8

36 4 0
                                    




Gue mengerjapkan mata. Bau obat-obatan memasuki indra penciuman gue.

Gue di rumah sakit. Gue bisa ngeliat kalau ada infusan di tangan gue.

"Hiks, Rys. Lo buat gue khawatir," tangis Rere yang ada di sebelah gue.

Gue nengok terus senyum. "Gue gapapa."

Kemudian gue sadar akan sesuatu. Gue megang perut gue.

"Kandungan lo untungnya gapapa, Rys. Walau lo tadi hampir keguguran," ucap Rere yang mungkin ngeliat gue.

Rere udah tau ternyata.

Gue menghela napas lega mendengar dia baik-baik aja.

"Rys, kenapa lo gak kasih tau gue? Kenapa lo nyembunyiin semuanya sendiri? Jadi ini alasan lo tiba-tiba ambil kuliah online? Lo anggap gue apa, Rys? Gue sahabat lo kan?" cecar Rere dengan air mata yang masih mengalir.

"Maaf, Re. Gue takut. Gue takut reaksi lo pas lo tau gue udah kek gini," ucap gue.

"Gue khawatir banget pas dateng ke rumah lo dan lo udah pingsan. Gue syok pas denger dokter bilang kalau lo hamil. Gue gak akan jugde lo, Rys. Gue tau lo salah, tapi gue gak akan nge-jugde lo sembarangan," ujar Rere sambil menghapus air matanya.

"Maaf, Re." Gue nunduk. Gue terharu pas ngedenger Rere bilang gitu, tapi apa reaksi orang lain akan sama?

"Baru gue yang tau lo hamil? Chenle gimana? Om tante lo? Yang lain?" tanya Rere.

"Baru lo, Re. Dan gue mohon tolong sembunyiin kehamilan gue ya?" pinta gue.

"Kenapa?"

Gue diem gak ngejawab.

"Oke, gue gak akan ngasih tau siapa pun. Tapi, lo harus jawab pertanyaan gue."

Gue ngangguk.

"Siapa yang bikin lo hamil? Lo dipaksa ngelakuin itu?"

"Orang yang gue suka dari dulu dan sekarang udah pacar gue. Enggak, gue gak dipaksa. Kita lakuin itu karena sama-sama mau, meski gue ngerasa salah," jelas gue.

"Siapa? Gue kenal? Jawab, Rys," desak Rere.

"Renjun."

Rere keliatan kaget ngedengernya. "Maksud lo? Lo have crush sama dia? Udah dari kapan? Maksudnya dia udah bertahun-tahun kenal sama kita."

"Dari awal gue ketemu sama dia."

Rere keliatan berusaha nenangin dirinya sendiri.

"Gue— lo harus kasih tau Renjun kalau lo ngandung anaknya, Rys. Bagaimanapun di berhak tau, dia ayah dari bayi lo," ujar Rere tapi gue ngegeleng.

"Kenapa?"

"Gue takut, Re. Gue takut reaksi Renjun. Gue takut dia gak nerima bayi gue," jawab gue.

"Rys, seharusnya dari awal dia ngelakuin itu sama lo dia udah tau konsekuensinya kalau lo bisa aja hamil. Dan gue yakin dia pasti nerima, dia orangnya bertanggung jawab, Rys," ucap Rere.

Tapi, gue masih diam.

"Kalau lo gak mau, biar gue yang bilang sama dia. Biar gue marahin dia, bisa-bisanya bikin sahabat gue hamil."

"Jangan, Re. Gue mohon," cegah gue.

"Gue gak mau konsentrasi dia di sana keganggu," tambah gue.

"Lo harus bilang ke dia, Rys."

Gue ngegeleng kuat.

"Saat waktunya tepat, gue pasti bilang ke dia."

Rere menghela napas lelah. "Terserah lo, Rys. Gue cape nasehatin kepala batu kaya lo."

"Yaudah lo istirahat gih. Lo harus bedrest selama beberapa hari," suruh Rere pada akhirnya.

"Gue keluar dulu ya. Gue mau nyari makan," ijin Rere dan gue ngangguk.

Sebelum keluar dari ruangan gue, Rere bilang sesuatu. Keknya dia bisa ngebaca pikiran gue deh.




"Lo jangan kebanyakan overthink deh. Kasian bayi lo."

Mistake | Huang Renjun ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang