulillah dijawab.

"Assalamualaikum Ummi,"

"Waalaikumssalam, ada apa Una? apa ada masalah  dengan Samir?" tanya Fatimah terdengar khawatir.

"Ngga Ummi, kami baik-baik saja. Gimana kabar Ummi dan Abi sekarang? kata kak Shiren Ummi lagi ngga enak badan ya?" tanya Una.

"Ummi sehat-sehat aja kok, Abi juga sehat kami baru aja pulang tadi keluar makan malam," jawab Fatimah membuat Una mengerutkan dahinya karena bingung, suara Ummi memang terdengar sangat segar tidak seperti orang sakit, belum sempat Una bertanya Humaira terbangun terdengarlah suaranya oleh Fatimah.

"Suara bayi? bayi siapa itu nak," tanyanya.

"Hm Humaira Ummi." jawab Una.

"Loh Shiren lagi main ke rumah kalian ya?"

"Ngga Ummi, kak Shiren nitipin Humaira ke rumah."

"Sejak kapan? Shiren memangnya kemana kok Humaira di titip disana, biasanya kalau ada urusan pasti nitip anaknya ke Ummi."

"Kak Shiren bukannya pamit ke Ummi ya sebelum pergi tadi siang? soalnya tadi kak Shiren bilang mau nitip Humaira dengan Ummi, tapi Ummi lagi ngga enak badan jadinya nitip ke Una." jelas Una.

"Astaghfirullahaladzim Shiren kenapa berbohong seperti ini, kemarin dia memang nelepon Ummi bilang kalau lusa dia mau mengunjungi mertuanya di Surabaya sekalian liburan seminggu di sana."

"Surabaya? bukan palembang ya Ummi, kak Shiren bilang mau ke palembang satu hari bersama suaminya."

Una sambil menepuk-nepuk Humaira karena tadi sempat terbangun.

"Mana yang benar ini, nanti Ummi telepon Shiren untuk menanyakannya. Untuk sekarang tolong jaga Humaira dulu ya nak."

"Iya Ummi, jaga kesehatan ya Ummi dan Abi." ucap Una mengakhiri telepon mereka.

Una jadi kepikiran kenapa kakak iparnya ini berbohong kepadanya, sebenarnya kemana Shiren pergi pikirnya.

"Apa coba aku hubungi aja ya, tadi katanya kalau ada apa-apa langsung telepon aja kan?" batin Una lalu langsung menelepon Shiren beberapa kali dia mencoba menelepon tapi nomornya sama sekali tidak bisa dihubungi, semakin membuat Una kepikiran.

Saat ingin mengirim pesan kepada Samir, Una baru sadar ada 26 pesan dari Farhan belum dibaca, mata Una membulat kaget melihat begitu banyak pesan yang dikirim oleh Farhan, bahkan saat membaca pesan darinya Una tertawa karena tingkah lucu dari Farhan. Mulai dari mengirimkan foto perban, foto kucing, foto makan siang dan malamnya apapun dia bicarakan kepada Una padahal tak satupun pesan dibalas oleh Una.

"Eh Astaghfirullahaladzim ngga boleh kaya gini." ucap Una langsung menghapus seluruh pesan dari Farhan, dia tidak ingin berkomunikasi yang berlebihan dengan lawan jenis mengingat dia sudah menjadi istri.

Sementara itu Farhan yang dari tadi memandangi dan menunggu pesan dari Una, sangat kegirangan melihat pesannya sudah dibaca oleh Una. Namun sudah beberapa menit tidak ada balasan juga dari Una, hanya dibaca saja.

"Ngga mungkin kan dia tega tidak membalas pesanku, kita tunggu 15 menit lagi. Mungkin dia lagi terharu dan menyusun kata yang manis untukku," pikir Farha  dengan sangat percaya diri.

10 menit berlalu, 20 menit, 30 menit bahkan sudah satu jam lebih, pesan Farhan hanya dibaca oleh Unaza tidak dibalas sama sekali.

"Wah keterlaluan dia benar-benar mengabaikan pesan dariku? serius nih?" ucap Farhan terlihat gemes dengan tingkah Una yang selalu membuatnya penasaran.

"Kayanya Una nih emang bagusnya dinikahin deh ya, coba tanya Mami deh boleh ngga ya nikah." ucap Farhan langsung keluar dari kamarnya untuk menemui Maminya yang ternyata sedang duduk santai menonton tv, Farhan langsung duduk disebelah Maminya dan merangkul manja.

"Hmm ada maunya nih pasti, mau apa? langsung aja dibicarain." tebak Maminya karena sudah paham dengan tingkah anaknya.

"Mami tau aja ya hehe, Mi setuju ngga kalau Farhan nikah?" tanya Farhan.

"Ya setuju aja kamu kelak pasti akan nikah iyakan? asal nikahnya sama perempuan jangan sama laki-laki."

"Huss Mami ini bicara apa, Farhan masih normal loh Mi. Tapi kalau mau nikahnya dalam waktu dekat boleh?"

Plak

Mami mengetok kepala Farhan dengan ramote TV karena mendengar pernyataan anaknya yang luar biasa.

"Ini anak lagi sakit atau gimana udah mau nikah aja, untung ngomongnya sama Mami kalau ngomong sama papi udah habis kamu dimarahin." 

"Mi selama ini Farhan kan selalu menuruti semua keinginan Mami dan Papi, sesekali Mami dan Papi ikutin maunya Farhan dong, Farhan cuma mau nikah aja kok." 

"Ngga kali ini ngga bisa di turutin, kamu sebentar lagi wisuda bukan berarti langsung nikah. Kamu tau kan Papi mau kamu lanjut S2 di Amerika, demi kamu menjadi kualitas yang baik sebagai penurus perusahaan keluarga kita." 

"Tapi menikah ngga mempengaruhi tentang studi Farhan Mi." 

"Farhan,Mami bilang ngga ya ngga ya, selesain S2 dulu. Dan lagi mami juga sudah mempersiapkan calon istri yang baik untuk kamu yang pendidikannya dan keluarganya bagus.Kenapa kamu kebelet banget pengen nikah? pacar kamu Hamil?" tanya Maminya.

JANGAN LUPA BANTU VOTE DAN KOMENTAR JUGA YA TEMEN-TEMEN SEBAGAI BENTUK SUPPORTNYA.

 Badai Mantan Dalam Rumahtanggaku(END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang