[EPILOG] Tentang Kita, dan Semua yang Pernah Ada

3.3K 447 77
                                    

Bismillahirrahmanirrahim, ini ending, temen-temen^^
Sebelum baca, boleh ngga, ganti dulu ke mode gelap? Hehe. Kalo sudah, terimakasih dan selamat membaca!

••••••

Hujan mengguyur ibukota semenjak setengah jam lalu, membuat melodi indah yang mengalun dari benda pipih milik Azka itu terdengar sayup-sayup. Jam sudah menunjukkan pukul satu malam, namun laki-laki itu tak berniat sama sekali untuk menutup halaman dari buku yang sedang dia baca. Sudah puluhan lagu yang mengalun dari benda itu sejak lima jam yang lalu dirinya terduduk nyaman di kursi itu.

Terkadang dirinya termangu saat sebuah lagu membuatnya merasakan sesuatu. Dia terdiam, seperti saat ini.

Rekam gambar pedihmu yang terabadikan bertahun silam

Putra putri sakit hati ayah ibu sendiri

Momen t'lah lama mati hubungan yang menyepi

"Wisata masa lalu, kau hanya merindu, mencari pelarian, dari pengabdian."

Clek.

Senandung itu berhenti saat seseorang membuka pintu kamar Azka tanpa mengetuk terlebih dahulu. Laki-laki itu reflek menoleh kearah pintu yang menampakkan sosok Aksa, dengan tampilan seperti biasa. Wajah datar, dan tanpa mengatakan sepatah kata apapun laki-laki itu langsung masuk dan mendudukkan diri di ujung ranjang Azka.

"Kenapa, Bang?"

Tanya Azka tanpa menoleh pada sosok yang sedang dia punggungi, tanpa menoleh sedikitpun pada Aksa. Dan tentu saja pertanyaan itu tak dijawab sama sekali oleh Aksa. Laki-laki itu memilih menutup mulutnya dan enggan hanya untuk sekedar membuka suara. Sama halnya juga dengan Azka, dia sama-sama terdiam, tak berniat membuka topik pembicaraan.

"Capek ngga sih, jadi lo?" Jemari laki-laki yang sedang sibuk menggores tinta di atas kertas itu berhenti saat mendengar pertanyaan yang baru saja dilontarkan padanya. Azka tidak ambil pusing, laki-laki itu kembali melanjutkan pekerjaannya yang sempat tertunda.

"Yang namanya manusia, ngga luput dari capek."

Aksa berdecak. "Lo ngerti ngga sih, maksud dari pertanyaan gue?"

"Gue ngga berharap untuk ngerti."

Denting jam bergulir, membiarkan kakak beradik itu larut dalam keheningan malam. Raut wajah mereka sama-sama tak terbaca, gelapnya bahkan hampir sama seperti malam. Azka rasa laki-laki itu kesal dengan jawabannya yang mengada-ada, bahkan baru pertama kali Aksa mau terbuka dan menginjakkan kaki di kamarnya. Biasanya laki-laki itu hanya mau bertemu dengannya karena terpaksa.

"Bang, jawaban gue ngga asal-asalan, kok. Manusia kan emang ga luput dari capek. Tapi mungkin capek punya gue udah overdosis, terus ditambah hidup yang tragis. Ya, pasti capek."

"Apa kalo gue jadi lo, lo ngga akan terlalu capek?" Pertanyaan itu berhasil menghentikan kegiatan Azka sepenuhnya. Jari-jari itu tak lagi bergerak lincah di atas kertas, dan kini, atensinya dia fokuskan pada Aksa, walau tak menatapnya.

"Lo ga perlu jadi gue." Azka bangkit dari duduknya. Laki-laki itu berjalan mendekat kearah Aksa dan duduk di sebelah laki-laki itu, masih tak mau menatapnya.

"Lo udah dikasih hidup bebas sama Papa, sama Mama. Ngga perlu mau coba-coba masuk ke penjara gue. Nanti lo ngga bisa keluar lagi." Aksa terdiam lama, berusaha menangkap apa yang Azka katakan barusan.

"Bang, lo pasti punya mimpi, kan?" Aksa menoleh pada laki-laki di sebelahnya, dan menemukan Azka yang juga sama-sama menatapnya.

"Kejar mimpi lo, jangan sampai lo melepaskan itu."

1. Semesta dan Lukanya [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang