Melihat Darel yang tidak lagi memegang dada kirinya Erisapun berkata, "Loh udah sembuh?"
***
Matanya menatap lantai dengan kudua tangan yang dikepalkan di atas lutut, ditambah kedua tulang keringnya yang bersentuhan dengan lantai dingin. Membuat perasaan takut semakin menjadi-jadi. Apalagi tatapan mata orang di depannya, seperti ingin memakannya hidup-hidup. Ingin Arvan kabur ke bulan menggunakan delman, seperti lagu Cheerybell.
Erisa menyilangkan tangan di depan dada, merasa tidak puas dengan jawaban Arvan. Bisa-bisanya setelah ia susah payah membuat teh hangat dengan bahan yang tersedia di UKS, Arvan malah menyuruhnya untuk membuang tehnya.
Ditambah lagi fakta bahwa kedua orang ini menggunakan ilmu hitam membuat Erisa ingin memakan mereka bulat-bulat.
Dengan gemetaran Arvan menjelaskan pada Erisa, bahwa Darel bukan terkena serangan jantung biasa. Darel dan Arvan sebelumnya telah melakukan perjanjian terlarang, yaitu perjanjian perbudakan. Pada kasus ini, Arvan adalah tuannya dan Darel adalah budaknya. Namun bukan Arvan yang memaksa Darel menjadi budaknya, malah Darel sendiri yang memaksa menjadi budaknya Arvan.
Sesaat setelah mendengar semua itu, Erisa menyuruh Arvan untuk membatalkan perjanjian itu. Namun anak itu dengan cepat menambahkan, bahwa perjanjian itu tidak bisa dihilangkan sampai waktu yang telah mereka berdua tentukan.
"Kamu gak waras ya? Batalin sekarang!" kekeh Erisa.
"Gak bisa mah!" ujar Arvan.
"Arvan! Kamu ngelawan?" marah Erisa
"Iya! Kan mama sendiri belum ngakuin aku anaknya mama. Beda cerita kalau mama udah percaya aku anaknya mama," jelas Arvan tak mau kalah.
Erisa tersentak, masuk akal apa yang dibilang oleh Arvan. Anak mana yang mau menuruti orangtua yang tidak menganggap mereka ada. Tidak-tidak! Erisa kan bukan orangtuanya Arvan. Tapi jika dia bukan orangtuanya Arvan, dia malah semakin tidak punya wewenang untuk melarang anak itu melakukan hal-hal yang bertentangan dengan moral manusia.
Namun jika dipikir-pikir lagi, Erisa sebagai manusia yang percaya dengan ke Tuhan serta taat pada hukum di Indonesia, bukankah Ia bisa mengingatkan Arvan bahwa perbuatan anak itu bukanlah perbuatan yang terpuji.
"Dosa Arvan, kita sebagai manusia gak boleh memperbudak orang! Ini bukan jaman penjajahan lagi! Ingat di Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 tertulis 'Penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan prikemanusiaan dan prikeadilan'. Kalau pendahulu-pendahulu kita tahu generasi penerusnya akan memperbudak orang lain, mereka pasti sedih karena perjuangan mereka sia-sia. Kamu melanggar HAMnya Darel, Ini gak bener Arvan kamu harus berhenti. Kalau ada yang tahu kamu bisa dipenjara, selain itu Darelnya kasihan, dia bukan orang yang merdeka karena kamu," cecar Erisa.
Terdengar pecah tangis Darel menggelegar diseluruh ruangan. Membuat Erisa dan Arvan terkejut, takut-takut si Darel merasa kesakitan lagi.
"Te...hiks...ri...hiks...Ma...hiks...ka...sih Erisa! Huwaaaaaa!" ucap Darel tak habis pikir kalau Erisa seperhatian itu dengan dirinya.
Darel jadi merasa bersalah pernah ingin membunuh Erisa, ya meskipun Erisa sangat mengesalkan saat itu tapi yasudahlah. Toh saat ini kebaikan Erisa mengguncang hati Darel, sehingga dia menangis. Dalam hidupnya baru tiga kali ia menangis, dan kali ini adalah yang ketiga. Sudah ada lima orang dalam hidupnya yang mengkhawatirkan dirinya, dua diantaranya adalah Arvan dan Erisa. Sisanya pasti mengutuki dia dan berharap Darel untuk cepat mati.
Erisa memeluk Darel berusaha menenangkannya. Sedangkan Arvan hanya mengamati keduanya dari bawah lantai, hingga Darel sudah tenang.
Sekali lagi Erisa melayangkan tatapan sinis pada Arvan. "Ayo cepat batalin perjanjiannya!" suruh Erisa.
Baru Arvan ingin membuka suaranya, Darel lebih dulu menanggapi, "Erisa, kau baik sekali. Tapi aku sama sekali tidak masalah dengan perjanjian itu. Sebab aku lah yang meminta Arvan untuk membuatnya."
