Aku berada di dapur, tengah membantu para pelayan lain untuk membersihkan sisa-sisa peralatan masak yang jarang sekali kusentuh.
Karena itulah, aku hanya ditugaskan untuk mengelap meja-meja kayu tempat beristirahat di bagian terbelakang dapur, yang letaknya dekat sekali dengan pintu ke luar ruangan.
Dapur istana ini luasnya tidak terlalu besar. Terletak di ujung terbelakang istana, dan memiliki pintu kecil di paling ujung ruangan pula. Itu adalah satu-satunya pintu di sini.
Di depan pintu kecil dapur, terdapat pintu khusus pelayan yang ada di sebelah utara. Pintu khusus itu berjarak sekitar tujuh kaki. Sedangkan di tengah-tengah bangunan belakang, di sebelah kanan pintu khusus pelayan dengan jarak yang cukup jauh, terdapat pintu belakang yang besarnya bukan main.
Tanganku tak kunjung berhenti meskipun aku merasa lelah. Kakiku tak kunjung beristirahat meskipun pikiranku terus berkecamuk. Sungguh, perasaan yang tidak sinkron dengan keinginan dan kenyataan.
Akhir-akhir ini, setelah seminggu kami pergi ke luar kompleks istana, hubunganku dengan Sahya bisa dibilang semakin dekat. Dia tak lagi menyuruhku keluar ruangan akan alasan kefokusan.
Tentu saja aku merasa senang, dan kenapa tidak? Hanya saja, aku kembali teringat akan pesan Sahya saat itu, perihal waktu yang tinggal tersisa tiga bulan lamanya.
Waktu kami hanya sebentar. Di antara waktu yang amat singkat itu, entah mengapa aku merasa bahwa ketenangan Sadhana tidak akan berlangsung lama lagi.
Juga, aku kembali ragu akan keputusan ini. Banyak sekali yang harus aku lakukan untuk menghidupi kehidupanku yang nyata. Untuk kembali, dan bukannya jatuh cinta.
Lantas, kenapa harus sekarang? Kenapa harus sekarang kami merasakan hal yang sama?
Belum lagi, apa jadinya keadaan nanti jika semua orang tahu tentang hubunganku dan Sahya yang kini sedang saling kasmaran? Apa aku akan diusir dan diasingkan? Ataukah yang lebih parahnya lagi, mereka akan kecewa dan berpaling dari sang pemilik takhta?
Sahya tahu persis apa yang kurasakan. Tentunya, tanpa mengetahui tujuan awalku untuk kembali.
"Jangan khawatir. Aku ini raja. Dan aku bisa mendapatkan apa yang aku inginkan. Aku menginginkanmu, dan percayalah padaku."
Setidaknya itulah yang dia katakan setiap malam. Memang menenangkan, tetapi di sisi lain juga memporak-porandakan.
Jika apa yang dikatakannya adalah benar, sudah dipastikan bahwa hal tersebut tidak akan berlaku selamanya. Segala sesuatu memiliki batas waktu, dan kami berdua tahu itu. Tidak ada yang abadi, dan kami berdua pun tahu itu.
Beberapa lama kemudian, selesai sudah aku membersihkan meja kayu tempat beristirahat yang sebenarnya hanya berjumlah tiga.
Sedari tadi, aku memang hanya menggosok-gosok dasar meja dengan lap abu dan mata kosong. Rasanya seperti aku kehilangan jiwa, ragaku tertinggal di sini sambil bersih-bersih.
Selepas menyimpan lap di salah satu laci, aku keluar dari dapur diam-diam. Pasalnya, aku tidak tahu apakah aku sudah dibebaskan dari tugas setelah disuruh untuk mengelap meja ataukah tidak. Meskipun ada, paling-paling hanya mengantarkan hidangan malam Sahya ke kamarnya, itu pun masih cukup lama.
Kendati begitu, karena hari sudah mulai petang, aku memilih untuk pergi dari sini. Maka, keluarlah aku dari pintu di ujung ruangan.
Aku jalan berbelok ke kiri, menuju selatan.
Setelah menguras waktu agak lama, akhirnya aku dapat menaiki tangga yang merupakan satu-satunya penghubung antara lantai satu dengan lantai dua, serta tempat aku pertama kali bertemu dengan Pangeran Seanu.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Story of King Sahya - Park Sunghoon
FanfictionHiatus! "Ketika dua insan saling menyatu dan melengkapi, waktu seolah-olah berhenti. Terkadang, kita ingin waktu berjalan mundur, sehingga kejadian yang indah itu terulang kembali." Namanya Plue Kezanna, perempuan introvert yang duduk di bangku kela...