Semua orang berhak bahagia dan mendapatkan kebahagiaan. Tidak peduli seberapa peliknya jalan kehidupan yang telah dilalui.
-
Setelah melepaskan dahaga, mereka kembali ke pantai. Raga yang menyadari akan ada sunset langsung menarik Clara untuk segera menuju pantai. Ia tidak ingin ketinggalan momen yang sangat langka ini.
Saat ini mereka sudah berada di tepi pantai. Clara sedikit sesak nafas karna Raga mengajaknya berlari.
Deburan ombak kian lama kian melambat, tandanya senja akan segera dimulai.
"Ya ampun ga, kenapa kamu pengen cepet-cepet kesini?" Tanya Clara sambil terengah-engah.
"Hehe, sorry banget Clar. Aku cuman ga mau ketinggalan sunset."
"Sunset?"
"Iya, liat Clar, langitnya udh mulai berubah warna."
Seketika Clara langsung mengalihkan pandangannya ke arah langit dan hamparan air laut yang ada didepannya. Perlahan ia mulai takjub melihat detik-detik terbenamnya matahari.
Cahaya jingga yang sangat memikat mata, dari kejauhan mereka mengamati pergerakan matahari yang mulai terbenam.
Clara tersenyum, sampai-sampai ia menangis haru. Seumur hidup baru kali ini ia melihat sunset secara langsung, Ini adalah sunset pertamanya. Tepat di pantai Parangtritis.
Raga merogoh sesuatu sesuatu disakunya, kemudian mengeluarkan kotak kecil berwarna bening dari sakunya.
Raga menekukkan satu kakinya diranah, ia berlutut sambil membuka kotak bening itu di depan Clara.
"Clar, untuk kedua kalinya Raga meminta izin sama kamu. Raga tau, mungkin sebelumnya bukan waktu yang tepat untuk Raga meminta izin untuk membawa Clara kedalam hidup Raga sepenuhnya, tapi sekarang.." Raga menjeda kata-katanya dan menarik nafas kemudian menghelanya.
"Dihadapan Tuhan, ciptaannya, dan sunset sebagai saksinya. Dengan segala kerendahan hati, ntah itu akan terima atau tidak, Raga siap menerima resiko apapun. Dengan mantap juga, Raga kembali ingin membawa kamu dalam kehidupan Raga seutuhnya. Memberi kamu kehidupan baru, membawamu ke tempat yang ingin kamu kunjungi, menghabiskan waktu bersama anak-anak kita kelak, dan menggapai mimpi kita bersama. Clara Sandara Wijaya, apakah Kamu mau menjadi tuan rumah dirumah kita dan ibu dari anak-anak kita kelak? Maaf, Raga terlalu banyak bacot. Intinya, Will u marry me?"
Demi apapun Raga sangat gemetar, sekuat tenaga ia melawan ketakutan yang ada didalam dirinya. Di lihatnya mata Clara dengan penuh harap, mencoba untuk menerka jawaban apa yang akan Clara berikan.
Clara terdiam sejenak, menatap mata Raga yang saat ini benar-benar dipenuhi dengan rasa harap. Mencari celah apakah ada kebohongan disana. Namun nihil, Clara nyaris tidak menemukan satu pun titik kebohongan.
Clara tersenyum kemudian mengangguk pelan, "Iya, Clara mau."
Raga yang masih tidak percaya mencoba meyakinkan kembali, "Serius, Clara mau? Coba di ulangi lagi?"
Clara sedikit jengkel melihat Raga yang membuat harus mengulang, "Iya, Clara mau Ragaaaaa."
"Ya Allah, ini ga mimpi kan?"
"Gak, Raga.."
Raga mencubit tangannya dengan kuat, terasa sakit. Baru lah ia sadar dan percaya. Setelah itu ia bangkit dan berteriak.
"Yesss, yesss, yesss, Alhamdulillah makasih ya Allah." Teriaknya sambil melompat-lompat seperti anak kecil yang kegirangan mendapat es krim.
Clara yang melihat tingkah Raga hanya tertawa sambil menghapus air mata yang keluar dari matanya. Air mata itu adalah air mata kebahagiaannya.
Setelah selesai dengan tingkah konyolnya, Raga memasangkan cincin ke jari manis Clara.
Dan disinilah mereka, dibawah langit yang berwarna jingga dan sunset sebagai saksi awal dimulainya detik-detik perjalanan baru dari kisah mereka. Kedua insan yang tak sempurna, namun memiliki satu tujuan untuk menjadi seorang hamba yang ingin menyempurnakan separuh dari iman mereka.
***
Clara yang sedari tadi tidak mampu menyembunyikan senyuman yang ada diwajahnya. Membuat siapa saja yang melihat langsung bisa menebak suasana hati Clara. Ia seperti manusia yang paling bahagia hari ini.
Bude yang melihat perubahan ekspresi Clara dari ia sampai dirumah sampai sekarang membuat bude semakin penasaran. Ada gerangan apa anak gadis ini tersenyum-senyum?
"Ekhemm." Bude berdeham sebelum ia memulai pembicaraannya. "Ono opo toh nduk? Dari tadi bude liat kamu seperti nya seneng banget. Sini dong cerita sama bude.
Clara yang mendengar itu langsung tersentak, ia bingung harus memulai ceritanya dari mana. Ia sangat bahagia.
"Anu.. bude,"
"Waduhh, kamu ini bikin bude makin penasaran aja." Ucap bude semakin penasaran melihat Clara yang menggantung kata-katanya.
Clara menarik nafas kemudian menghelanya, "Raga.."
"Iya, kenapa sama Raga?"
"Raga ngelamar aku." Jawab Clara sambil menunduk, demi apapun dia sangat malu jika seseorang ingin mengetahui soal asmaranya.
"Wah, beneran nduk? Alhamdulillah, bude seneng mendengarnya. Jadi gimana? Kapan nih mau diresmikan?"
"Insyaallah, abis pulang nanti. Kami akan diskusikan lagi sama keluarga."
Bude yang tadinya sangat senang, tiba-tiba raut wajahnya berubah menjadi murung.
Clara yang melihat itu langsung panik dan bingung, sekaligus bertanya-tanya apakah ada yang salah dari cara bicaranya, "Hmm, kenapa bude? Kenapa tiba-tiba wajah bude murung?"
"Setelah mendengar kata pulang, bude jadi sedih. Bude teringat kalo hari ini hari terakhir kamu nemenin bude disini." Ucap bude dengan nada sedih.
"Bude, bude jangan sedih.. Clara bakal sering-sering ke Jogja nemuin bude. Bude jangan takut ya."
"Kamu serius, nduk?"
Clara mengangguk, "Iya, bude."
Bude tersenyum dan memeluk Clara, "Terimakasih ya nduk, bude ngerasa gak sendirian lagi."
"Sama-sama bude, bude sehat-sehat terus ya. Pokoknya bude harus datang di hari bahagia Clara. Bude udah kayak orang tua Clara sendiri. Dan sebagai anak, Clara juga meminta restu Bude untuk pernikahan Clara nanti."
"Iyo, nduk. Restu bude selalu menyertai kalian berdua. Semoga kamu dan Raga selalu diberi kebahagiaan. Langgeng sampai maut memisahkan. Tidak ada yang akan memisahkan kalian selain maut." Ucap Bude sambil mengusap kepala Clara.
"Aamiin, terimakasih bude."
"Meski kamu bukan anak kandung bude, sejak awal kamu datang ke rumah ini. Bude udah nganggap kamu seperti anak bude. Dan bude akan selalu doakan yang terbaik untuk kalian berdua. Layaknya seperti bude mendoakan kebahagiaan untuk anak bude."
Kehangatan semakin terasa didalam rumah yang sudah lama dingin tanpa adanya kebersamaan lain. Waktu berjalan begitu cepat, meski kehadirannya cukup singkat dan sekarang rumah itu seperti dipenuhi dengan kehangatan. Clara berhasil mengembalikan cahaya yang sudah lama redup.
Begitulah kehidupan, kita tidak akan pernah tau kapan kebahagiaan datang. Untuk mendapatkan itu kita hanya cukup sabar dan menjalani hidup sewajarnya. Jangan mencari kebahagiaan, sebab sampai kapanpun kita tidak akan menemukannya. Biarkan kebahagiaan itu datang dengan sendirinya. Sebab, kebahagiaan hanya akan menghampiri mereka yang bersabar dan selalu berada di jalannya. Trust me.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ragala - Completed✓
Teen Fiction𝑫𝒊𝒃𝒖𝒏𝒈𝒌𝒂𝒎 𝒐𝒍𝒆𝒉 𝒌𝒆𝒏𝒚𝒂𝒕𝒂𝒂𝒏 𝒅𝒂𝒏 𝒅𝒊𝒅𝒆𝒘𝒂𝒔𝒂𝒌𝒂𝒏 𝒐𝒍𝒆𝒉 𝒌𝒆𝒂𝒅𝒂𝒂𝒏 Orang-orang datang lalu pergi dalam kehidupannya. Peliknya kehidupan membuatnya nyaris putus asa. Bahkan ketika ia menginginkan sesuatu, ia lebih me...