Uri Maknae ||14

2.6K 233 27
                                    

"Rambut Ni-ki mulai rontok, hyung."

Namja 16 tahun itu meraih handuk kecil dari tangan Sunoo yang baru saja membantunya mencuci rambut. Helaian hitam itu nampak jelas diatas handuk yang berwarna putih.

Ni-ki tersenyum dan menggenggam tangan Sunoo erat. "Ini cuma efek kemo, hyung. Jangan khawatir, nanti juga bakal tumbuh lagi kalau Ni-ki selesai kemonya."

Sunoo mendudukan diri disamping sang adik, menatap manik kembar milik Ni-ki. Sunoo kesal karna tidak menemukan sorot bahagia dari mata itu. Yang ada hanya sayup dengan tatapan penuh keputus asaan.

"Sakit banget, ya? Efek kemonya banyak banget. Kamu jadi kurus," kesal Sunoo, jemarinya terangkat mengelus pipi tirus sang adik.

"Kalau bisa Ni-ki ga mau kemo lagi."

Sunoo mengerut tak setuju, bagaimana pun kemo itu pengobatan untuk memperkecil tumbuhnya kanker. "Jangan gitu, Ni-ki harus sembuh. Biar bisa kepanggung lagi."

"Kalau ga sembuh?"

"Yak, jangan bicara yang tidak-tidak. Pasti bisa sembuh, kita semua berjuang bersama, oke?"

"Kalau Ni-ki milih menyerah, bagaimana?"

Sunoo tertegun, tidak tahu harus berkata apa. Ni-ki menjatuhkan kepalanya dipundak Sunoo. Melakukan kemo 2 kali dalam satu minggu benar-benar menguras tenaga. Lama-lama jika seperti ini terus Ni-ki juga akan lelah.

Nafsu makan hilang, berat badan turun drastis membuat tubuhnya semakin kurus, rambutnya sudah tidak setebal dulu. Meski sudah kemoterapi dan memakan sebagala obat yang diresepkan dokter, tetap saja pada malam harinya ia tidak bisa tidur.

"Kalau Ni-ki lelah, boleh Ni-ki berhenti?"

Sunoo mengangkat kepala Ni-ki lalu menangkup kedua pipinya. "Ni-ki capek, ya? Boleh istirahat, tapi, jangan menyerah. Banyak yang nunggu Ni-ki. Bagaimana dengan keluarga, engene dan hyungdeul."

"Ini egois, tapi, hyung mohon tetap bersama kami. Jangan pergi."

Cairan sebening kristal lolos dari pelupuk mata Ni-ki. Ia mulai terisak, membayangkan bahwa suatu saat ia pergi entah seberapa banyak orang yang telah ia sakiti karna kepergiannya. Ia tidak suka melihat orang-orang yang ia sayang menangis. Jadi, Ni-ki harus bertahan?

"Hiks ... kenapa harus Ni-ki? Dari sekian banyak orang kenapa harus Ni-ki yang sakit. Hiks. Ni-ki masih ingin menari. Ni-ki masih ingin berada diatas panggung. Kenapa penyakit ini malah ada dan merenggut semuanya. Hiks."

"Sstt ... dongsaeng hyung kuat." Sunoo memeluk Ni-ki dengan erat. Mengusap pelan surai hitam itu. Adik kecilnya yang malang.

"Ni-ki tidur siang ya? Hyung temani."

"Hyung ada acara, kan?"

"Iya, nanti. Sekarang hyung mau nemenin baby puma bobo dulu. Cepet merem matanya." Sunoo menutup ledua mata Ni-ki dengan telapak tangannya.

Sedikit bersenandung sebagai lagu pengantar tidur, namja kelahiran 2003 itu juga mengusap pelan kepala dongsaengnya. Memberi kenyamanan agar anak itu bisa istirahat dan tidur.

...

Suara benturan antara pisau dan talenan memecah hening didapur. Pisau itu terus mencincang bawang putih sampai halus lalu dimasukan kedalam wajan berisi minyak yang sudah dipanaskan.

Harum masakan menyeruak membuat perut yang kosong minta diisi. Jay pernah berkata bahwa ia akan menjaga asupan para membernya. Maka dengan itu ia selalu memasak makanan yang bergizi untuk disantap bersama.

Dengan apron hitam melilit ditubuhnya, lalu lengan kemeja putih ia gulung sampai siku. Sudah terlihat seperti chef handal. Beberapa masakannya juga sudah jadi, namun belum iap hidangkan karna para member masih memiliki aktifitas diluar. Ia juga sudah mewanti-wanti digrup chat bahwa jangan ada yang makan diluar.

Uri Maknae |Ni-ki| ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang