Ketiga orang lain yang berada di ruangan itu, terkejut. Namun tambah terkejut lagi ketika Erisa tergeletak di lantai tak sadarkan diri.
...
Matahari yang hangat menerpa kulit Erisa yang kini menyusuri dipinggir pantai. Suara lembut ombak yang menghantam pasir, membuat bibirnya tergelitik untuk menaikan kedua ujung bibirnya keatas. Perasaan damai yang menjalar di hatinya membuat Erisa memejamkan mata dan menarik nafas dalam. Oh sungguh sangat nyaman rasanya.
Namun ketika Erisa membuka matanya, ombak besar dengan cepat menerjangnya dan menariknya kedalam laut.
Nafas Erisa tersengal-sengal dengan mata yang membulat lebar. Sungguh mimpi dengan plot twists yang sangat tak terduga.
Erisa yang kini sudah terduduk diatas kasur tersadar bahwa seluruh ranjangnya serta dirinya sendiri basah kuyup. Erisa menatap kesamping kanan dimana Arvan sedang memegang ember kosong ditangannya.
"AAAAAAAH!" teriak Erisa ketakutan.
Arvan segera membekap mulut Erisa dengan satu tangannya, sedangkan tangan lainnya masih memegang ember sambil menopang tubuh Erisa dari belakang.
"Ssssst ... jangan teriak-teriak kak!" cicit Arvan, takut jika ada orang yang salah paham dengan teriakan Erisa.
Ya Tuhan ternyata orang jelek yang mengaku sebagai adiknya masih ada dirumah ini. Berarti kejadian tadi pagi memang nyata dan bukan mimpi. Wah sangat kurang ajar, pasalnya Erisa sudah merelakan tangannya melukai pipinya sendiri.
Erisa memberontak sekuat tenaga, namun bekapan Arvan jauh lebih kuat. Erisa langsung saja menggigit kulit telapak tangan Arvan, membuat sang empunya yang kini berteriak kesakitan.
Lantas Arvan melepaskan tangannya, namun Erisa tak mau kalah dia menggigit tangan Arvan lebih kuat lagi. Arvan menjerit semakin menjadi. Reflek Arvan langsung memukul kepala Erisa dengan baskom yang ada ditangan satunya.
Erisapun melepas gigitannya, dia merasa pusing akibat pukulan Arvan. Lama-kelamaan semua yang ada di depannya kembali menghitam. Erisa pingsan untuk kedua kalinya.
***
"Bodoh! Anak mana yang tega memukul ibunya dengan baskom hingga tak sadarkan diri selama dua hari?" sindir seseorang yang Erisa tak ketahui.
"Ya kalau lo diposisi gue kemaren lusa, lo paling ngeluarin kekuatan dewa lo itu!" bela Arvan.
"Tapi aku tak akan pernah memukul ibuku sendiri," ucap orang itu yang tak mau kalah.
Karena perdebatan mereka, perlahan Erisa membuka matanya. Membuat kedua orang yang ada disamping kanannya, menatap kearahnya khawatir. Seakan tak punya kekuatan Erisa hanya bisa menatap lemas kedua orang itu tanpa bersuara.
Arvan segera duduk dipinggir ranjang Erisa dan memegang kedua pipinya. "Kakak gak pa-pa?" tanya Arvan khawatir.
Erisa menatap datar Arvan lalu melirik seorang laki-laki yang berdiri tak jauh dari tempat tidurnya. Rambutnya sebahu dengan warna pirang, serta mata yang menatap Erisa tajam. Memakai jubah berwarna merah dipundaknya, seperti orang-orang eropa diabad pertengahan.
Erisa masih terdiam, namun otaknya masih sulit menerima apa yang sebenarnya terjadi. Sosok di depannya yang begitu asing memanggilnya dengan sebutan kakak, membuatnya ingin menjambak Arvan. Ditambah wajah songong si rambut pirang, membuat Erisa sangat ingin menendang mereka berdua ke Kwangnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Mama
Teen Fiction[ON GOING] Bayangkan jika kamu bertemu dengan seorang cowok yang mengaku dirinya adalah anakmu dari masa depan. Apa yang akan kamu lakukan? melarikan diri atau malah percaya dengan kata-katanya . Belum lagi ia membawa intruksi-intruksi aneh dan gak...