"Hei, bangun"
Pundak Haechan ditepuk untuk kesekian kalinya. Merasa terganggu ia pun membuka mata. Rasa sakit di leher seketika ia rasakan.
"Daddy?"
Pria betubuh jangkung itu ikut duduk disamping Haechan.
"Cia?" Sadarnya, kemudian langsung berdiri.
"Cia mana dad?"
Melihat putranya berdiri, Johnny ikut berdiri juga.
"Pulang" Ucap pria itu.
"Aku nanya Cia dady. Cia dimana?" Balas Haechan tidak peduli.
"Pulang, Chan. Kamu harus bersiap untuk sekolah"
Haechan mengeluarkan handphone dan mengetik sesuatu di sana.
"Aku sudah izin" Tunjuknya dengan handphone menampilkan pesan yang barusan terkirim pada temannya.
"Tetap saja pulang" Titah Johnny lagi.
"Cia dimana?" Tanya Haechan tidak peduli.
"Daddy bilang pulang, Haechan"
"Aku akan pulang kalau sudah bertemu Cia" tegasnya lagi. "Cia di dalam kan?" Tunjuknya pada ruangan di depannya.
Tanpa menunggu jawaban Johnny ia sudah mau menerobos masuk.
"Haechan, Daddy bilang pulang"
Johnny mencegah anak bungsunya itu untuk masuk. Dengan sigap ia berdiri di depan pintu, menghalangi Haechan melihat apa yang ada di dalamnya.
"Tidak mau!"
Johnny menghela nafas kemudian memijit pelipisnya. Agak kesal saat menghadapi keras kepala anaknya itu.
"Tolong... Kali ini dengarkan daddy ya? Pulang oke? Kalau tidak mau sekolah tidak apa-apa. Istirahat di rumah. Tidak capek semalam tidur di sini? Lehermu sakit kan?"
Haechan menggeleng. "Aku sudah bilang, tidak mau"
"Oke" Final Johnny "Apa yang ingin kamu pastikan tentang Cia? Tanyakan saja. Daddy dokternya di sini"
"Aku mau bertemu langsung. Penjelasan daddy tidak akan ada gunanya jika aku tidak melihat dengan mataku sendiri"
"Oke kalau mau seperti itu. Daddy akan bersikap sebagai dokter sekarang" Johnny melipat dua tangannya di dada menatap Haechan tajam.
"Kamu tidak diperbolehkan bertemu dengan pasien" Ucap Johnny dingin.
"Tidak masuk akal"
"Tidak ada yang berbicara omong kosong sekarang. Silahkan anda pergi dari sini selagi saya berbicara baik-baik"
"Silahkan. Pintu keluarnya di sana" Tunjuk Johnny dengan nada dingin.
Sepasang ayah dan anak itu saling bertukar pandang. Mereka benar-benar seperti sosok asing yang tidak mengenal satu sama lain.
"Kalau anda tidak mau pergi juga mohon maaf saya akan memanggil security"
"Dad—"
"Saya tau anda khwatir, tapi ini semua demi kebaikan pasien. Selain keluarga tidak ada satupun yang boleh berkunjung" Sela Johnny.
"Termasuk anda sekalipun" Ucap Johnny dengan tegas.
Haechan diam di tempat. Tatapannya pada Johnny seketika berubah menjadi kecewa.
"Kalau begitu" Haechan menjeda sebentar "Cia, baik-baik saja kan?"
Demi apapun jika bukan daddy nya yang mencegah sekarang Haechan benar-benar akan menerobos masuk ke dalam.
"She's fine, but you must back right now"
"Kenapa? Dia baik-baik aja sekarang kenapa aku tidak boleh bertemu?"
"Haechan... Tolong, tolong sekali nak jangan membantah sekarang. Kalau keadaan sudah membaik daddy akan membolehkanmu bertemu Cia tapi bukan sekarang. Paham ya?"
"Biarkan Cia istirahat ya? Kamu juga istirahat. Lihat dirimu. Tidak risih dengan baju kemarin?"
Johnny menepuk pundak anak bungsunya sedikit keras, seakan menyadarkan Haechan."Sarapan, mandi dan tidur. Itu yang harus kamu lakukan ketika sampai rumah. Daddy sudah memanggil supir di depan, jadi pulang ke rumah ya?"
"Kondisi Cia baik-baik saja sekarang. Tidak perlu khawatir. Dia masih butuh waktu untuk sendiri. Paham ya nak?"
Walaupun jengkel Haechan akhirnya ia menurut. Masih ingat dengan jelas bagaimana rasanya ia memeluk erat Cia, bagaimana tubuhnya bergetar dengan nafas yang tidak teratur. Jika saja, jika ambulance datang telat mungkin perempuan itu sudah tidak ada sekarang.
Haechan menangkup tangannya sambil memejam mata.
"Cia... sebenarnya lo kenapa?"
🍂
Satu jam yang lalu Cia sadar dan sejak itu pula ia duduk terdiam di ranjang. Pandangannya kosong menatap keluar jendela. Entah apa yang dipikirkan perempuan itu yang jelas sudah berapa kali ia mengatur nafas.
"Aku sudah bilang tidak mau!"
Sayup-sayup percakapan di luar menarik atensinya. Perlahan ia mendekat untuk melihat apa yang terjadi di luar.
"Aku mau bertemu langsung. Penjelasan daddy tidak akan ada gunanya jika aku tidak melihat dengan mataku sendiri"
Cia berdiri bersandar di belakang pintu. Ia tau suara siapa yang menentang keras dokter itu.
"Tolong jangan perduli, lupakan saja aku seperti kemarin. Anggap aku sosok yang tidak ada" Lirih Cia saat mendengar percekcokan yang masih berlangsung.
"Jangan penasaran, tolong jangan penasaran"
Tanpa sadar air matanya jatuh. Hatinya berdenyut mendengar setiap kata yang keluar dari mulut Haechan di luar.
"Jangan, tolong jangan perduli, jangan penasaran" Kata itu terus berulang dengan derai air mata yang bersamaan turun.
Ada banyak rahasia tersimpan, ada banyak kejadian yang telah dilalui dan ada banyak pengorbanan yang telah terjadi sampai terlalu sakit untuk diingat. Biar ini semua dia pendam sendiri.
To be continue
Hai, hai, hai
Apa kabar semuanya. Akhirnya setelah sekian lama gue update lagi.Setelah melewati minggu minggu menegangkan dengan derai air mata kemarin, finally urusan perkuliahan gue selesai.
Untuk update selanjutnya, gue usahain buat rutin ya.. entah itu seminggu sekali atau dua minggu sekali. Nanti gue usahain buat rutin.
Oh, iya. Makasihh udah mau mampir buat baca cerita ini sampai meninggalkan jejak juga. Makasihhh banyakkk ❤️
Salam kangen buat kalian semua💛
Sehat-sehat kalian👋🏻
KAMU SEDANG MEMBACA
BACK | Haechan [HIATUS]
Fanfiction❝Kemanapun gue pergi, kalo bahagia gue di lo gimana?❝