Siang healing.
Malam over thinking.
Dasar!—SAYANG—
***
Hari ini Muthiah akan mengantar makalah bahasa Indonesia ke rumah dosen bersama papanya. Dosen satu ini memang ribet. Sudah meminta print refrensi yang diambil, harus dibuku, tidak boleh jurnal maupun e-book dan terakhir, dikumpul ke rumah ibu itu sendiri.
Mending jika dosennya keluar rumah dan mengambil makalah mahasiswanya. Tapi yang menerima malah anaknya! Bak seperti kurir hanya mengantar barang langsung pulang. Kan kasian yang rumahnya jauh, membuang ongkos dan lelah di jalan.
"Pa, ntar ke potocopyan dulu buat jilid makalahnya." Muthiah duduk di meja makan sambil memakan nasi goreng.
"Kenapa gak dari semalem?" tanya papanya sedikit kesal. "Ck, ngelamain di jalan."
Biasalah, bapak-bapak yang ingin serba cepat.
"Kalo papa gak mau anterin, ya udah gak usah repot-repot. Muthiah bisa sendiri."
"Pa, udahlah cuma berhenti sebentar di jalan." Mamanya berujar membantu.
"Gak apa-apa ma, kalo papa gak mau Muthiah bisa pake ojek online atau minta bantuan temen." Muthiah bercepat menghabiskan sarapannya dengan raut wajah kesal.
"Sama temen, main terus kamu. Gak belajar-belajar." Suara papanya yang terdengar mengintimidasi dirinya membuat gadis ini terdiam. Moodnya turun drastis dan malas ikut papanya pergi untuk mengantar makalah.
"Ya udah pa, Muthiah sama temen nganter makalahnya sekalian main sama mereka." Ia berdiri dari kursi dan berjalan ke toilet meninggalkan papanya yang diam dengan raut wajah datar.
Jika kalian berpikir Muthiah ini anak penurut, kalian salah. Gadis ini tidak penurut dan keras kepala seperti papanya. Jika menurutnya itu benar, tapi orang tuanya berkata itu salah, ia akan membantah. Jika kalian tanya apa Muthiah pernah bertengkar dengan papanya. Jawabannya pernah.
****
"Udah Mut, lo yang lawan malah lo yang nangis."
"Gu-gue gak bisa, hiks! Papa marah terus, gu-gue males! Gue emang cengeng, gue benci itu."
Terkadang Muthiah benci dengan dirinya sendiri satu hal. Ia tidak bisa menahan tangis. Menahan nangis adalah hal yang paling sulit ia lakukan. Ia terlalu cengeng. Dibentak, dimarahi, jangan tunggu untuk berapa menit, detik itu ia bisa menangis. Harap maklum, perempuan satu ini hatinya terlalu rapuh.
"Ya lo berhenti nangis, ntar gue jemput."
"Janji?"
"Iya, ya Allah. Kek bocil lo pake janji janji segala."
"Ya kan gue takut lo bohong!"
"Kapan gue bohong sama lo?"
"Mana gue tau, kan konsepnya bohong bukan jujur."
"Berarti lo orangnya gak peka."
"Gak ada hubungannya."
"Ada."
"Ish! Beda Zaf, bohong, jujur sama peka. Itu beda."
"Hm iyain,"
"Udah ayo cepet lo siap-siap kita hari ini pergi ke tempat bu Yanti." Muthiah menghapus air matanya lalu duduk bersandar.
"Gue ajak Wafiq ya?"
"Dia udah bangun?"
"Ntar gue bangunin."
KAMU SEDANG MEMBACA
SAYANG✓
Roman pour AdolescentsPunya sahabat rasa pacar? "Gue serius sama lo." "Gue cuma mau lo." "Sebenarnya, gue nungguin lo." "SAYANG!!" Muthiah Alifah, mempunyai sahabat tapi rasanya seperti pacar karna memperlakukannya mirip tuan Putri. Perempuan manapun pasti akan iri mel...