Perempuan dengan surai coklat terang itu masih asik dengan membaca setiap lembar dari buku yang berada ditangannya. Keningnya akan mengkerut ketika mendapat bagian yang membingungkan, dan memicing ketika mendapat bagian yang menjengkelkan.
Tak berapa lama dari itu, dirinya menutup buku itu dengan kesal. Hei! Apa-apaan cerita itu, mengapa sangat menyebalkan sekali.
"Siapa yang membuat buku ini? Mengapa menyebalkan sekali. Kalau aku berada diposisi Larisa Edbert, aku akan dengan senang hati membongkar setiap rahasia tentang kerajaan yang dia tahu. Dan apa-apaan itu, mengapa ada kerajaan yang berisi anggota seperti iblis, hah!?"
Dia mengerang kesal, tidak beruntung sekali tokoh utama dalam novel ini. Biasanya tokoh utama akan hidup bahagia, tapi ini mengapa sang tokoh utama perempuan harus dihukum mati.
"Dan, seharusnya putra mahkota Claster itu menyelamatkannya. Mengapa dia harus selembek itu,sih? Jika dia adalah kakak, aku jamin Larisa tidak akan bernasib semenyedihkan itu."
"Tidak ada yang mengajari dirimu belajar mengumpat seperti itu Madelyne Christhoper."
Perempuan yang mempunyai nama Madelyne itu langsung membalikan badan, menatap siapa yang menegurnya itu. Dan matanya membulat sempurna.
Kenapa tidak ada satupun pelayan yang mengatakan bahwa ibunya datang sih?
"Pelayanmu sudah memberitahu kedatangan mama, Madelyne. Hanya kau terlalu sibuk dengan semua sumpah serapahmu itu."
Wanita setengah baya yang masih terlihat cantik dan anggun, terbalut dengan gaun yang begitu memukau mulai berjalan mendekati putrinya.
"Ma, aku bisa jelaskan. Sungguh." Ujar Madelyne gelagapan. Ratu Inggris itu mengangguk, pertanda mempersilahkan putrinya untuk menjelaskan penyebab dari setiap umpatan yang dia dengar.
Madelyne menghembuskan napasnya pelan, lagi-lagi emosinya jadi naik ketika mengingat cerita itu.
"Jadi, apa yang bisa kau jelaskan?" Ratu Rosaline kembali berbicara setelah mendapati putrinya yang tidak kunjung bicara.
"Mama tahu, novel yang aku baca ini?" Tanya Madelyne sambil mengangkat buku itu, Ratu Rosaline tentu mengangguk.
Putrinya ini begitu mencintai novel tentang kerajaan-kerajaan fantasi yang dia baca.
"Aku tidak tahu, apa yang penulisnya pikirkan. Dia membuat sang tokoh utama perempuan mati dieksekusi. Dan lagi, tidak akan ada kerajaan yang anggota intinya mempunya sifat yang begitu licik dan kejam. Hah, belum lagi sang putra mahkota yang tidak bisa berbuat apa-apa. Jika itu kakak, aku pastikan Larisa Edbert akan tetap hidup sampai tua nanti."
Ratu Rosaline menyimak dengan baik, dia menjadi sedikit penasaran tentang alur cerita yang ada di novel itu.
"Apa yang membuat Larisa dieksekusi, Madelyne? Dan bisa kau jelaskan mengapa kau terlihat begitu dendam dengan keluarga kerajaan didalam novel itu."
Madelyne berjalan dengan cepat kearah sang ibu,
"Kau tahu Ma? Keluarga kerajaan ini benar-benar licik. Apalagi kakak dari putra mahkota serta kakeknya, aku tidak bisa membayangkan suatu kerajaan berada dalam naungan keluarga seperti itu. Misha De Castello begitu licik tak tertandingi Mah! Oh, Tuhan rasanya aku ingin mengeksekusi mereka jika mereka benar-benar nyata."
Ratu Rosaline tertawa lembut, anak perempuannya ini begitu menjunjung kejujuran dan sangat membenci dengan para penjilat dan manusia licik.
"Tapi tidak sampai harus mengumpat Madelyne. Jika kakakmu tahu, kau pasti akan menanggung akibatnya."
Madelyne langsung menatap ibunya serius,
"Mama tidak sedang berencana mengadu pada kakak tentang diriku kan?"
Ratu Rosaline tertawa, Madelyne begitu menghormati kakaknya. Ketika kakaknya bilang tidak, maka anak ini benar-benar tidak melakukannya.
"Tentu, asal kau bisa berjanji untuk tidak mengumpat seperti itu. Kita adalah panutan, Madelyne. Dan aku harap kau tidak melupakan siapa dirimu sebenarnya."
Lagi-lagi, Madelyne harus mendengar ini. Hei, dia sudah bosan mendengar itu dari dia kecil dan beranjak diumurnya yang sekarang.
"Disini tidak ada orang ratu Rosaline tersayang. Dan aku sangat yakin bahwa tidak ada satu orangpun yang bisa mengikuti prilaku yang barusan aku lakukan."
Ratu Rosaline, menatap anaknya dengan sayang.
"Kau tahu, bahwa kita harus tetap menjaga sopan santun walaupun sedang berada didalam kamar kita sekalipun. Bagaimanapun kau tetap putri kerajaan Inggris. Setiap tutur kata dan perilakumu akan menjadi sorotan untuk banyak orang. Jadi, mama harap ini terakhir kali kau mengumpat seperti itu, kau tidak ingin kembali berkutat dengan buku-buku tebal itu, bukan?"
Madelyne ingat, buku apa yang ibunya maksud itu. Buku-buku yang berisi tentang bagaimana semestinya tuan putri dan semua anggota kerajaan mempunyai sopan santun dan attitude yang baik.
"Kau bercanda, mah? Aku sudah hampir 20 tahun, jika kau lupa. Dan aku tidak ingin kembali kedalam ruangan itu."
Ratu Rosaline tertawa sekali lagi,
"Kalau begitu, kita sepakat. Kau dengan janjimu dan aku dengan tidak menceritakan ini pada kakakmu, setuju?"
Madelyne tersenyum puas, tentu saja setuju.
"Tentu, dan terimakasih untuk kebaikanmu Ratu Ros--" perkataan Madelyne terputus begitu dadanya terasa sangat sakit.
Tangannya langsung memegang dadanya, keningnya berkerut merasakan setiap rasanya.
Ratu Rosaline yang melihat itu dengan cepat memegang pundak putrinya itu.
"Madelyne, kau tidak apa-apa?"
Madelyne menyernyit tidak menanggapi apa yang ibunya tanyakan.
Ini begitu sakit, sangat sakit sampai dia tidak bisa mendeskripsikannya.
Yang dia dengar adalah, suara sang ibu yang memanggil para pelayan, suara langkah kaki yang terburu-buru.
Dia menatap ibunya dengan sayang, sial! Dia seperti ingin mati.
Dia tertawa dalam hati, apakah kematian seorang putri kerajaan akan tidak semasuk akal ini?
Ibunya menatap Madelyne dengan khawatir, dirinya merasa tubuhnya melayang, dia mengalihkan tatapannya kearah samping.
Kakaknya, Thomas Christopher sejak kapan berada disekitar sini."Kak," hei! Ada apa dengan suaranya yang nyaris tidak terdengar itu.
Madelyne mulai merasakan napasnya yang terputus-putus, dadanya tidak bisa meraup oksigen dengan benar.
Matanya begitu berat, sangat berat. Ketika dirinya sudah mulai menutup mata, suara barithon dari sang kakak membuat dia dengan sekuat tenaga menahan agar tidak tertidur.
"Tetap buka matamu, Madelyne. Jangan pernah memejamkan mata barang sedetikpun."
Dia ingin tertawa, bahkan disaat seperti ini kakaknya berani berbicara dengan suara memerintah.
Hei! Adikmu ini, ingin mati, tahu! Bisakah berbicara selembut mungkin. Ingin sekali dia berkata seperti itu.
Tapi apalah daya, untuk berusaha membuat kedua matanya tetap terbuka saja dia sudah tidak sanggup, apalagi harus sampai berbicara seperti itu.
Dia sudah tidak kuat, sebelum mata indah itu tertutup yang dia dengar adalah teriakan dari sang ibu juga kakaknya.
Apakah aku masuk surga setelah ini?
Dan itulah terakhir kalinya Madelyne Christhoper membatin dalam hati.
****
Iya aku tau aku labil dengan ga nyelesain satu crita tpi buat crita yang lain. Tpi sumpah! Entah knpa aku lgi mood buat crita yg kek gni!!!!
KAMU SEDANG MEMBACA
THE KINGDOM OF VILLAINS
FantasyMata itu mengerjap pelan, menyesuaikan cahaya yang meronta-ronta untuk segera diterima. "Kau tidak apa-apa?" Matanya menyipit begitu netranya menatap perempuan yang berada dihadapannya. Wajah perempuan ini tak asing, tapi dimana dia pernah melihatn...