Dulu saat mendapat vonis kanker ia terima dengan lapang dada. Yakin bahwa ia akan tetap baik-baik saja, meski karirnya terancam hancur. Anak itu berusaha tidak sedih dengan keadaannya. Berdamai dengan rasa sakit. Berjuang untuk sembuh.
Ia tidak akan marah pada Tuhan yang telah menempatkan penyakit pada dirinya. Tetap sabar dan percaya bisa melewatinya.
Walau rasa takut sering kali menyerang apa lagi saat malam tiba. Untuk tidur saja ia merasa ketakutan, takut jika tidak bisa membuka mata lagi. Karna itu ia selalu terjaga disetiap malam, ditemani rasa sakit lututnya.
Tapi, dunianya benar-benar hancur saat mendengar bahwa ia harus kehilangan kakinya. Itu rasanya tidak adil. Selama ini Ni-ki sabar menjalani kemo dan akan melepas mimpinya. Tapi, kenapa sekarang ia harus kehilangan kakinya juga?
Itu artinya tidak ada kesempatan lagi untuk ia bisa kembali dance.
"Ni-ki, keluargamu akan kemari besok."
Namja Jepang itu tidak merespon ucapan sang manager. Hanya tetap diam menatap kearah langit-langit kamar. Badanya masih lemas dan ia terlalu malas untuk berbicara.
"Hyung ada rapat di agensi. Heeseung akan segera kemari. Maaf hyung tidak bisa menemani Ni-ki. Jangan lupa nanti minum obatnya ya setelah makan."
Lagi, anak itu tidak merespon sama sekali. Manager menghelai napas, ia sedih melihat anak didiknya itu. Sejak diberi tahu ia harus menjalani amputasi, anak itu tidak berbicara sama sekali.
"Hyung pergi. Heeseung udah dilobi." Manager mengusap rambut Ni-ki sebelum meninggalkan anak itu.
Ni-ki memiringkan tubuhnya perlahan, menaikan selimut hingga kepala. Ia tidak ingin berinteraksi dengan yang lainnya, emosi anak itu sedang tidak stabil.
Suara decitan pintu disusul ketukan sepatu pada lantai menggema dalam ruang sunyi. Namja pemilik wajah tampan itu berjalan mendekat lalu duduk dikursi samping ranjang.
Tangannya terjulur mengelus kepala sang adik. Beberapa detik kemudian ia membuka suara.
"Makan dulu, yuk. Kata manager hyung Kie belum makan."
Heeseung tahu anak itu tidak tidur, hanya memejamkan mata. Menunggu beberapa menit, namun anak itu tak kunjung mau menjawab pertanyaannya.
"Ni-ki ..."
"Ga mau."
Heeseung menghelai napas pelan, ia harus sabar menghadapi dongsaengnya. Anak itu tidak dalam kondisi stabil. Tangannya kembali bergerak mengusap kepala Ni-ki pelan, memainkan rambut hitam lebat dan terasa lembut ditangannya.
"Hyung." Suara itu begitu pelan dan bergetar.
"Wae, hum? Ni-ki mau apa?"
Anak itu menggeleng pelan lalu perlahan membalikan badanya menjadi terlentang. Menatap lurus keatas memperhatikan langit-langit kamar inapnya.
"Ni-ki ga mau diamputasi."
Heeseung tertegun mendengar penuturan Ni-ki. Dari sorot matanya Heeseung tahu banyak yang anak itu takutkan. Siapa yang rela anggota tubuh kita diambil? Tidak ada. Semua ingin hidup normal dengan anggota badan yang lengkap.
"Tapi, ini jalan satu-satunya buat Ni-ki bisa sembuh."
"Ni-ki ga mau sembuh kalau harus kehilangan kaki. Biar aja Ni-ki sakit asal kaki Ni-ki tetap ada."
Ni-ki meraih kedua tangan Heeseung lalu memegangnya kuat, menatap lekat kearah sang hyung. Perasaan Heeseung tak karuan, semakin jelas ia melihat anak itu hancur.
"Hyung, tolong kasih tahu dokter Park sama manager hyung, Ni-ki ga mau diamputasi. Batalin oprasinya, Ni-ki ga mau." Anak itu mulai menangis begitu juga dengan Heeseung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Uri Maknae |Ni-ki| END
Hayran Kurgu(Brothership-family) Sejak awal Ni-ki merasa ada yang tidak beres dengan tubuhnya. Rasa takut semakin membuncang saat lututnya berdenyut nyeri. Hingga dokter memperjelas semuanya. Kanker tulang telah berkembang dalam tubuhnya. Apa itu berati ia tak...