Prolog

4.2K 525 16
                                    

Tahun ajaran baru dimulai, ini berarti setiap siswa akan mendapatkan ilmu baru untuk menambah pengetahuan mereka. Disisi lain, ini adalah waktu dimana mereka bisa kembali bertemu dengan teman-teman selepas berlibur panjang.

Namun bagi Erisa, kembali bersekolah adalah momen mengheningkan cipta selama delapan jam. Pasalnya selama 2,5 tahun bersekolah di SMA 5 tak ada satupun yang mau bergaul dengannya. Bahkan Erisa bisa menghitung dengan jari, berapa kali dia mengobrol dengan teman sebayanya dalam kurun waktu tersebut.

Apakah itu karena Erisa pernah melakukan hal yang tidak menyenangkan kepada teman sekolahnya? Atau karena Erisa menjadi korban bully seorang bad boy, sehingga teman-temannya enggan bermain bersamanya?

Jawabannya tidak, Erisa tak pernah melakukan hal-hal yang membuat teman sekelasnya marah, sedih dan kecewa. Mengingat Erisa adalah  anak pindahan dari Balikpapan, bagaimana mungkin dia banyak bertingkah. Erisa juga bukan korban pembullyan oleh seorang bad boy atau most wanted sekolah. Oh, ayolah! Ini bukan cerita fiksi.

Hanya saja Erisa memang tak pernah di dekati, dan tak pernah mencoba untuk memasuki salah satu circle pertemanan di sekolahnya. Selain itu Erisa juga tak merasa terganggu dengan hal itu. Well, pada awalnya dia merasa sedih karena tak punya teman di lingkungan yang baru. Tetapi makin kesini dia tak terlalu memikirkannya lagi.

Tapi tahun ini sedikit berbeda, koreksi sangat berbeda bahkan sangat teramat berbeda untuknya. Erisa ingin memukul kepalanya dengan palu sangking frustasinya. Apa dia mulai gila? Sayangnya Erisa hanya bisa menatap bodoh ketiga orang di depannya,  yang asik menyantap sarapan sambil berbincang hangat.

"Erisa, kenapa kamu bengong aja? Itu bubur ayamnya nanti dingin loh," tanya Vero menatap putrinya khawatir.

"Hah? Eh iya-iya mah, aku makan kok," jawab Erisa yang langsung menyantap buburnya dengan cepat.

"Sayang,  makannya jangan cepat-cepat nanti tersedak loh," ucap Cakra yang kini memangku seekor kucing berwarna oranye.

"Papa! Jangan dipegang dulu si Chiko biarin dia makan juga dong," tergur Vero.

"Bentar aja yang, kan chikonya mau dipeluk-peluk sama papa kan?" Ucap Cakra yang mengangkat Chiko si kucing oranye itu ke depan wajahnya.

"Chiko ya," ucap Erisa dalam hati. Kucing yang lumayan lucu, tapi sejak kapan keluarganya punya kucing?

Oh mungkin saat kemaren malam orangtuanya pulang bekerja, mereka memungut Chiko. Padahal seingat Erisa, orangtuanya lebih menyukai anjing daripada kucing.

Erisa menatap chiko yang kini sudah berada di lantai. Eh jangan bilang kucing kampung itu sedang tersenyum miring kepadanya.

Tidak! Tak mungkin seekor kucing bisa melakukan itu. Erisa rasa dia memang sudah gila sekarang. Segera Erisa menghabiskan bubur miliknya dan menegak habis segelas air mineral.

"Aku berangkat dulu ya pah, mah," pamit Erisa yang sudah menggendong tas ransel hitam kesayangannya.

Baru saja selangkah Erisa berjalan, sudah dipanggil lagi oleh Vero. "Erisa kamu gak kelupaan sesuatu?"

Apa yang Erisa lupakan? Erisa menarik tasnya kedepan dan membuka ya untuk mengecek semua barang yang harus dia bawa.

Kotak pensil ada, buku mata pelajarannyapun ada, power bank untuk hp, laptop miliknya, serta tumblrnyapun ada. Lalu apa lagi yang kurang?

"Enggak ada yang kelupaan kok mah," jawab Erisa yang kini berbalik menghadap Vero.

"Bukan barang sayang, yang kamu lupain itu adek kamu si Arvan," ucap Vero menunjuk laki-laki asing yang sedari tadi menyantap sarapan bersama mereka.

"Hah?" ucap Erisa bingung sambil menatap lelaki yang bernama Arvan dengan tatapan kosong.

Adek? Sejak kapan Erisa memiliki saudara? Dia terlahir sebagai anak tunggal. Apa Erisa salah dengar?

"Kakak 'kan gitu mah, kalau dianya udah siap ya gak mikirin orang lain lagi," celetuk Arvan yang kini berdiri dari tempat duduknya.

Erisa menatap Arvan bingung. "Kamu tadi panggil aku siapa?" tanya Erisa untuk memastikan.

"Kakak, kakak Erisa," jawan Arvan dengan senyum lebar.

"Lucu ah kamu! Tamu darimana?" tanya Erisa canggung.

Ketiga orang di depannya saling bertatapan sebelum akhirnya Cakra membuka suaranya, "Erisa kamu gak pa-pa 'kan?"

"Eng...enggak, aku sehat kok... i...iya kan?" tanya Erisa ragu.

Mendengar jawaban putrinya yang mengkhawatirkan. Vero berdiri, lalu memegang kedua pundak Erisa. "Erisa kamu ngigau ya? Arvan itu adek kandung kamu," jelas Vero yang membuat mata Erisa membulat seketika.

"PLAK!" bunyi Erisa menampar pipinya keras.

Ketiga orang lain yang berada di ruangan itu, terkejut. Namun tambah terkejut lagi ketika Erisa tergeletak di lantai tak sadarkan diri.

.
.
.
.
.
Tbc

*Catatan*
Halo guys, ini belum di edit ya. Aku ambil waktu tidur untuk nulis, karena aku lagi sibuk dengan organisasi. Oh iya kawan-kawan semuany, trailer belum sempat ke edit :'). Jadi nanti aja aku kasih trailernya ya. Oh iya cerita DM bakalan di update tiap senin dan kamis (kalau aku ada waktu) kalau aku sibuk itu salah satu antara 2 hari itu ya. Pokoknya segitu aja dari aku, see you on the first chapter.

Dear MamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang