Suasana di kelas unggulan ini tidak seperti biasanya. Mereka selalu tenang sebelum pembelajaran dimulai. Namun, kali ini terasa lebih ramai karena obrolan beberapa kelompok siswa. Di antara keramaian itu ada satu siswi yang berdiam diri di bangku depan.
Sesekali Nina melihat masing-masing dari kelompok temannya. Kemudian, ia terdiam lagi. Gadis itu mulai terasa tersingkir. Mencoba melupakan rasa tidak nyaman, ia mengeluarkan bukunya dan membaca beberapa halaman.
"Ngapain belajar, Nin?" seru salah satu siswa di bangku belakang.
Nina menoleh dan melihat sekeliling telah memandangnya.
"Iya ... Kan, sudah ada orang dalam. Pasti semester ini juara satu lagi," sambung Diki yang berada di bangku belakang Cinta dan Lusi.
"Betul, nggak ada kesempatan buat kita peringkat 1. Paling mentok, ya, peringkat 2," sahut salah satu siswa lagi.
Mata Nina mulai berkaca. Tangannya juga menggenggam pulpen lebih kencang. Ia mengembalikan posisi tubuh dan menunduk. Di dalam tunduknya ia mengembuskan napas kencang. "Jangan nangis, Nin," gumamnya pelan untuk menegarkan diri.
Jam pelajaran di mulai. Hari ini bertepatan mata pelajaran matematika di jam pertama. Bu Puji menjelaskan materi baru di semester kedua ini, yaitu mengenai persamaan dan fungsi kuadrat.
Seperti biasa, setelah menjelaskan panjang dan lebar, Bu Puji memberi soal di papan tulis sebagai evaluasi. Semua terdiam saat guru itu menawarkan untuk mengerjakan.
Nina melirik sebelah kanan dan kirinya. Mereka tidak berkutik. Ia pun mengangkat tangan dengan berani. "Aku buktikan kalau aku peringkat 1 karena usahaku," batinnya.
Tidak ada tanggapan dari siswa lain. Sebaliknya, mereka menatap tajam ketika Nina maju. Gadis itu menuliskan jawaban di papan tulis sesuai dengan yang ia pahami. Bu Puji menggeleng melihat jawaban siswa peringkat 1 itu, menandakan jawaban yang diberikan kurang memuaskan.
Setelah Nina duduk, Bu Puji kembali menawarkan, "Ada yang bisa memperbaiki?"
Semua siswa tertawa kecil mendengarnya. "Tuh, kan ... dia salah lagi," bisik seorang siswa.
"Kenapa kalian tertawa?" Bu Puji menatap bingung.
Kelas X MIA 1 kembali tenang. "T-Tidak ada apa-apa, Bu," jawab Diki sebagai ketua kelas.
"Ibu curiga ada yang kalian sembunyikan di kelas ini,"
"Tidak ada, kok, Bu. Kita baik-baik saja," ujar siswa lain untuk menguatkan.
Nina tidak bisa berkutik. Ia hanya menunduk diam sambil menahan agar air mata tidak keluar.
"Baiklah. Siapa yang mau memperbaiki jawaban Nina? Cinta?"
Cinta yang awalnya duduk tenang, tiba-tiba tegang. Matanya bergetar takut. "Mampus, aku tidak paham yang ini," batinnya.
Lusi mengangkat tangan. "Saya saja, Bu."
Bu Puji menyetujui dan menyerahkan spidolnya pada Lusi. Siswa sebangku Cinta itu menjawab dengan benar. Tepuk tangan pun bergemuruh sebagai apresisasi.
Di akhir pembelajaran, guru metematika itu memberikan tugas yang mengharuskan dikerjakan secara berkelompok. Mendengar hal itu, semua siswa saling menoleh, mencari anggota kelompok yang tepat dan tentu saja akan berpengaruh pada nilai.
"Besok saya tunggu hasil pembagian kelompoknya, ya? Setiap kelompok beranggotakan 3-4 orang."
"Baik, Bu," semua siswa menjawab.
Waktu istirahat tiba. Seluruh siswa di kelas X MIA 1 berhambur dari bangkunya. Mereka mencari anggota kelompok untuk tugas matematika. Diki sebagai ketua kelas maju ke depan untuk mencatat di papan tulis.
KAMU SEDANG MEMBACA
[TAMAT✔] Cinta Ber(Padu) di Ruang BK
Genç KurguMenceritakan tentang seorang siswi bernama Cinta yang bisa memasuki sekolah Internasional, tetapi tidak diizinkan kedua orang tua. Sehingga, ia bersekolah di SMA Negeri biasa. Selain itu ada siswa bernama Padu yang dituntut untuk bisa masuk di sekol...