Sebuah pintu besi hitam yang sudah mulai berkarat berlokasi di bagian terbelakang istana, tepatnya di arah barat laut. Aku berjalan memasuki hutan pohon jati yang rindang, dedaunan kering berwarna coklat berbunyi ketika aku menginjaknya.
Rasanya seperti aku berada di dalam negeri dongeng, meskipun aku tahu bahwa kini aku berada di dalam sebuah buku. Tidak berbeda jauh dengan dongeng seorang putri yang sering kali diceritakan kepada anak-anak, hutan ini juga sama-sama terlihat seperti hutan di mana para peri kecil berseliweran.
"Cepatlah sedikit, atau kutinggalkan kau sendirian sampai terbunuh di sini!" teriaknya.
Dia berjarak cukup jauh karena berjalan dengan cepat. Aku tidak tahu mengapa dia terburu-buru seperti itu. Memang, keindahan alam yang selalu kukagumi di dalam buku ini membuatku menjadi bodoh. Seharusnya aku juga terburu-buru karena takut terbunuh oleh penjajah dari kerajaan lain, tetapi tidak karena aku terlalu sibuk mengagumi sekitar. Sungguh keindahan yang memabukkan.
Enggan membuatnya marah, aku segara berlari menghampirinya, lalu berhenti di sebelahnya, tak lupa menyisakan jarak. Karena bagaimanapun, dia adalah orang asing yang tidak dapat kupercaya dengan begitu mudah.
Kami berhadapan dengan sebuah lekukan di antara kedua gundukan tanah besar yang menjulang cukup tinggi, menyisakan ruang berbentuk u terbalik jika melihatnya dari arah di mana aku berdiri. Tanaman liar menjalar di mana-mana.
Langkahku mengikuti pria tua itu ke depan. Lebih sulit, bahkan aku sempat terpeleset karena adanya lumut yang tersebar di berbagai sudut. Di atas tanah sebelah kanan dan kiriku terdapat beberapa pohon kecil nan tinggi, burung-burung mungil terkadang hinggap di dahannya. Hal tersebut membuatku tidak menyadari bahwa sedari tadi, diriku tengah berpijak di depan sebuah pintu kayu tersembunyi.
Aku baru saja menyadarinya ketika pria tua yang entah siapa namanya itu menyingkirkan tanaman rambat di hadapannya, sehingga terlihatlah sebuah pintu kayu coklat tua yang sudah agak rapuh karena dimakan rayap.
Dia meletakkan tangannya di depan pintu, merapalkan beberapa kata atau mantra yang tak dapat kumengerti sama sekali. Suaranya juga samar. Setelah itu, dia kembali menurunkan kedua lengannya. Saat sisi pintu didorong, derit engsel yang sudah berkarat memasuki kedua telingaku.
Aku melangkahkan kakiku ke depan, menyusul pria tua menyebalkan itu yang sudah berjalan terlebih dahulu. Ketika aku memasuki pintu dan berbalik badan, tanaman hijau bergerak merambat menutupi seluruh celah, pintu itu pun tiba-tiba tertutup sendiri. Mungkin, hal ini sengaja dilakukan supaya tidak ada orang lain yang dapat mengetahui lokasi tempat ini, sesuai dengan apa yang pernah dikatakan si pria tua beberapa waktu lalu. Namun, apa yang membuat hal ini bisa terjadi? Apakah melibatkan kekuatan sihir?
"Cepat naik." Dia yang selalu kucerca dalam benak bersuara serak. Kedua kaki pendeknya sudah berada di atas perahu sampan kecil, tangannya menggenggam dayung sampan yang terbuat dari kayu. Kira-kira, sampan itu berpotensi mengangkut dua sampai tiga orang dewasa sekaligus.
Aku sibuk membatin sambil berjalan mendekatinya. Menaiki sampan dengan sangat berhati-hati, lalu cepat-cepat duduk di papan paling belakang ketika pria tua yang berdiri di depan sana menyuruhku dengan tidak santainya untuk segera mendudukkan diri.
Kala kayu didayungkan, sampan bergerak perlahan. Kedua tanganku terletak diam di atas kedua kaki yang tertekuk. Namun, mulutku tak bisa berhenti mengatakan 'wah' sebagai tanda bahwa aku terkagum-kagum melihat keindahan sebuah ruangan tersembunyi yang tidak bisa dimasuki oleh sembarang orang, meskipun ruangan ini tidak benar-benar tersembunyi.
Aku merubah pandangan segala keanehan menjadi keunikan. Salah satu keunikan itu adalah relung yang terlihat kecil dari luar, tetapi sangat luas di dalam.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Story of King Sahya - Park Sunghoon
FanfictionHiatus! "Ketika dua insan saling menyatu dan melengkapi, waktu seolah-olah berhenti. Terkadang, kita ingin waktu berjalan mundur, sehingga kejadian yang indah itu terulang kembali." Namanya Plue Kezanna, perempuan introvert yang duduk di bangku kela...