12. Keluarga Valery

1.5K 230 11
                                    

Erisa tidak peduli siapa pembuatnya! Baginya pembuat rumor itu dan Jovano, adalah salah dua orang yang Erisa benci dalam hidupnya.

Topik pertemanan ini, kerap kali membuat Erisa merasa rendah diri. Contohnya setiap kali ada tugas berkelompok, yang mana anggotanya di tentukan oleh siswa sendiri, Erisa harus selalu meminta bantuan guru. Supaya ia mendapat partner bekerja. Tak berhenti sampai di situ, Erisa tidak pernah bisa mengeluarkan gagasannya, atau tenaganya. Dalam kata lain Erisa tidak pernah diberikan kesempatan, untuk berkontribusi dalam tugas kelompok. Pada awalnya Erisa merasa senang, tinggal duduk manis nilai langsung keluar. Lama kelamaan Erisa sadar bahwa ia akan tertinggal.

Dia pikir dirinya terlihat sebegitunya tidak bisa diandalkan, sehingga teman-teman sekelasnya, memperlakukannya seperti itu. Fakta bahwa dia bukan anak asli kota itu, membuatnya merasa tak pernah diterima oleh teman sekelasnya. Nyatanya semua karena rumor yang tak jelas berasal dari mana.

Sungguh tidaklah mudah beradaptasi dengan lingkungan yang menolaknya. Yang paling menyakitkan, ketika ia sudah bersusah payah berdamai dengan keadaan, lalu mendapati fakta bahwa lingkungan yang mengucilkannya, tidak benar-benar menolaknya. Mereka hanya menolak status Erisa sebagai kekasih Jovano, karena siapa juga yang mau berteman dengan pacarnya biang kerok sekolah? Sekali macam-macam dengannya, maka Jovano akan membuat hidup mereka seperti di neraka.

"Ini belok ke kanan 'kan?" Valery memastikan.

Erisa mengiyakan dengan suara yang lirih. Membuat suasana di dalam sana, kembali canggung. Sesungguhnya, Erisa merasa tak enak dengan Valery, tapi Erisa bukanlah tipe orang yang pandai menyembunyikan perasaannya. Ia yakin, Valery menangkap sinyal bahwa Erisa tidak merasa baik-baik saja sekarang. Dan Erisa berharap Valery mengerti tentang sinyal itu.

Valery berdoa agar ia bisa cepat mengantar Erisa sampai ke rumah, berada di dalam mobil yang sama dengan suasana seperti ini membuat Valery jauh dari kata nyaman. Sekelas dengan Erisa bukanlah hal buruk, namun terjebak disituasi seperti ini dan hanya berdua dengan Erisa. Tentulah bencana bagi Valery.

"Seengaknya gue pernah mencoba menjadi anak baik dengan nganterin dia pulang, kalau nanti udah lulus SMA, gue gak perlu ngerasa bersalah," ujar Valery dalam hati.

Tidak sampai semenit, handphone Valery berdering nyaring. Dengan cekatan, Valery menggeser tombol hijau yang tertera di layar handphonenya. Demi keslamatan bersama, Valery memilih menyalakan tombol speaker dan menaruh ponselnya di dashboard mobil.

"Halo Valery, kamu ada dimana sekarang?" tanya orang diseberang sana terburu-buru.

"Halo bu, Valery ngantarin teman dulu kerumahnya, habis itu langsung ke TK buat jemput adek-adek," jawab Valery.

"Aduh nak, bukannya ibu ngelarang kamu buat antarin temanmu, tapi bisa gak kamu langsung ke TK. Soalnya Kenzo mendadak demam, gurunya baru kasih tahu ibu tadi."

"HAH?!" mobil kembali di rem mendadak oleh Valery yang terkejut akan berita tersebut.

Lagi-lagi Erisa berterimakasih di dalam hati, karena jalanan sepi. Dari sudut pandang Erisa, Valery memang anak yang tidak ada rasa takut, dia berani dan percaya diri membawa mobil besar ini kesekolah, dan dia juga berani berhenti sembarangan tanpa pikir panjang. Sepertinya Erisa harus banyak belajar dari Valery.

Mendengar berita dari Ibunya, jelas Valery merasa khawatir. Seingatnya Kenzo baik-baik saja saat sarapan tadi, bahkan Kenzo menuangkan susunya sendiri, lalu kenapa anak itu mendadak sakit? Ia melirik kearah Erisa, tak mungkin dia meminta anak itu turun dari mobilnya sekarang. Meskipun jarak rumahnya bisa Valery tebak tidak jauh lagi. Tapi dia sudah banyak melakukan kesalahan hari ini, jika Jovano tahu, dia harus berurusan dengan preman itu. Valery tidak mau gelarnya sebagai anak teladan, hancur karena berurusan dengan Jovano. Ditambah teman-temannya juga akan mendapatkan imbas dari kesalahannya.

Dear MamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang