Mentari tergantung terik di arah jam dua belas. Udara gersang terasa sangat menyebalkan saat menerpa kulit.
Aku menghela napas bosan, memeluk pilar di sayap kanan istana, tepatnya di barat. Istana ini menghadap ke selatan. Di utara, terdapat hutan pohon jati yang sebelumnya pernah kulalui, juga sebuah air mancur kecil di tengah-tengah lapang. Bagian timur diisi oleh rumah kaca yang isinya tanaman-tanaman pangan, bunga-bunga kecil pun senantiasa tumbuh di sana.
Sambil bergumam bosan, aku memandang paviliun-paviliun tambahan di sekitar bangunan utama. Belasan paviliun itu letaknya tersebar di sekeliling istana, ditinggali oleh keluarga-keluarga bangsawan. Berkat paviliun dan bangunan utamalah kompleks istana ini terbentuk.
Kata Meera, di luar kompleks masih banyak rumah-rumah rakyat yang jauh lebih sederhana dari semua ini. Namun, aku belum pernah sekalipun keluar dari wilayah kompleks. Jika ada kesempatan nanti, aku ingin pergi ke luar sana, melihat-lihat keadaan para rakyat yang dipimpin oleh keluarga Sahya.
Semenjak ada di sini, aku selalu merasa berubah menjadi orang lain. Dimulai dari hal kecil saja, dari nama contohnya. Lagi-lagi, rasanya seperti menjadi orang lain ketika mereka semua yang ada di sini memanggilku dengan nama belakang, Kezanna.
Lalu, aku tak pernah ingin mengunci diriku di dalam suatu ruangan lagi. Image-ku di dunia nyata yang disebut-sebut sebagai perempuan patuh aturan pun tak lagi diemban. Nyatanya, sudah banyak sekali aturan-aturan yang kulanggar.
Kedua tanganku yang menempel pada dinding pilar, mendorong tubuhku sampai mundur beberapa langkah ke belakang. Aku mendecak. Hari libur seperti ini justru bukannya membuatku senang, malah membuatku bosan. Pasalnya, di sini tidak ada ponsel, tidak ada pula buku-buku novel fantasi yang amat kugemari itu.
"Eh, iya! Buku! Waktu itu Meera bilang dia bawa banyak buku untuk Pangeran Seanu dari perpustakaan. Kalau Meera aja bisa masuk, berarti aku juga boleh, kan, ya?"
Menimang-nimang sebentar, akhirnya aku tersenyum sembari mengangguk yakin. Aku menjentikkan jari-jemariku karena bangga telah berpikir cemerlang.
Kakiku mulai melangkah dengan riang ke dalam istana, melalui pintu kecil khusus yang terletak di bagian belakang, untuk para pelayan. Melalui banyaknya ruangan, aku nekat mencari perpustakaan sendirian, tanpa bertanya kepada siapapun.
Bukannya tidak mau, tetapi banyak pelayan-pelayan yang pulang ke rumahnya masing-masing, bertemu dengan keluarganya setelah sekian lama. Meera pun begitu, dia tidak bisa menemaniku karena telah berjanji kepada kakak-kakaknya untuk pulang hari ini.
Tersisalah setengah bagian pelayan di kerajaan, yang memang memiliki tugas berbeda-beda, biasanya lebih berat dari para junior sepertiku. Jika kalian bertanya-tanya mengapa aku masih dengan santainya berjalan-jalan di sekitar istana, jawabannya karena aku tidak punya rumah. Tidak tahu jalan pulang.
Bunyi derap langkah kakiku terdengar sendirian. Di balik seragam pelayanku, aku menikmati kesunyian, teman lamaku yang sudah lama kurindukan. Di dalam istana, entah bagaimana caranya, udara panas pun tidak terasa, melainkan angin sejuk yang menerpa segalanya.
Aku melewati lorong-lorong sepi yang untungnya tidak gelap. Aku juga menjarah ke bagian sayap kiri istana, yang sempat diserang oleh prajurit dari kerajaan musuh saat Cincin Teratai masih terletak di genggamanku.
Setelah sekian lama aku berjalan mengelilingi tiga per empat bagian dari lantai dasar istana, aku akhirnya berhenti di sisi tangga besar, satu-satunya jalan yang menghubungkan lantai satu dengan lantai dua.
Aku duduk di ujung anak tangga pertama dengan lelahnya. Menghela napas panjang, sambil menyangga daguku. Suasana yang sunyi senyap hampir saja membuatku tertidur, jika saja sebuah langkah kaki yang terdengar dari arah belakang tidak tertangkap oleh kedua telingaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Story of King Sahya - Park Sunghoon
FanfictionHiatus! "Ketika dua insan saling menyatu dan melengkapi, waktu seolah-olah berhenti. Terkadang, kita ingin waktu berjalan mundur, sehingga kejadian yang indah itu terulang kembali." Namanya Plue Kezanna, perempuan introvert yang duduk di bangku kela...