Padu keluar dari kamar dengan balutan jaket denim bitu dan celana kain cokelat. Pandangan remaja yang baru lulus itu ada pada ponsel yang dipegangnya. Ia mengetikkan pesan pada ruang obrolan bahwa akan berangkat. Helm yang ada di tempat khusus dekat kamar orang tuanya pun diambil.
Dalam hatinya ada sesuatu yang janggal. Ia merogoh dari saku celana sampai jaket. Ya, kunci motornya tertinggal di kamarnya. Padu langsung balik kanan dan menuju kamar. Namun, pandangan remaja itu teralihkan oleh kamar orang tuanya yang terbuka. Ia teringat ada pertanyaan yang terpendam dari tiga tahun lalu.
Anak tunggal itu celingak-celinguk memastikan tidak ada orang yang melihatnya. Ia juga memeriksa mama yang sedang memasak dan papa yang keluar rumah. "Sepertinya aman," batinnya.
Padu membuka pintu kamar itu dengan pelan hingga tidak ada suara yang terdengar. Ia juga memasuki kamar dengan mengendap. Sampailah dia di tempat bingkai yang pernah ditemukan dulu. Namun, benda itu tidak ada lagi.
"Masa udah nggak ada, sih, foto itu?" gumamnya.
Ia terhenti sejenak. "Tapi, benar juga. Kan, udah tiga tahun. Mana mungkin tempatnya sama. Ngapain juga aku nyari masalah?" ujar Padu lagi.
Ia memutuskan untuk keluar kamar dan kembali pada tujuan awal. Namun, langkahnya terhenti. Tiba-tiba Padu membuka laci meja samping ranjang. Benar saja, bingkai foto itu ada. Remaja berambut poni itu akhirnya tahu isi foto yang menjadi pertanyaan selama tiga tahun.
"Ternyata benar kata Mama. Ini foto bertiga ... tapi, siapa dia?"
Mata Padu tertuju pada remaja yang berdiri di antara orang tuanya. Remaja SMA dengan rahang tajam tersenyum memperlihatkan gigi gingsulnya. Terlintas ingatan di otak Padu. "Ini anak di mimpi itu?"
Suara pintu terbuka cukup keras hingga mengalihkan pandangan Padu. Orang yang membuka pintu itu mendatangi remaja itu dengan cepat, kemudian merebut foto yang dipegangnya.
"M-Ma? Dia siapa?" tanya Padu.
Mama melempar foto itu di ranjang. "Berani sekali kamu masuk kamar tanpa izin? Siapa yang mengajari?"
"Ma, aku tanya. Yang di foto itu siapa?" Pertanyaan Padu tidak teralihkan.
"Bukan urusan kamu," jawab Mama singkat.
"Bukan urusanku? Aku anak Mama dan Papa, di foto itu juga ada kalian. Tapi, ada satu yang aku nggak tahu. Mama tinggal jawab aja apa susahnya?" Nada Padu mulai tinggi.
Belum sempat Mama menjawab, ada suara lain yang memotong. Pandangan mereka berdua tertuju pada Papa yang berdiri di depan pintu kamar.
"Berani sekali kamu menggunakan nada tinggi di depan Mama," ucap kepala keluarga itu dengan suara yang berat.
Padu menarik napas dalam kemudian mengeluarkannya. Kini detak jantung remaja itu kembali normal.
"Aku hanya tanya. Yang ada di foto itu siapa? Apa aku salah dengan pertanyaan itu?" Nada bicaranya juga merendah. "Apa yang nggak aku tahu di keluarga ini?"
Mama dan Papa terdiam. Mereka saling pandang dan menentukan jawaban yang tepat untuk anak semata wayangnya.
"Baiklah, sepertinya kamu sudah siap menerima." Papa menyuruh Padu untuk keluar.
Mereka bertiga duduk di ruang tamu seperti saat hari penerimaan rapor. Namun, pembicaraan tidak kunjung dimulai. Mereka masih terdiam.
"Jadi, apa jawabannya?" tanya Padu yang memecahkan keheningan.
"Dia anak kami berdua," jawab Papa singkat.
Kening Padu mengkerut. "Anak Mama dan Papa? Kakakku?"
KAMU SEDANG MEMBACA
[TAMAT✔] Cinta Ber(Padu) di Ruang BK
Teen FictionMenceritakan tentang seorang siswi bernama Cinta yang bisa memasuki sekolah Internasional, tetapi tidak diizinkan kedua orang tua. Sehingga, ia bersekolah di SMA Negeri biasa. Selain itu ada siswa bernama Padu yang dituntut untuk bisa masuk di sekol...