𖠾04𖠾

13 9 0
                                    

Sore sepulangnya Evan dari tempat perjanjian untuk bertemu dengan Jully, atau Jullia, ia merasakan perasaan tidak nyaman di dalam dirinya.

Di dalam kamar yang bahkan tidak terlalu sempit untuknya, ia merasakan tidak nyaman setelah sekian lama. Ia sadar jika dia bereaksi berlebihan, bahkan tidak seharusnya begitu pada Jullia yang jelas-jelas tidak terlibat apa pun. Jullia hanya murid SMK yang aktif dalam beberapa kegiatan.

Semua murid di jurusan multimedia juga tahu saat Jullia bergabung di komunitas manga, atau saat ia mempromosikan komunitas itu setelah jadi senior. Ia hanya anak aktif yang suka berkomunikasi dengan beberapa orang. Mulai dari guru, kakak kelas, dan juga adik kelas. Jullia sendiri akrab dengan temannya, Tora, karena ketika ada tugas dokumentasi, mereka berdua selalu ada di mana-mana. Sungguh berbeda dengan dirinya.

Evan melenguh panjang di atas tempat duduknya yang terasa sangat empuk. Di depannya, komputer sudah menyala dengan beberapa dokumen yang sudah terbuka. Di antaranya adalah skenario untuk komik yang disusun berdasarkan babnya. Gambar tiap panel yang mencapai puluhan itu benar-benar sudah membuat Evan kelelahan. Ia merasa sudah tidak terbiasa dengan kegiatan yang terasa asing itu.

"Bang Epaaan!"

Pintu kamar Evan terbuka lebar, menampakkan dua orang adik perempuan kembarnya yang mulai memasuki kamarnya. "Bang, beliin es krim!" ujar gadis yang rambutnya tidak diikat bersuara.

"Beliin coklat!" gadis yang rambutnya diikat seperti ekor kuda turut bersuara.

Evan menghela napas sejenak. "Kagak ada duit abang. Besok, deh, besok."

"Maah, Bang Epan pelit!"

Evan bergerak dari tempatnya, mengejar kedua adik kembarnya yang keluar dari kamar. Kesenangan itu hanya untuk sejenak saja, hanya untuk menghilangkan ketegangan. Setelah ia tidak berhasil menangkap adiknya, ia keluar dari rumahnya dan memulai panggilan.

"Halo, Kak Risa? Iya. Saya akan melanjutkan komik Another Life. Saya akan mengumpulkan beberapa bab sebelum mengaktifkan akun terlebih dahulu. Iya. Siap. Baik, Kak! Terima kasih!"

Malam itu, Evan kembali bertekad pada komiknya untuk diselesaikan, dan kembali membaca naskahnya. Hingga pagi menjelang, ia merasa lebih menyenangkan dari sebelumnya. Ia bisa melupakan permasalahannya sejenak hanya dengan membaca komik miliknya. Jari-jarinya malam itu berulang kali mencoba menggambar semua karakter aktif miliknya.

"Mungkin gue bakal sedikit kaku karena emang udah jarang banget menggambar. Terus ntar lu lebih ke coloring. Bisa, enggak? Soal lineart ama background gue bakal minta tolong sama temen temen gue, yah, yang pasti lu udah kenal."

Jullia masih tidak mengerti dengan apa yang terjadi. Hatinya belum siap untuk melihat Evan lagu setelah apa yang terjadi. Saat siang kemarin, Evan memang mencegahnya untuk pergi, dan menjelaskan situasi kondisinya. Bagaimana ia harus bekerja, atau bahkan perjanjian yang harus disepakati. Tapi, ia benar-benar tidak menyangka akan langsung mendapatkan apa yang harus ia kerjakan.

"Tunggu, ini langsung?" Jullia berseru sebelum Evan menambah penjelasannya. Napasnya menderu kencang, detakan jantungnya berbunyi cepat tidak karuan. Jullia bahkan merasa tubuhnya memanas saat berada di dekat Evan. Ia takut wajahnya yang memerah dilihat oleh Evan, tapi sebenarnya ia sangat senang.

Evan mengangguk pelan. "Gue minta maaf juga atas apa yang gue ucapin kemarin sekali lagi. Tapi, karena gue udah lapor ke editor bakal segera balik, jadi mau gak mau harus kerja cepet, paling enggak, dua sampai tiga bab udah selesai. Untuk sekarang, sih, satu bab udah cukup buat ngejelasin dan nyebarin kabar ini di media sosial. Kita bisa mulai kerja sama ini lusa, soalnya di studio nanti ada yang harus gue rapiin."

Terpaksa Melanjutkan Komik Karena Salah Akun✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang