Tanggal 31 Desember, tepatnya saat libur menuju semester kedua di kelas dua belas, Nana meninggal dunia. Gadis berambut hitam legam sepanjang dada itu mengakhiri hidupnya lebih cepat dari pada bercandaannya di toko buku kala itu.
Berita duka itu benar-benar mengguncang Jullia. Ia tidak bisa menduga hal sedih seperti itu bisa merusaknya hanya dalam seketika. Ia pikir ia bisa tumbuh bersama dan terbang bebas bersama Nana dalam label dewasa nantinya. Tapi ia lagi-lagi kembali ditinggalkan seorang diri tanpa ada orang yang bisa ia percaya untuk ke depannya.
"Lu dengan rambut pendek lebih keren dari pada rambut panjang lu." Itu dalah kalimat terakhir pada surat yang ditinggalkan oleh Nana.
Nana memtong rambutnya sepanjang dengan daun telinganya sebelum mengakhiri hidupnya. Gadis itu memilih menggantung dirinya di kamar ketika malam tahun baru. Ia ditemukan oleh neneknya, orang yang paling tidak ingin oleh Nana untuk menemukan jasadnya terlebih dahulu.
Nana sudah membeli perlengkapan kematiannya sendiri. Ia juga sudah membersihkan dirinya dan merapikan kamarnya sebelum kematiannya. Ia seperti bisa menduga jika bunuh dirinya akan benar-benar terjadi dan ia akan mengakhiri hidupnya segera.
Perwakilan OSIS serta ketua dan wakilnya, murid-murid satu kelas serta guru-guru datang ke pemakan Nana saat itu. Evan, Andi dan Tora juga datang. Mereka tidak bertegur sapa dengan Jullia yang matanya sangat sembab. Tidak ada orang yang terlihat sangat sedih selain Jullia dan neneknya Nana di sana.
Dan Jullia benar-benar menghentikan dirinya untuk terbang bebas sesaat.
"Gue pernah berada di posisi lu, dan gue menyalahkan diri gue hampir berbulan-bulan. Tapi ini sama sekali bukan salah lu. Dengar, Jul, Nana pasti ingin lu benar-benar terbang setelah lulus. Dia inign lu yang sukses menggantikan dirinya. Kehidupan kadang berjalan seperti itu." Evan memberanikan berbicara sebelum akhirnya ia kembali ke rumahnya.
Jullia tidak merespon dengan kata-kata, gadis itu hanya mengangguk, kemudian pergi meninggalkan Evan di halaman rumah Nana.
Sudah Empat tahun berlalu sejak kematian Nana, dan rasa menyalahkan diri itu masih ada, mungkin sangat besar rasanya masih. Tapi Jullia sudah berjalan maju, lebih cepat dari pada yang biasanya. Entah sebuah keberuntungan atau apa, komik yang ia usahakan di sebuah platform, berhasil mendapatkan posisi resmi dan ia bisa mendapatkan uang dari sana.
Ia memulai cerita pertamanya yang berjudul This Us. Komik bergenre drama dan fiksi remaja itu berhasil mendapatkan posisi ketiga pada minggu kelima tayangnya. Ia sangat senang sekaligus sedih sebenarnya. Hal yang membuat Jullia sedih adalah, ia secara langsung juga melihatnya, bahwa komik Another Life terpajang di bagian tamat.
Komik itu tidak tamat sedikit pun. Pada musim ketiga di bab ke dua puluh, komik itu berhenti update dan langsung berada di posisi tamat. Ada catatan komikus pada akhirnya. Komikus Ethanios mengucapkan permintaan maaf sebsar-besarnya, dan memberikan alasan mengapa komik itu tamat begitu saja. Alasannya adalah sang komikus hendak menyembuhkan diri setelah terkena penyakit tulang. Lalu berselang itu, komikus Ethanios tidak pernah mempublikasikan cerita lamanya atau bahkan cerita baru lagi.
Jullia secara sehat bersaing dengan komikus hebat lainnya. Ia bukan apa-apa, tapi berusaha keras untuk menjadi orang yang bisa diakui. Ia tidak menyesal atas pilihannya berhenti bekerja dengan Evan.
Ia tetap belajar lebih giat dari biasanya dan bisa keluar dari rumah. Jullia memulai kehidupannya di luar kota dan berusaha keras mendapatkan posisi resmi itu. Ia sangat ingin menunjukkannya pada Nana, namun sayang gadis itu sudah tidak ada lagi di sampingnya, benar-benar hal yang sangat disayangkan.
Gadis yang sudah mulai memnjangkan rambutnya itu kini tengah membaca tweet-tweet yang berdatangan di berandanya. Ia masih menggunakan akun lamanya untuk membuat sosial media yang tertera di panel akhir pada ceritanya.
Komentar-komentar mulai berdatangan. Entah tentang gambarnya yang luar biasa atau karena dirinya yang merupakan partner lama dari komikus Ethanios. Komentar tersebut kembali menaikkan nama komikus Ethanios sehingga hal tersebut membuat dirinya juga merasa tidak enak.
Empat tahun memang bukan waktu yang sebentar, tapi rasanya seperti angin lewat. Pandemi berakhir satu tahun yang lalu, namun masih ada kemungkinan jika akan terkena virus itu lagi, semua warga hanya diminta untuk waspada.
"Iya iya, ini baru mendarat, loh. Iya, langsung ke rumah. Iya, daah".
Jullia menghela napas panjang ketika panggilannya ia matikan. Ia kembali menyimpan ponselnya ke dalam saku lantas menarik kopernya kembali. Senyumannya merekah ketika ia melihat laki-laki dengan topi berwarna putih serta baju kemeja berwarna hijau dan celana jeans.
Jullia meninggalkan kopernya sejenak lantas memeluk laki-laki itu. "Bagaimana penerbangannya, Jul?"
Jullia tersenyum lebar. "Aman, Tor."
Tora melepaskan pelukannya, lantas menarik koper milik Jullia dan jalan bersebelahan dengan gadisnya itu.
Kira-kira dua tahun lalu, saat Tora memberanikan diri menerima pekerjaan di luar kota, ia kembali bertemu dengan Jullia secara tidak sengaja di toko baju. Lalu Tora juga memberanikan dirinya untuk mengutarakan perasaannya. Tapi perasaannya itu baru dibalas satu tahun lalu.
Tidak ada yang menyangka itu.
"Bagus deh kalau lu balik ke sini lagi. Jadinya Gilang, kan, nggak berani macam-macam", ujar Tora saat ia mulai memijak pedal gas mobil milik ibunya.
"Bagus buat Gilang apa buat lu?"
"Dua-duanya, sih," balas Tora sembari tertawa.
Jullia juga tertawa kecil. Semuanya perlu waktu. "Jadi, makasih banget, Tor. Yang lain gimana kabarnya?"
Tora memutar stir, kemudian menatap Jullia sebentar dan matanya tertuju kembali pada jalan. "Biasa sehat semua. Andi udah jadi model pro dia. Kak Jeya kalau nggak salah udah buka klinik sendiri. Terus Evan, dia masih kuliah di universitas swasta asrama kalau nggak salah."
"Wahaha beneran aman, ya!"
"Yoi. Komik lu gimana, aman?"
Jullia mengangguk. "Aman. Cuman komentar buruk udah gue saring, jadinya aman bangetlah. This Us bakal gue tamatin pokoknya."
"Bagus kalau begitu."
Entah bagaimana bagi Jullia untuk mengugkapkannya. Ia berhasil melewati masa krisis atas kehiupannya sendiri. Ia sudah bisa memberanikan diri untuk melakukan sesuatu, ia bahkan berani untuk mencoba hal baru. Dirinya benar-benar mengepakkan sayap yang sempat patah itu.
Jullia terus menyembuhkan sayapnya sendiri, menjadi lebih baik kemudian mencoba untuk terbang lagi. Kehidupan itu seperti itu baginya. Para pemburu yang terus memburu burung digambarkan sebagai cobaan hidup baginya. Lantas angin adalah orang yang membantunya. Terbang bebas adalah pilihan untuk melakukannya atau tidak. Jullia tidak sedikit pun menyesal atas apa yang ia lakukan. Ia bersyukur atas semuanya.
Ia juga bersyukur atas Tora, karena laki-laki itu ia juga bisa maju lebih baik dari yang ia pikirkan.

![](https://img.wattpad.com/cover/289201450-288-k503513.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Terpaksa Melanjutkan Komik Karena Salah Akun✅
Teen FictionEthan, komikus yang sudah lama hiatus kembali muncul di permukaan sosial media karena kesalahannya me-retweet sebuah postingan gambar penggemar milik artist bernama JULLY. Kesalahannya semakin terasa fatal setelah editor mulai menelponnya dan menje...