"Tapi kenapa? Semua orang mau hidup merdeka, bebas nentuin apapun yang kita mau! Bukan hidup sebagai budak orang lain," ucap Erisa tak mengerti ucapan Darel.
"Karena anakmu baik dan dia orang yang menarik," jelas Darel.
"YAUDAHLAH SUKA-SUKA KALIAN AJA!" teriak Erisa kesal, membuat keduanya terkejut.
"Kalau gitu aku mau balik ke kelas aja," gerutu Erisa yang sudah turun dari tempat tidur.
Langsung saja Arvan dan Darel menghentikan niatnya itu. Membuat Erisa menyerngit heran menatap keduanya yang memasang raut wajah khawatir.
"Mama gak ingat beneran kenapa mama bisa disini?" tanya Arvan yang sudah menghadang Erisa.
"Mama mami aku bukan mama kamu! Dan aku juga gak tahu kenapa aku disini! Minggir habis ini ada pelajaran metik, aku gak mau ketinggalan pelajaran!" Erisa membentak Arvan.
"Coba ingat-ingat lagi mah, mama masa gak ingat," kesal Arvan.
Erisa memutar bola matanya malas, ada apa sih yang ada di dalam pikirannya Arvan. Sudah dibilang Erisa tidak ingat ya dia tidak ingat. Lagipula dilihat secara fisik, harusnya hanya Arvan yang berada di UKS dan bukan Erisa.
"Aku tadi dipukul papa sampai bonyok kayak gini," Arvan berharap Erisa bisa mengingat sesuatu setelah ia mengatakan hal itu.
"Gak ada hubungannya sama aku," ucap Erisa menggeser badan Arvan dan berjalan menuju pintu UKS.
Arvan berbalik melihat punggung Erisa. "Tapi mama, mama aku,"
Anak gila dari antah berantah yang tiba-tiba menjadi adiknya terus menerus mengaku sebagai anak Erisa. Tapi itu bukan urusan Erisa, orang gila mana yang mau percaya. Sekalipun dia punya teman setengah kucing yang punya kekuatan sihir? Tinggal di Indonesia, bukankah santet dan perdukunan adalah hal biasa?
Erisa yakin 100% kedua orang ini adalah dukun yang ingin mengguna-guna keluarganya.
Erisa yakin dirinya bukan dari keturunan orang yang memiliki ilmu gaib dan sebagaimya, lalu bagaimana orang yang mengaku sebagai anaknya dari masa depan memiliki kekuatan seperti itu? Apalagi bisa memperbudak sebuah mahluk aneh.
"Jovano! Dia suami mama di masa depan, dia orang yang habis mukul aku," ucap Arvan saat Erisa sudah mencapai pintu, berharap Erisa mengingat sesuatu yang dapay memberi petunjuk bagi Arvan.
Layaknya sebuah gulungan film yang berputar di otak Erisa. Kini satu persatu bayangan ingatan mulai dari Arvan yang memprediksikan dua kejadian, yang membuat setan bernama Jovano mengamuk, lalu berujung Erisa pingsan karena melihat Arvan telah babak belur. Kepala Erisa menjadi sakit, sulit sekali menerima memori sebegitu banyak hanya dalam sepersekian detik.
Erisa berbalik menatap Arvan. Bagaimana jika anak itu benar? Bagaimana jika ia memang anaknya dari masa depan?
Erisa membenci dirinya sendiri, sudah berapa kali ia begini? Sesaat merasa yakin bahwa Arvan adalah pembohong, kemudian meragukan hipotesisnya sendiri.
Jika memang apa yang dikatakan oleh Arvan benar, maka detik ini juga Erisa ingin menangis. Bagaimana dirinya bisa menikahi manusia batu yang selalu menggunakan kekerasan untuk menyelesaikan masalah?
Jika ia membuat makanan terlalu asin, apakah Jovano akan memukulnya? Atau jika Erisa belum mencuci piring dan Jovano ingin makan, namun tidak ada piring yang bisa digunakan. Apakah Jovano akan melemparkan piring kotor ke arah Erisa?
Membayangkan kehidupan pernikahannya dengan Jovano di masa depan membuat Erisa bergidik ngeri. Bagaimanapun ia di masa depan, ia tidak boleh menikahi Jovano.
"Aku gak mau nikah sama Jovano," lirih Erisa.
"Jangan gitu, nanti aku yang gak lahir dong," kini Arvan yang ingin menangis.
*
*
*
*
*
TbcCatatan:
Selamat PAS guys :') Tugas Kimiaku belum selesai disaat PAS di depan mata 😭👊.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Mama
Teen Fiction[ON GOING] Bayangkan jika kamu bertemu dengan seorang cowok yang mengaku dirinya adalah anakmu dari masa depan. Apa yang akan kamu lakukan? melarikan diri atau malah percaya dengan kata-katanya . Belum lagi ia membawa intruksi-intruksi aneh dan gak...