Chapter 15: Kuda yang Berlari

71 13 0
                                    

Hai! Mulai saat ini, akan ada banyak penulisan dengan sudut pandang orang ketiga. Karena, tokoh-tokoh penting lainnya sebentar lagi akan bermunculan. Gak mungkin, kan, pandangan cerita ini hanya melalui Plue Kezanna seorang?

Sedikit pemberitahuan, di chapter ini ada sedikit kata kasar. Nah, selamat membaca!

Suara pedang yang beradu mengisi lapangan tengah Kastil Barat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Suara pedang yang beradu mengisi lapangan tengah Kastil Barat. Dua lelaki tinggi gagah berhadapan, masing-masing membuka kakinya untuk memasang kuda-kuda.

"Perhatikan gerak kakimu!" seru salah satu dari mereka, yang kemampuan berpedangnya sudah jauh dari sang lawan. Namun, bukan berarti tandingannya lemah.

Aziel, dengan wajah merah dan keringat bercucuran dari pelipis, mengacungkan pedang dan menghunuskannya ke depan.

Ketika Reyvan menghindar ke samping dan langsung sigap, lelaki yang diperintahkan secara khusus untuk segera keluar dari sel sejak dua bulan lalu itu tidaklah membuang kesempatannya. Dia merendahkan badan, mengecoh lawan dan langsung memutar tubuhnya.

Kepulan perlahan-lahan mulai menghilang ketika kedua pasang kaki dihentakkan ke tanah. Lengan Aziel tidak pernah ditekuk saat pedangnya menyongsong ke depan, sesuai dengan apa yang Reyvan ajarkan selama ini.

Aziel menyeringai melihat ujung pedangnya menyentuh leher Reyvan. Lelaki itu terlalu cepat puas, sehingga dia tertawa-tawa sambil menjauhkan bilah pedang.

Berbeda dengan Aziel yang selalu membawa tawa, mengandalkan fisik, dan selalu terkesan main-main, Reyvan tidak merubah raut wajahnya. Dia masih tetap santai. Dan, ketika Aziel hendak melewati tubuhnya untuk menaruh pedang di gudang khusus senjata latihan, kaki Reyvan dikedepankan hingga Aziel jatuh tersungkur ke tanah.

"Ya, kuakui kemampuanmu dalam berpedang meningkat. Tetapi jangan lupakan apa yang kukatakan sebelumnya, mengenai sebuah pertarungan belumlah usai jika tidak ada salah satu di antara mereka yang terluka."

Decakan keluar dari bibir Aziel yang akhir-akhir ini jarang sekali tertutup rapat karena terlalu sering terengah-engah. "Jadi, kau mau lanjutkan latihan—atau pertarungan ini sampai salah satu di antara kita ada yang luka?" Kemudian, dia bangkit sambil menepuk-nepuk celana belakangnya. "Oke. Seberapa dalam luka yang kau mau?"

"Ah, sudah. Lupakan saja." Reyhan menepis udara dan langsung berjalan ke pinggir lapangan, membiarkan pedangnya bersandar di salah satu pilar dan bertumpu punggung sembari melipat kedua lengan di sana.

Kaki Aziel berjalan menghampiri dengan marah. "Kenapa? Ayolah, ajak aku latihan lagi!" Lalu, anak sok itu kembali mengangkat pedangnya di depan Reyvan. Dia berniat menantangnya.

Namun, dengan amat santai, Reyvan mengenyampingkan bilah pedang dengan tangan kirinya, sampai wajah Aziel yang merah berkeringat terlihat jelas. Tentu saja, Reyvan tidak sama sekali tertarik atas tantangan Aziel.

"Yang kukatakan tadi tidaklah salah, tapi kau tidak bisa menerapkannya di asal tempat atau keadaan. Lagi pula, menurutmu Yang Mulia memintaku untuk membawamu keluar dari sel dan melatihmu untuk apa, jika aku mengajakmu beradu sampai berdarah-darah?"

The Story of King Sahya - Park SunghoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang