Chapter 11: Tujuan dan Permintaan

57 20 0
                                    

"Terima kasih untuk hari ini, Ayah," ujar anak berumur tujuh tahun itu. Dia membungkukkan setengah badannya di hadapan sang raja.

"Ya." Raja Sadajiwa membalasnya dengan amat singkat, lantas segera melangkahkan kedua kaki panjangnya lebar-lebar ke luar ruangan, meninggalkan anak pertamanya sendirian.

Mungkin, beberapa orang akan langsung merasa sedih jika diperlakukan seperti itu oleh ayahnya sendiri. Namun, Sahya tidak pernah merasa begitu, dan sama-sama meninggalkan bungker ruang latihannya yang ada di bawah tanah sebelah barat tanpa sepatah kata.

Dari sana, Sahya berpindah masuk menuju istana melalui pintu utama yang besarnya bukan main. Tangan kecil Sahya mendorong pintu kuat-kuat, sampai akhirnya terbuka lebar. Padahal, jika dia mau, dua pengawal di kedua sisi kanan dan kiri pintu bisa saja membukakannya.

Menaiki tangga yang menjadi satu-satunya penghubung antara lantai satu dengan lantai dua, Sahya bergegas cepat menuju salah satu dari banyaknya kamar besar yang ada, untuk menemui seseorang.

Tepat di depan kamar yang paling besar, terdapat sebuah kamar yang Sahya tuju di utara. Dia mengetuk pintu itu, lalu segara masuk dan lagi-lagi membungkuk untuk memberi hormat.

"Ibu, selamat si-"

Belum selesai anak itu berbicara, sang ibu sudah mendekapnya duluan. Sahya selalu merasa terkejut meskipun hal ini bukanlah yang pertama kalinya. Ibunya itu selalu memeluk dirinya dengan tiba-tiba, tanpa alasan.

"Bagaimana hari ini? Apakah kau menemukan banyak hal yang menyenangkan, Anakku? Atau kau sudah menemukan apa yang kau gemari?"

Sahya menggelengkan kepala kecilnya, lalu melepaskan tangan ibunya dari pundak untuk dia genggam. "Tidak, Ibu. Seperti biasalah hari-hariku berjalan. Lalu, kegemaranku adalah berpedang, Bu. Ibu sudah tahu itu."

Sudah tak terhitung berapa kali Sahya mengatakan bahwa dirinya memang gemar bergulat dengan pedang, tetapi ibunya tetap menanyakan hal yang sama kepadanya setiap hari.

Lagi-lagi, dengan reaksi yang sama, Ratu mengulas senyum simpul. "Kalau begitu, haruskah Ibu memulainya sekarang?"

Tanpa menunggu, Sahya langsung mengangguk-anggukkan kepalanya. Dengan senyum tulus yang tak pernah luntur, Ratu Amita menuntun langkah Sahya ke atas sofa panjang, yang letaknya tepat berada di sebelah jendela vertikal.

Ratu sudah mendudukkan dirinya, sedangkan Sahya merebahkan diri dan meletakkan kepalanya di atas pangkuan sang ibunda. Dia mulai memejamkan mata seiring rambutnya dielus lembut, diacak, lalu dirapihkan kembali.

Nyanyian samar Ratu Amita yang merdu mengisi seluruh ruangan, bahkan sampai agak menggema. Sahya menghela napas dan mencoba untuk rileks. Sampai akhirnya, dia tertidur di pangkuan Ratu, yang tengah memandanginya dengan haru.



"Sedang apa kau?" Sahya memandangiku dengan tatapan kagetnya. Dia membolakan kedua mata dengan mulut yang sedikit terbuka, terkejut dengan kedatanganku yang tiba-tiba mendobrak masuk ruangan.

Aku masih mencoba menetralkan napas, sementara kakiku berdiri tepat di hadapan mejanya yang penuh dengan berkas-berkas. "Saya.." kataku tersenggal-senggal. "Saya punya pertanyaan, dan mungkin sedikit permintaan."

The Story of King Sahya - Park SunghoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang