"Engkau menyusuri jalan bersamanya
Dikala dinginnya senja
Hanya berduaan tanpa tahu tujuan
Bahkan tidak mau tahu."Angin berhembus kencang nan sejuk. Betapa menggelikannya ketika ia memasuki kedua daun telinga, menyamarkan suara Penasihat Raja yang tertinggal sendirian di belakang sana. Sedangkan kami berada di puncak gundukan tanah besar.
Mataku menjuru pada bentangan hijau di depan sana, meliuk-liuk seperti deburan ombak yang ditebak angin. Rerumputan bergoyang-goyang ditiupnya. Dan kami, yang berdiri di atasnya, membuat mereka yang tingginya tak seberapa tertekuk bersama-sama.
"Hhh.. Yang Mulia." Seseorang berkata tersenggal-senggal. Kakek itu menumpu tubuhnya di atas kedua lutut, peluhnya memenuhi pelipis berkerut. "Apa—apa saya-"
"Tunggulah di bawah sana dengan pengawal dan prajurit. Tinggalkan kami," kata Sahya cepat, tanpa memandang pria lanjut usia itu, tentunya.
Aku membolakan mata, setengah merasa kasihan dengan Penasihat Raja yang usianya tak lagi muda untuk pertama kalinya karena mengikuti kami ke atas dengan sia-sia, setengah lagi merasa tersipu akan perkataan yang terucap di bibir Yang Mulia.
Segera aku menggelengkan kepala untuk mengikis pemikiran dan perasaan aneh itu, mencegahnya untuk tumbuh lalu terhanyut.
"A-" ucapnya terputus lagi. Namun, bukan karena tuannya kali ini, melainkan karena dirinya sendirilah yang dengan sengaja menghentikan omongan kesalnya itu. "Baik, Yang Mulia. Berhati-hatilah."
Wajahku menoleh ke belakang, menangkap kakek tua itu yang kian jauh kian kecil dipandang mata.
Heran dirasa kala kalimat terakhir yang diucapnya tidak membuatku mendidih panas, padahal kalimat tersebut terasa tidak perlu dikatakan.
Rasanya aneh ketika aku mulai merasakan simpati lagi. Apalagi kepada orang yang sebetulnya aku benci, ataupun kepada orang yang sebetulnya tidak ingin kudekati dan kuberi rasa iba.
Ya, dia contohnya.
Aku mulai menatap dia yang sedari tadi terus berlarian di kepalaku. Menatap dia, yang membawaku kemari di luar permintaanku.
Orang itu tengah duduk lesehan di atas rumput hijau kering, menggunakan kedua lengannya untuk menumpu badan tegap yang condong ke belakang. Matanya memejam, menikmati angin pertengahan siang dan senja.
Alangkah sederhananya dia sebagai seorang raja. Mengenakan pakaian yang membuatnya terlihat sebagaimana mestinya di umur belia, enggan menunjukkan kelimpahan harta, serta mendudukkan dirinya di atas rumput tanpa secarik pun alas.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Story of King Sahya - Park Sunghoon
FanfictionHiatus! "Ketika dua insan saling menyatu dan melengkapi, waktu seolah-olah berhenti. Terkadang, kita ingin waktu berjalan mundur, sehingga kejadian yang indah itu terulang kembali." Namanya Plue Kezanna, perempuan introvert yang duduk di bangku kela...