Chapter 5: Pemburu Gelap di Sel

86 21 1
                                    

Ketika aku sampai di istana, semuanya telah usai. Aku dibawa melewati ratusan mayat prajurit dan kestaria yang tumbang dalam perang. Potongan tubuh dan kubangan darah tergenang di mana-mana, termasuk di depan pintu masuk belakang istana, yang juga kulewati saat hendak pergi ke Relung Teratai.

Bercak darah seolah-olah menjadikan kenangan terakhir bagi mereka yang dengan rela mengorbankan nyawanya untuk bangsa tercinta. Seperti darah di wajah Sahya, kenangan itu bercampur dengan kenangan orang lain, tetapi tidak dengan kenangan Sahya sendiri, karena dia sama sekali tak terluka.

Aku dituntun ke sebuah ruang besar yang padat, dan diobati.

Sementara aku diobati secara cukup brutal, Sahya sudah pergi entah kemana. Dia sebelumnya meletakkanku di atas sebuah kain berisi jerami, yang banyaknya berjejer ke samping. Aku disatukan dengan orang-orang yang terluka di dalam ruangan luas nan ramai ini.

Tentunya, ketika kami hendak pergi ke ruangan ini dan dikawal dengan beberapa orang berpakaian gagah; prajurit, kesatria, serta para penyembuh yang sedang fokus mengobati pasiennya teralihkan oleh kedatangan kami.

Mereka terheran-heran, tetapi tetap bungkam karena mereka tahu, Sahya seharusnya tidaklah sedang baik-baik saja setelah kehilangan ayahnya. Pun, mereka pasti merasakan hal yang sama. Siapa yang tidak berduka ketika pemimpin mereka gugur dalam perang untuk membela rakyatnya sendiri?

Setelah itu, aku bertemu dengan penasihat raja yang sebelumnya kabur entah ke mana. Dia mendatangiku, lalu segera memaksaku untuk pergi ke suatu tempat, di mana ruangan itu basah, lembab, dan juga sempit.

Benar, penjara bawah tanah. Terhitung sudah tiga hari aku berada di dalam sel paling ujung, paling menyiksa dan membuatku tidak bisa kabur ke mana-mana. Sebab, tidak ada celah sama sekali untukku kabur, dan di sini tidak ada satu orang pun yang bisa kuajak berbicara. Ruang di depan selku kosong, tidak ada yang menempatinya. Aku bosan setengah mati.

Sejak berada di dalam cerita, kepribadianku mulai berubah karena keadaan yang memaksa. Biasanya aku tidak akan berbicara sama sekali kepada orang yang tidak aku kenal, dan lebih memilih bungkam ketika seseorang berbicara kepadaku. Namun, saat ini aku justru mencari orang lain itu untuk kuajak berbicara, meskipun aku tidak mengenalinya sama sekali. Sangat bosan, sampai aku pernah berpikir jika aku akan segera mati kalau tak kunjung berkomunikasi, bukan karena makan sehari sekali.

Ya, mereka memberikanku asupan satu hari satu kali, biasanya hanya malam saja. Makanan yang diberikan pun terlihat tidak sehat untuk dikonsumsi. Aku hanya mengambil beberapa, lalu menyisakan makanan yang tidak aku kenali di atas piring. Sungguh, aku takut diracuni.

Tak cukup di situ penderitaan yang kualami. Berada di dalam ruang bawah tanah membuatku takut disiksa lebih daripada orang lain yang dikurung. Pasalnya, hanya aku perempuan satu-satunya di sini. Tidak ada tahanan lain yang memiliki rambut panjang digerai, memakai rok coklat, dan juga pakaian putih lengan panjang berenda. Pakaian itu kupakai untuk mengganti seragam SMA-ku yang kini tak tahu bagaimana nasibnya, atas perintah Sahya.

Kuakui aku cukup beruntung, mendapatkan belas kasih yang lebih daripada tahanan lain, atas perintah raja pula. Namun, sebagai seorang perempuan, tentunya aku tidak merasa nyaman berada di sekitar banyak pria yang tidak kukenal. Ditambah lagi, ruangan ini sangat tertutup. Rawan.

Aku menghela napas nanar. Sambil menggoyangkan kakiku yang sudah tak terlalu sakit untuk digunakan lagi, aku mengambil satu sendok besi yang kuambil secara diam-diam untuk menggambar di atas tanah. Hanya gambaran asal yang kuharap mampu menghilangkan rasa bosan serta rinduku kepada keluarga di luar buku dan juga Ricky.

Tiga hari ini, yang kulakukan tidaklah banyak. Selalu terduduk diam di atas kasur kain berisi jerami, sama seperti yang kulihat saat aku masih berada di ruangan besar padat prajurit beberapa hari lalu. Tidak nyaman, keras dan gatal. Aku pikir aku tidak akan tertidur nyenyak di atasnya, ternyata aku bisa terlelap dengan mudah sampai aku terbangun lagi siang ini.

The Story of King Sahya - Park SunghoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang