17- PERASAAN ITU

8 2 0
                                    

Aloha! Happy Reading genks!
***
Tasya berjalan santai kerumahnya. Ia sudah berterima kasih banyak pada Putra yang mengantarkannya hingga sampai.

Pengakuannya pada Putra tadi membuatnya lega. Putra benar benar sudah sangat membantunya. Belum lagi Putra sedang mencari teman untuk menjadi Editor novel Tasya yang akan tamat beberapa bab dan extra bab lagi. Tasya merasa beruntung.

Ia memilih beralih ke kamarnya yang amat nyaman. Melepas beribu rasa lelah dan penat juga meluapkannya. Banyak yang mengganjal di pikirannya.

Apa Ariska dan Arka bertengkar hebat karenanya?

Dalam posisi ini Tasya tidak akan pernah melibatkan perasaannya. Toh, semua harapannya itu ujung ujungnya hanyalah khayalan dan of course akan menjadi mimpi belaka.

Dia dan Arka teman. Dan tak lebih dari itu.
***
Arka berjalan gontai ke cafe pilihannya dia sudah janjian dengan teman karibnya, Andika ya satu kelasnya juga.

"Masalah lo cukup berat ya?" Tanya Andika hati hati. Arka meringis pelan, "Yah begitu."

"Perempuan susah di pahami."

"Sebelum ini kita gak pernah berantem se-parah ini. Apalagi menyangkut soal Tasya." Ujar Arka menyeruput kopinya.

Andika turut perihatin. "Lo udah coba jelasin,"

"Dia lebih butuh waktu untuk sendiri kayaknya,"

"Ah, itu dia. Tapi lo tetep harus berusaha aja ya. Jangan sampai dia berpikiran kalau cuman dia yang perjuangin lo. Kalian berjuang secara sama sama."

"Dik, kata kata lo puitis banget."

Andika melengos pelan. "Gausah banyak gaya nanti banyak tekanan, wahai anak IPA."

"Okay, gw harus berusaha lagi buat Ariska. Kita udah bangun ini agak lama. Dan gw gak bakal buat ini sia sia. Iya kan?"

"Iya, lagian Tasya juga udah dekat sama Putra anak sebelah kan. Gw liat mereka jalan bareng. Tasya bakal terima apapun yang lo buat Ariska. Tasya kan-teman lo."

"Put-ra," eja Arka. Andika mengangguk. Jujur, Arka jarang tau anak sebelah kelasnya. Tapi ya sudahlah pada akhirnya Tasya akan memilih pilihannya sendiri tanpa Arka mungkin.

Ya, satu satunya yang harus ia pikirkan hanya  bagaimana caranya mendapatkan hati Ariska lagi? Apa Ariska memberinya kesempatan?
***
Sudah beberapa hari semenjak kejadian itu Anya tidak menghubungi Tasya kembali. Fira juga, mereka tidak ada kabar.

Tasya memainkan macbook air nya. Ia butuh refreshing apapun itu. Benar benar butuh sandaran untuk ini. Belum lagi masalahnya menjadi amat canggung jika berapapasan dengan Ariska, pacar Arka.

Tasya menggerai rambutnya, dia merutuki dirinya sendiri. Harusnya dia tidak harus sedekat itu dengan Arka dan buatnya repot. Kalau sudah begini, Ariska akan sangat sakit melihatnya.

Sebagai perempuan, Tasya juga tidak akan terima dengan perlakuan seperti itu. Pasti Ariska merasa di khianati ya? Atau apalah?
Tasya benar benar belum merasakan arti cinta sesungguhnya.

Dia benar benar bukan orang yang ahli untuk itu. Cinta dan sebagainya. Memgingat Anya dan Fira. Pasti mereka juga merasa di khianati olehnya dan ya- entahlah. Tasya tak dapat menduga.

"Bagaimana ya rasa cinta itu?"

Rasanya Tasya hanya ingin menidurkan pikirannya dan beristirahat, ia menutup macbook air nya.
***
Tasya mengikat rambutnya rapi dan menutup gerbang depan rumahnya. Ia sudah berpamitan pada Tara. Untuk Raisa, dia berangkat lebih awal katanya.

"Morning Tasya," sapa Rasya dengan motornya. "Iya pagi." Tasya mengalihkan pandangan.

"Ayo gw antar ke sekolah." Ajaknya. Tasya menghela nafas, " Makasih gausah repot."

"Lo gak pernah repotin gw."
"Gw merasa merepotkan."
"Gak sekalipun."

"Mau lo apa?" Tanya Tasya to the point. Rasya nampak berubah dan menyesal dengan sifatnya cuman jatuh di lubang yang sama tidaklah lucu, bukan?

"Kasih gw kesempatan perjuangin lo. Lagi,"
Ia menyodorkan helm. Tasya menyapu pandangan resah. Tangannya ia kepal erat.

"Okay, gw juga gak pernah larang. Tapi gw gak bisa ngasih banyak harapan. Itu aja." Ujar Tasya. "Makasih,"

"Untuk?"
"Kesempatannya."
"Ehm,"
"Jadi, gw bisa antar lo ke sekolah sekarang?:

"Hari ini aja, sekolah kita beda arah. Ngerepotin kan kalau lo antar gw dulu?"
Rasya mengangguk cepat. "Gak bakal,"
***
"Ariska, maaf gw bukan gak ngantar lo. Cuman lo udah gak ada." Kata Arka ketika melihat Ariska telah duduk manis di mejanya dan memainkan pomselnya santai.

Ariska menggeser bangkunya. Menjauh sedikit dari Arka ia mengalihkan pandangannya. Arka kehabisan kata kata tuk memulai lagi.

Pagi ini Arka berniat masih mengantar Ariska kesekolah seperti biasanya. Namun, takdir berkata lainnya. Ariska ingin mrnjaga jarak darinya sekarang.

"Iya- gw berangkat lebih awal sekarang." Ucapnya setelah jeda panjang. Arka menghela nafas, "Maaf kalau buat lo kesal dan marah. "

"Hm,"
"Ka, jangan kayak gini. Kamu boleh luapin apa aja, pukul tampar apapun itu tapi jangan diam aja." Kata Arka.

Ariska tersenyum pahit. "Maaf, pukul, atau tampar gak pernah cukup buat aku."

"Aku merasa gak ada pilihan sekarang,"
"Harusnya kamu ngerti perasaan aku,"
Ariska menunduk.

"Jelasin ka? Kamu butuh apa? Ayo kita selesain ini. Bicarain ini. Aku salah di bagian mana,"

"Kamu aja belum tau letak kesalahan kamu. Buat apa minta maaf, kalau kamu aja belum tau. Kamu bakal ngulang yang sama terus terusan." Ia masih beralih ke handphonenya.

"Aku minta maaf,"

"Udah berapa kali ucap maaf?"

"Aku yang salah ka, kamu pasti sakit banget buat itu."

Ariska menitikkan air bening itu. Dia tidak sanggup membuat Arka begini. Dia emggak bermaksud sama sekali membuatnya merasa bersalah. Ia cuman ingin, Arka paham dan tidak sedekat itu dengan Tasya.

"Aku jagain kamu selalu, dan bakal ada buat kamu. Gak ada  yang lain."

"Janji, aku mohon."

"Iya,"

"Gak ada Tasya juga?"
"Kita gak akan sedekat apapun selain teman. Percaya, kita juga akan selalu bahas apapun gak ada rahasia dan ungkapin ya?" Ujar Arka.

"Iya- kali ini aku kasih kesempatan."

"Makasih buat percaya sama aku, Ariska." Spontan, Arka memeluk Ariska. Ariska tidak bisa menahan ekspresinya. Ia sangat bahagia, setidaknya Arka dapat memegang janjinya untuk lama.
***
Tasya berjalan santai dengan earphone di telinganya dan mendengarkan podcast kesukaannya. Langkahnya terhenti didepan kelas.

"Wakil ketua," panggil seorang murid laki laki. "Ah, Putra! Gausah ah panggil wakil ketua gitu banget."

Putra tertawa kecil. "Di panggil ketua tuh keruang OSIS, noh silakan beraksi." Ujar Putra. "Iya deh Putriii,"

"Eh, gausah lari lo. Putra, ralat ganti cepet."
"Iya deh Putra,"

Putra menepuk nepuk kepala Tasya. "Anak pintar, balik sana!"

"Iya, Putriii!!"

"TASYA!"

Untuk sekarang, Tasya akan menjalani hidupnya baik baik saja. Mungkin cinta belum ada yang mendatanginya sekarang. Entahlah, ia tidak begitu berharap.

Ia bahagia. Setidaknya sampai saat ini.
***

Jadi, kalian tim mana?
Udah ada pilihan, atau- tak bisa memilih?
Ku tunggu kau putus hadir dengan kejutan lainnya, ada yang bisa tebak endingnya?
Tenang kok masih lama,

Okay, stay tune!
Info selanjutnya liat di instagram
revaniza_6107

Ba-bye! Keep healthy!

Kutunggu Kau Putus (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang