Pagi hari yang lengang membuat Jullia merasa ingin terbebas dari apa pun. Tidak terkecuali dari Nana yang kini tubuhnya tengah menghimpit dirinya.
Jullia menepuk pelan pundak Nana, dan perlahan semakin keras. "Woi! Bangun!"
Nana bergerak sedikit, tangannya menempel pada pipi Jullia layaknya menampar pemilik kamar.
"Pasti enak banget nampar gue di mimpi, ya, Na." Jullia bergerak, perlahan menggeser tubuh Nana.
Tangannya kembali bergerak, menyentuh pinggang Nana, dan menggelitik gadis dengan jaket hitam yang membalutinya."Stop! Stop! Iya gue bangun. Gue bangun!"
Jullia berhenti menggelitik gadis itu dan tertawa puas. "Dah sana mandi, katanya lu mau usut oknum yang bermasalah."
"Minjem baju ye," Nana bersuara dengan mulutnya yang menguap.
"Iye iye."
Jullia meregangkan tubuhnya dan melakukan beberapa pemanasan sebelum tubuhnya menyentuh air. Setiap hari, Jullia tidak akan melupakan aktivitas penting seperti itu.
Setelah selesai melakukan pemanasan, Jullia berjalan keluar dari kamarnya menuju dapur. Tangannya mengambil dua susu kotak serta beberapa bungkus roti dengan selai coklat. Ia dengan cepat kembali lagi ke kamarnya.
Sejak ia mengetahui apa yang terjadi pada kehidupan Nana, Jullia membiarkannya menginap di rumahnya, mengingat ayahnya juga sudah memberi izin terlebih dahulu.
Nana tinggal bersama nenek, kakeknya, serta beberapa tantenya. Hanya saja kehidupannya tidak terlalu menyenangkan. Tantenya adalah orang tua kolot yang selalu menyalahkan cara berpakaian Nana. Tak jarang, Nana juga mendapat perlakuan 'mendidik' yang cukup kasar.
"Nanti nginap lagi?" Jullia bersuara saat Nana keluar dari kamar mandinya.
Nana menggeleng. "Nggak. Pulang aja, ntar ributnya makin parah. Mbah juga udah tua, kasian kalau denger tante tante pada teriak," balasnya sembari memasang aksesoris serba hitam pada tangannya.
"Hoo. Noh sarapan dulu, adanya susu ama roti. Bang Gio kayaknya ga sempat masak tadi pagi." Jullia menunjuk nakas yang ada di sebelah kasurnya.
"Gapapa. Makasih banget, Jul, udah mau nampung lagi."
Jullia tidak membalas, ia hanya melambai di atas kursinya. Matanya kini fokus di depan laptop mulai melanjutkan pewarnaan yang tersisa kemarin hari.
Setelah mengirimkan bab pertama pada musim ketiga ke Evan, ia juga segera mendapatkan revisian di beberapa halaman, tapi tidak banyak.
"Kata editor sih, ini jauh terasa lebih fresh dari sebelumnya. Makasih banget, ya."
Jullia kembali mengingat ucapan yang membuatnya tersenyum lebar sepanjang mengerjakan pewarnaan.
"Woi! Gue pamit nih. Bajunya gue balikin hari senin, ye."
Jullia kaget, kemudian menoleh ke arah Nana dan mengangguk. Ia berdiri dari tempatnya dan mengantar Nana hingga ke pintu depan. Karena jarak dari rumah Jullia menuju halte tidak terlalu jauh, Nana merasa sedikit lega.
"Waktunya kerja!" Jullia berseru saat pantatnya kembali menduduki kursi empuknya. Tangannya meraih sebuah merchandise anime berbentuk bantal kemudian meletakkannya di paha. Tangannya kembali mengambil stylus pen dan membuka kanvas yang sudah ia kerjakan sebelumnya.
𖠾𖣇𖠾𖣇𖠾𖣇𖠾
Sebenarnya Evan tidak mengerjakan pekerjaan OSIS, karena tugas itu hanya laporan mengenai event beberapa bulan lalu. Ia hanya ingin menghindari Jullia sejak mendengar apa yang diucapkan oleh Tora.
KAMU SEDANG MEMBACA
Terpaksa Melanjutkan Komik Karena Salah Akun✅
Novela JuvenilEthan, komikus yang sudah lama hiatus kembali muncul di permukaan sosial media karena kesalahannya me-retweet sebuah postingan gambar penggemar milik artist bernama JULLY. Kesalahannya semakin terasa fatal setelah editor mulai menelponnya dan menje...