.
.Dua hari berlalu, luka patah di lengan dan kakinya kian membaik. Isabela masih harus memakai gips yang sudah dibaluti obat herbal, terkadang harus mengganti perban dan semuanya dibantu Lucy. Hari ini, rental buku cukup ramai, banyak pengunjung dari kalangan anak muda hingga dewasa datang menerjang hujan salju dan udara dingin di luar sana demi pergi ke rental buku yang tak seluas perpustakaan kota. Sebenarnya, bisa saja mereka membaca di gawai mereka masing-masing yang sudah terdapat aplikasi khusus buku-buku terkenal keluaran lama dan terbaru. Namun, ayalnya mereka tetap membaca di tempat yang dipenuhi rak buku dan hiasan yang Isabela buatkan.
"Bilu, Izzy ingin pergi ke pantai, boleh?"
"Zy, pantai dan Opium Terra itu gak sedekat Opium Terra dengan Mikasa Utama atau Ode Utama, loh!" Lucy menaikkan nada bicaranya. "Dan ini juga musim dingin, di Ongbu pasti udaranya jauh lebih dingin dari Opium Terra, Bilu menolak. Lagipula, rental sedang ramai, aku gak bisa meninggalkannya."
"Bilu mah! Kita pergi besok juga gak apa kok, ya ya ya?"
Lucy menggeleng kaku, tersenyum paksa dan menatap Isabela dengan tajam. "Tidak. Kalau kau ingin ke Ongbu, bilang sama Lana dan Marvin saja sana. Mereka pasti akan senang kalau anaknya kembali bergairah melakukan sesuatu ... tidak, tidak. Ini sangat aneh, kenapa bocah ini jadi sering merengek ingin ini dan itu tapi gak mau pulang ke orang tuanya?" Lucy terdiam memandangi Isabela yang tampak kecewa sambil memajukan bibirnya satu senti.
"Permisi, aku mau pinjam buku ini untuk dibawa ke rumah." Seorang pemuda dengan mantel dan tas jinjingnya yang berwarna krem itu menghampiri meja Lucy.
"Berikan kartu bukunya," pintanya, Lucy segera melayani pemuda itu dengan ramah.
Pemuda yang mengenakan mantel berwarna cokelat tua itu melirik ke samping kirinya, ada Isabela yang duduk dengan tangan yang menyila di atas meja. Netra Isabela tengah tertuju ke pemandangan di luar sana. Menatap lalu-lalang kendaraan dan orang-orang yang keluar di musim dingin yang tengah turun hujan salju ini.
Pemuda itu mencolek bahu Isabela. "Tanganmu patah kenapa?" tanya pemuda ini sambil tersenyum ramah. Saat tersenyum, pemuda ini menampakkan kedua lesung pipinya yang manis. Isabela tertegun saat melihat pemuda ini, wajahnya yang rupawan, um, good looking, dengan warna kulit putih langsat, bibir tebal merah merona dan tatapan mata yang berbinar tajam, lentik dan agak sipit. "Pasti sangat sakit, ya?"
Lucy yang menyadari jika pemuda itu berbicara dengan Isabela menghentikan aktivitasnya untuk sementara. Ia tersenyum meledek saat Isabela tertegun melihat pemuda di hadapannya saat ini.
"Ah, ini karena kecelakaan. Awalnya sangat sakit, tapi sudah hampir tiga minggu aku merawatnya, sudah agak baikan." Isabela tersenyum canggung.
"Boleh aku menulis di gips-mu?" Isabela terperangah, seketika itu ia menyadari jika ucapan pemuda itu adalah sebuah permintaan. "Ah, aku pernah dengar ... um, kalau tangan atau kakimu patah dan dibaluti gips, katanya dengan memberikan tulisan di sana akan cepat sembuh. Seperti sebuah doa terulis, harapan terbaik untuk cepat sembuh. Bagaimana? Boleh, kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Isabela in Storyland [✔]
Fantasia[R13+] [2022 Mei - Done] Blurb : Izzy tak pernah menduga jika keputusan kedua orang tuanya untuk menyembunyikan identitas asli Izzy malah membawakan petaka. Cantik, muda, bertalenta, berprestasi dalam akademik, dan juga berasal dari keluarga terpa...