11. Benci

1.9K 266 17
                                    

Nampaknya kendaraan beroda empat itu, bisa membuat tubuh seseorang di samping kemudi meleleh saat ini juga. Tangan yang terkepal di atas paha, dengan postur tubuh tegak lurus. Tanpa sadar mengalahkan kekuatan sabuk pengaman, yang menarik tubuh kecilnya. Pertama kalinya dalam tiga tahun, dirinya pulang sekolah bersama teman satu sekolahnya. Sungguh pengalaman yang tidak akan Erisa lupakan dari sejarah kehidupannya.

Terlihat berbeda dari seorang yang duduk di balik kemudi. Ia terus memperhatikan jalan tanpa peduli dengan Erisa yang duduk di sebelahnya. Ya, itu hanya yang terlihat, tapi pada kenyataannya Valery ingin berteriak dari atas gunung. Sebab ini pertama kalinya selama tiga tahun Valery berinteraksi dengan Erisa. Jikalau saja Arvan tidak memohon padanya, sudah pasti Valery tidak akan terjebak dalam situasi seperti ini.

Flashback On

15 menit lagi, bel pulang sekolah akan berbunyi. Di jam terakhir ini, mereka tidak mendapatkan tugas apa-pun. Mereka hanya disuruh membaca materi, yang akan dibahas dipertemuan selanjutnya.

Merasa bosan, Valery mengajak Nirelda untuk menemaninya ke toilet. Sedihnya, Nirelda menolak ajakan itu mentah-mentah, sebab dia ingin membaca novel karya Tere Liye yang baru ia pinjam dari perpustakaan sekolah. Ia menoleh kebelakang untuk mengajak Nabila dan Siti, berharap keduanya mau menemaninya ke toilet.

Kandas harapannya, melihat Nabila yang tertidur sambil mendengarkan lagu BTS Save Me, dan Siti yang tengah asyik bersholawat.

"Kenapa Val?" tanya Siti lembut.

"Gak papa, lanjutin aja," jawab Valery sebelum bangkit berdiri dan meminta izin pada Bu Wiwiet. Jika tidak ada yang bisa menemaninya, ya tidak apa-apa. Dia bisa pergi sendiri, meskipun tidak akan semenyenangkan jika pergi bersama teman-temannya.

Setelah mendapatkan izin, Valery malah tak pergi ke toilet. Ia berjalan melalui lorong setan—lorong tempat anak kelas 12 biasanya berkumpul—untuk pergi ke kantin.

Valery menghabiskan waktunya bersantai di kantin Bu Lena, sembari menyeruput susu kotak yang baru ia beli. Hingga bel pulang sekolah berbunyi, barulah Valery memutuskan untuk kembali ke kelas.

Kali ini Valery memilih rute yang berbeda, ia melewati tangga di samping UKS. Di sanalah Arvan mencegatnya dan meminta tolong pada Valery.

"Gue gak mau!" tolak Valery lantang.

Arvan mendengus sebal. "Please, sekali ini aja, gue jamin Jovano gak bakalan tahu," mohon Arvan.

"Eh muka lo aja udah bonyok karena tuh preman, gue gak mau bonyok lo itu, pindah ke gue! Lagian kenapa harus gue sih yang ngantar balik Erisa? Gue aja gak deket sama tuh anak," ketus Valery.

"Gue pernah gak minta tolong sama lo?" tanya Arvan.

"Enggak," jawab Valery.

"Nah, ini permintaan tolong pertama dan terakhir gue, gue jamin. Please, mau ya?" Arvan mengeluarkan jurus puppy eye andalannya.

Valery mengeryintkan dahinya, melihat ekspresi Arvan. Tak mau kalah, Arvan setia menatap Valery dengan mata memelas. Jika saja Arvan dalam kondisi baik, mungkin Valery akan menendangnya.

Valery menghembuskan nafasnya kasar. "Iya-iya ah! Jijik gue lihat muka lo," kata Valery membuat Arvan cekikikan kesenangan.

Flashback Off

"Ancew lo Arvan! Bisa-bisanya minta tolong ke gue hal yang sebenarnya gak bisa gue tolongin," gerutu Valery dalam hati.

Dia ingat betul bagaimana Nirelda selalu mewanti-wantinya untuk tidak berdekat-dekatan dengan Erisa. Bukan karena anak itu sombong atau memiliki sifat buruk lainnya. Hanya saja jika mereka melakukan sedikit kesalahan pada Erisa, maka mereka harus siap berhadapan dengan pengikut Jovano maupun Jovano itu sendiri.

Dear MamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang