Hai, tujuh puluh delapan hari ini keadaanku sedang naik turun, mungkin dari kalian pernah mengalaminya sehingga memengaruhi suasana hati untuk menulis. Dalam waktu tersebut tentu saja ada orang yang bertanya, "Bagaimana kabar, Annalise? Apakah baik-baik saja? Atau menghilang dari dunia luar? Atau mungkin terselip di jari-jari manis itu?" Kuhanya tersenyum dan tertawa kecil mendengar perkataan pembaca yang merindukanmu, Ann. Bahkan kerinduannya melebihi batas normal dan tak bisa dipungkiri aku juga merindukanmu. Sesampai pada paragraf ini ada satu hal lagi yang ingin kusampaikan mengenai diriku yang ternyata sudah memiliki gelar (horee), tapi apa semuanya itu berlaku? Belum tentu karena aku sendiri masih sibuk sana-sini dengan sukacita. Begitulah kehidupan bekerja, suatu saat kutunaikan janjiku padamu, Ann.
*#*
Selayang pandang tentang kebersatuan tak hanya menghadirkan sebuah nafsu, tapi ikatan juga perlu diperhatikan mengenai kehamilan yang akan menjadi tujuan. Sampai detik ini pun kita belum memunyai ikatan yang pasti dengan hubungan diantara berbagai hal dan berbagai macam perspektif. Kamu dengan ambisi, aku dengan ego, keduanya saling bertentangan dengan ajaran yang bertolak belakang. (Penegasan untuk mendapatkan penawaran) Lalu mencintai seseorang hanya perkara waktu? Tidak sedangkal itu, baik cinta dan nafsu memunyai akalnya sendiri, dia emosi yang harus terpenuhi, hahaha sesusah itu memang menjaga kebersihan pikiran dari godaan setan yang menantang norma dan kepribadian. Setidaknya itu bisa menjadi angan dibenakmu, tanpa harus direalisasikan (meskipun sedikit membagongkan) tapi kamu harus sabar menanti ikatan dan kata "SAH" di KUA lewat jalur barat sedikit ke selatan.
Mengenaimu, Ann, saat ini aku tidak tahu harus mencarimu ke mana, segala penjuru arah sudah kuterjemahkan sosokmu sekarang menjadi bayang di depan layar. Kunci rumah masih kupegang, lalu kumasukkan ke lubang kunci dan kugeser ke kanan searah jarum jam lalu kumasuk ke kamar di mana ruang tersebut hanya tertata untukku. Sesekali aku melihat jendela, di luar gelap sekali, remang-remang lampu oblek yang disajikan tiap rumah hanya menyelimuti sudut tertentu dan jaraknya pun jauh dari rumahku.
Esoknya aku masih melakukan aktivitas yang sama, dikepadatan kepalaku dan beratnya bayanganmu kuberanjak ke HBS dengan versi Darma Seno sebelum mengenalmu, bagian itu bukan diriku yang sekarang. Mungkin inikah yang disebut mati dalam hidup? Aku juga tidak memahaminya (mungkin yang paham bisa tulis di kolom komentar) saat itu matahari sedang menyapaku secara hangat, tapi sikapku yang mendinginkannya, sampai sepulang sekolah aku masih berjalan sempoyongan dengan kondisi lelah. Terkesan berlebihan memang, tapi bagi yang pernah mengalami itu bukan perkara biasa.
Tiga puluh lima hari aku melakukan aktivitas yang sama, setelah bangun tidur aku langsung membersihkan diri, mengenakan pakaian, lalu bergegas ke sekolah menerima pelajaran, pulang, setelah itu mengerjakan tugas, dan akhirnya terlelap dalam mimpi. Sampai kuterbangun di tengah malam, waktunya mengeluarkan hajat kecil yang memberontak ingin keluar sarang dan aku menurutinya untuk dikeluarkan, lega rasanya dan kuberanjak ke mimpi sebelumnya. Ternyata dirimu duduk di pelataran rumah lalu mengaduk teh hijau kesukaanmu dengan satu sendok teh gula pasir, tidak terlalu manis dan tidak terlalu tawar. Kau tersenyum dengan tatapan sayu mata birumu itu, Ann. dan yaaa, lagi dan lagi.. itu hanya mimpi.
Setelah malam itu, aku tak menghiraukanmu lagi dalam hidupku. Untuk sementara aku menganggapmu tidak pernah bertemu denganku, dan sejak pola pikir yang aku bentuk ternyata malah membunuhku secara perlahan. Daya yang kamu berikan teramat besar, kalaupun buatan China pasti sudah mrotoli, hahaha. Untuk saat ini kubiarkan dirimu berpaling dariku, aku tidak akan mencegahnya. Bagian selanjutnya akan kurebus dirimu dalam kuah sup ayam yang kalimatnya melebur menjadi satu.
Bersambung...
(Sedikit saja kuperlihatkan) Sampai di kediaman Darma Seno sebelum gelap hujan pun menangis melihat gemuruh lebih mencintai angin, Ave Maria juga bergegas menjemput Fransz Liszt dengan membawakan payung hitam dan putih untuk menghindari basah yang berlebih, di ruang tengah, 16 Des 2021.
KAMU SEDANG MEMBACA
Annalise
القصة القصيرةAnnalise Dwight Rossevelt seorang perempuan tinggi semampai, bermata biru, berambut menyerupai bunga matahari, dan anting merah delima yang selalu ia kenakan menjadi saksi di pelipis matamu senja itu berlabuh.