Chapter 10: Pendongeng Malam

63 19 4
                                    

Dua bulan telah berlalu sejak aku hampir saja terbunuh oleh prajurit kerajaan lawan, Goga. Aku tetap tidak bisa beradaptasi sepenuhnya di dalam dunia ini. Memang seharusnya begitu, karena bukan di sinilah habitatku yang asli.

Jika kau mengira aku telah jatuh cinta kepada Yang Mulia Sahya, yang kini sedang sibuk-sibuknya mengadakan rapat diskusi bersama para menteri untuk menjalin hubungan kerja sama dengan kerajaan lain, jawabannya adalah salah. Aku hanya terpana, bukan jatuh hati.

Lagi pula siapa yang tidak terpesona melihat keindahannya? Siapapun pasti terpincut, setidak-tidaknya pernah sekali seumur hidup. Namun, hilanglah rasa kasmaran orang-orang baru kepada Sahya ketika mereka mengetahui kekejamannya, yang tentunya diketahui dari mulut ke mulut.

Sejauh ini, aku memang belum lagi melihat lelaki brutal yang orang-orang ketahui itu, selain ketika dia menebas putus kepala prajurit Goga dua bulan lalu, juga memasukkan belati ke dalam mulutnya. Hanya saja, kekejaman yang disebut-sebut itu nyatanya lebih mengarah pada keserakahan yang didatangkan dengan hadirnya rasa kesepian.

Benar apa kata Seanu. Sahya adalah seorang yang terjebak dalam sunyi, meskipun ketika aku mencoba untuk mengorek-ngorek banyak hal di dalam dirinya agar Sahya berkata jujur bahwa dia adalah manusia yang membutuhkan teman, dia tetaplah tidak menjawab.

Aku melihatnya kalang-kabut ketika dia sudah mengemban tugas pemimpin kerajaan yang sebenar-benarnya. Setiap malam, dia bergulat dengan berkas-berkas dokumen yang menumpuk di meja besar kamarnya. Menandatangani ini-itu, memanggil anak-anak buahnya untuk segera membereskan masalah kecil yang terjadi di wilayah minim penduduk, serta masih banyak hal lainnya yang dia kerjakan sebagai seorang penerus mendiang Raja Sadajiwa.

Beberapa kali, Sahya tidak memakan hidangan malamnya, dan malah menyuruhku untuk keluar dari kamar agar tidak terlalu mengganggu keseriusannya.

Sungguh, aku kasihan padanya, tidak marah. Saat aku tidak tahu harus berbuat apa, dan tidak tahu harus pergi ke mana ketika Sahya tidak lagi menugaskanku sering-sering setelah ketahuan menjadi teman Seanu, aku selalu melangkahkan kakiku ke arah balkon sepi besar yang menghadap ke utara, meskipun seluruh penjuru istana memang selalu sepi.

Saat ini pun aku begitu. Menikmati hilir malam sambil menguap kecil. Mengantuk, tetapi tidak ingin tidur. Kini sudah jam sepuluh malam. Aku masih mengenakan pakaian pelayanku yang rasanya tak lagi dibutuhkan kala Sahya membebaskanku dari tugas, secara tidak langsung.

Aku keheranan. Di saat-saat sibuk seperti ini, pelayan mestinya akan sangat membantu untuk meringankan beban, tetapi Sahya malah melepaskannya. Sampai-sampai, di samping perawakanku yang terlihat seperti pelayan pengangguran, terkadang aku pergi bersama Meera untuk menemui Seanu, menjadi pelayan keduanya untuk sementara.

Aku mengetuk kepalaku sendiri, tidak menyangka diriku akan menjadi perempuan yang pemikirannya seperti ini. Dulu aku sangat tidak suka kerja kelompok, lebih memilih untuk mengerjakan semuanya sendirian meskipun itu berat. Ke mana Plue Kezanna yang tertutup, sangat patuh aturan dan membatasi diri dari lingkungan sosial itu?

Tertutup memang masih kupegang karena aku belum pernah membocorkan rahasia asalku kepada mereka sama sekali. Namun, masalah patuh aturan dan membatasi diri dari lingkungan sosial? Jawabannya tentu saja tidak. Kezanna yang dikenal orang-orang sekelasnya sekarang telah banyak melanggar peraturan, lalu malah ingin menceburkan diri ke dalam keramaian saking merasa kesepian dan bosan.

Aku yang baru singgah di tempat ini selama kurang dari setengah tahun saja sudah merasa seperti itu, apalagi dengan Sahya. Aku tidak mengerti mengapa dia menutup-nutupi hal itu, padahal tidak ada salahnya dia beristirahat dan pergi ke luar sebentar.

Kriett. Pintu balkon tiba-tiba saja terbuka. Suaranya yang nyaring membuatku menoleh dengan antusias. "Pangeran Seanu!"

Namun, tidak seperti biasa, bukan Seanu si pembantah perkataan kakaknya yang datang, melainkan seorang lelaki berahang tegas yang sebelumnya mengantarkanku keluar dari penjara bawah tanah.

The Story of King Sahya - Park SunghoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang