Saat Ran sedang ingin beranjak dari situ, tiba-tiba dia terhenti karena Sanzu menahannya.
Dia melirik pria bersurai pink itu, mata Sanzu terbuka tipis, meskipun tangannya menarik kemeja Ran, dia tidak menatap Ran sedikit pun.
"Rindou aku mohon tetap disini!"
Ran yang awalnya lembut, tiba-tiba jadi naik pitam.
"Oi aku Ran, bukan Rindou sialan."
Aneh tapi perasaan apa ini, Ran memegang dadanya rasanya panas dan perih menjadi satu. Saat mengetahui orang yang paling dia benci salah memanggil namanya.
Sanzu tidak menjawab, terlalu sulit untuk menjawabnya. Dadanya sesak setiap kali dia mengingat adegan dimana dia dan Ran bercinta, mengingatnya bahwa dia telah menyakiti orang yang paling dia sayangi, namun tangannya masih setia memegang erat kemeja Ran yang dia kira Rindou, sepertinya tidak akan terlepas.
"Aku hanya akan mencari kain basah untukmu, jadi lepaskan tangan mu." Ran menghela nafas panjang, dia ingin melepas tangan Sanzu dari kemejanya, jika tidak segera mengambil kain basah, dia takut demam Sanzu akan semakin parah.
Belum sempat memegang tangan Sanzu, Sanzu telah menkode Ran untuk tidak melepaskan paksa tangannya dari kemeja milik Ran, sampai terus memandang Ran sambil berkaca-kaca. Terlihat sangat menyedihkan, diposisi ini Rindou lah yang lebih dibutuhkan Sanzu dari pada Ran.
"Rin tetaplah disini."
Mata Ran terbuka lebar, tidak tau apa yang harus dia lakukan. Mengingat dia tidak mungkin menyuruh Rindou merawat Sanzu, dia harus segera memberinya perawatan jika tidak Sanzu akan lebih parah, tapi dia juga tidak bisa bergerak mengingat Sanzu terus memegang ujung kemejanya.
Mungkin dia sedang berhalusinasi bawa Ran adalah Rindou.
"Ada apa dengan mu, aku hanya pergi sebentar, dan akan segera kembali."
Ran menutup mata, memijat keningnya. Dia tidak boleh melihat ekspresi yang dibuat Sanzu sekarang, sungguh menggemaskan seperti neko yang memohon kepada majikannya. Tapi dilain sisi, jantungnya terus berdetak kencang.
Disaat yang sama Sanzu menatap Ran, dia terus menarik baju ran, meskipun tubuhnya bergetar hebat.
"Jangan meninggalkanku.....!"
"Apa?"
Suara Sanzu terdengar memberat, matanya terpejam meskipun air mata masih setia mengalir di kedua pipi itu.
"Apa kau tau? Mengapa dulu aku terus mengejar mu Rin."
Sejujurnya entah perasaan apa yang dirasakan Ran saat ini, yang jelas hatinya sangat panas. Meskipun dia masih belum tau perasaan apa ini.
"Itu karena kau orang pertama yang mengakui keberadaan ku, kakak dan adikku tidak pernah mengakui keberadaan ku, meskipun luka di bibir ini terjadi karena aku menyelamatkan Senju."
Ran tidak habis pikir, memangnya seperti apa kehidupan keluarga haruchiyo sebenarnya? Mengingat Sanzu pernah berkata bahwa dia anak tunggal, dan gobloknya dia juga pernah percaya.
"Kau mungkin lupa, saat itu umur kita baru 6 tahun. Aku menangisi karena keluargaku tidak ingin mengobati luka di bibir ini, tapi kau datang dan berkata kalo luka yang aku miliki cukup keren."
Suara Sanzu terdengar bergetar, tangannya masih setia memegangi kemeja Ran, sementara di satu sisi Ran nampak seperti orang bodoh saat ini. Dia harus mendengarkan keluh kesah Sanzu, yang sebenarnya ditunjukkan kepada sang adik bukan dirinya.
"Saat itu kau mengulurkan tangan sambil berkata Haitani Rindou, jadi jangan lupakan itu karena kau sekarang punya aku. Sambil tersenyum kau memberikanku permen."
Kini kedua tangan Sanzu terlepas, dengan posisi terlentang Sanzu tersenyum.
Ran menundukkan wajah, matanya tidak henti memandang pria bersurai pink itu. Dia bingung harus bereaksi seperti apa? Meskipun dia tau Sanzu tidak sadar mengatakan semua itu.
Apa yang dilakukan Rindou, sehingga Sanzu bisa bersama kakak dan adiknya. Lantas mengapa dulu saat aku berusia enam tahun tidak bertemu dengan Sanzu, padahal kemanapun Rindou pergi aku pasti ada, apa itu yang dinamakan takdir.
"Maaf tapi aku bukan Rin..... "
Suara dengkuran kecil terdengar dari mulut Sanzu, Ran terkekeh geli mendengar suara itu.
Seketika ruang menjadi sepi hanya suara jam Beker yang terdengar, mungkin sebaiknya untuk sementara waktu ini, Ran tutup mulut akan kejadian yang baru dia dengar.
***
Sementara saat ini Rindou baru saja selesai menemui seseorang, wajahnya terlihat murung. Entah siapa yang dia temui, tapi yang jelas pria bersurai dwiwarna itu, Namak murung.
"Kapan semua ini berakhir."
Kini Rindou memutuskan berjalan menuju taman, dia ingin mencari udara segar. Dalam beberapa hari terakhir ini, banyak sekali masalah yang terus berdatangan, Sanzu baru kembali dari Italia tapi bukannya membuat dia senang. Malah membuatnya sedih, mengingat kondisi Sanzu yang sedang sakit.
Dan sekarang masalah muncul dari sisi Rindou, sebuah batu kecil telah berubah menjadi tembok pemisah.
"Apa rahasia ini aku bongkar saja?"
Sebenarnya Rindou tidak pernah berniat menyembunyikan rahasia kepada siapapun, mengingat dia juga tidak suka orang yang berbelit-belit. Tapi ini karena mamanya melarang siapapun tau tentang kondisi Rindou saat ini, termasuk Ran, mamanya bilang nunggu waktu yang tepat Rin.
"Apa Chiyo tetap sayang dengan kondisi Rin saat ini?"
Sebuah tanda tanya besar terus bermunculan dipikirkan Rindou.
Sesampainya di taman, Rindou duduk di bangku dekat bunga tulip. Dia merogoh kantung celananya, menunjukkan sebuah kertas yang di yakini dari pria yang baru ditemui.
Kalo dia bisa memilih dia tidak ingin ini semua terjadi.
Kriuuk kriuuk kriuuk....
Mengetahui perutnya keroncongan membuat wajah Rindou merah, akibat menahan rasa malu, mengingat sekarang dia berada di tempat umum.
"Lebih baik aku cepat cari makan."
Rin bukanlah orang yang suka memilih makanan, dia tau betapa sulitnya membuat bahan-bahan mentah menjadi makanan enak, karena itu dia tidak pernah berkomentar. Bahwa makanan yang dia makan tidak enak, apa lagi dia juga sadar bahwa dia tidak bisa masak.
"Lebih baik aku beli cimol saja."
Memang disekitar taman banyak sekali pedagang keliling.
"Cimol satu prosi bang."
"Padas apa nggak neng."
"Maaf bang saya laki-laki."
"Oh maaf."
Rin hanya tersenyum menanggapi, ucapkan dari pedagang cimol itu.
"Jangan terlalu pedas."
Selesai pesanannya di buat, Rindou memutuskan pergi ketempat duduk dia barusan.
Saat sedang asyik-asyiknya makan, sebuah kotak menyentuh pipinya. Rin yang reflek langsung melemparnya, sementara sih pelaku atau sih korban hanya mematung.
"Kenapa kau buang kotak itu."
Rindou yang mengetahui Suara itu cukup familiar, segera berbalik badan. Dan benar saja, seorang bersurai Lilac sedang tersenyum lembut diharapkan.
"Kak suya."
Sebuah pelukan hangat diberikan Rindou, mengingat mitsuya selalu mendukung setiap langkah yang dia tempuh, bukan seperti kakaknya yang selalu menentangnya.
Akhirnya mitsuya muncul juga di chapter ini.
Oh ya jangan lupa command ya
See y.....
KAMU SEDANG MEMBACA
Sorry [ RanXSanzu ] End
Fanfikceentah sejak kapan hubungan itu terjadi, yang jelas ran sangat menyukai kekasih adiknya sendiri. ran sadar jika yang dia lakukan itu salah, toh dia juga sudah punya kekasih. tapi mau dipungkiri bagaimana pun juga, ran tetap lah manusia biasa. tempat...