Padu duduk di sofa ruang tamu. Ia tertunduk sambil mendengarkan ceramah sang papa yang menggunakan nada tinggi. Mama juga tidak bisa membela.
"Mau jadi sok jagoan kamu?" Salah satu kalimat dilontarkan. Remaja itu hanya menggeleng tanpa kata.
"Sekarang, apa mau kamu? Mau jadi preman pasar aja?"
"Pa, sudah," sahut Mama.
"Diam, Ma. Bikin malu keluarga," ketus Papa.
Padu pun membuka suara. "Maaf, Pa."
"Maaf ... Maaf ... nggak ada gunanya. Dasar anak tidak berguna!"
Telinga Padu terasa panas mendengar kalimat itu. Dadanya perlahan sesak hingga bernapas terasa berat. Ia berusaha menahan kata-kata yang tidak pantas dikeluarkan. Papa mengambil kertas berisi surat pernyataan anaknya. Kertas itu dirobek tepat di depan mata pemilik.
"Lihat anakmu ini!" Amarah Papa tidak berhenti. "Tidak berguna ... Sekolah di SMA biasa saja tidak becus," lanjutnya.
Padu berdiri menatap tepat mata papanya. "Cukup, Pa," ucapnya.
Mama tercengang melihat sikap anaknya. Begitu pula Papa yang berhadapan langsung.
"Berani kamu?!"
Mama berdiri di antara mereka berdua. "Sudah!" geramnya.
Mereka berhenti sejenak beberapa saat. Namun, tanpa disangka Padu mengeluarkan hal yang dipendam.
"Pa, aku sudah melakukan yang Papa mau. Aku sekolah di SMA pilihan Papa, nurutin perintah Papa sampai aku sendiri tidak ada kesempatan untuk punya pilihan. Aku bukan robot, Pa!"
Mendengar hal itu, tangan Papa terangkat dan bersiap dihempaskan ke wajah anaknya.. Padu pun menutup mata. Namun, tangan kekar itu tertahan oleh sang istri.
"Kalian ini sama-sama keras kepala. Padu, ngapain sih cari masalah? Papa juga. Setiap ada yang salah, tidak perlu sampai emosi. Semua bisa diperbaiki," ucap Mama sambil memandang suami dan anaknya masing-masing.
Tangan kepala keluarga itu pun turun. "Kamu pikir aku mau punya anak seperti kamu."
Dahi Padu berkerut mendengar hal itu. Terlebih Mama yang langsung menatap tajam suaminya. Ia tidak menduga kalimat itu keluar.
"Apa maksud Papa?" tanya Padu.
"Kamu itu-" Belum selesai dengan kalimatnya, tamparan keras mendarat di pipi laki-laki itu.
"Cukup, Pa. Kamu keterlaluan," ucap Mama.
Mata remaja itu membelalak melihat sikap Mama. Tidak pernah ia melihat pemandangan seperti itu. Papa terdiam sambil memegang bekas tamparan istrinya. Kepala keluarga itu menuju kemar dan meninggalkan mereka berdua.
Mama dan Padu duduk lagi. Napas mereka berdua masih berat. Ibu dan anak itu terdiam untuk mengembalikan laju detak jantungnya.
"M-Mama," panggil Padu untuk memecah keheningan. Mama pun menoleh.
"Mama nggak apa-apa?" tanya Padu.
Mama menyunggingkan senyum. "Nggak apa-apa. Memang Papa yang keterlaluan. Jangan diambil hati, ya?" ucapnya sambil menepuk pundak Padu.
Anak itu mengangguk. Kemudian Mama pergi menyusul Papa ke kamar.
Suara ketukan terdengar dilanjutkan dengan pintu yang terbuka. Papa yang sedang berdiri sambil berkacak pinggang itu membalikkan badan. Ia mendapati istrinya yang masuk.
"Ma," ucap Papa.
Mama memeluk sang suami dan meminta maaf. Papa mengelus punggung istrinya.
"Tidak apa-apa, Ma. Memang Papa tadi yang keterlaluan. Tidak seharusnya Papa mengeluarkan kalimat itu."
KAMU SEDANG MEMBACA
[TAMAT✔] Cinta Ber(Padu) di Ruang BK
Ficção AdolescenteMenceritakan tentang seorang siswi bernama Cinta yang bisa memasuki sekolah Internasional, tetapi tidak diizinkan kedua orang tua. Sehingga, ia bersekolah di SMA Negeri biasa. Selain itu ada siswa bernama Padu yang dituntut untuk bisa masuk di sekol...