"Anjing! Pelan-pelan napa Van!" umpat Darren, saat badannya terombang-ambing ketika di bonceng Nevan. Menggunakan motornya.
"Bukan salah gue. Ini salah jalan nya."
kata Nevan membela diri. Memang benar seharusnya Darren menyalahkan jalan yang mereka lewati bukan nya Nevan yang mengendarai motor.Darren tidak menyangka jika toko peralatan dapur sangat jauh dari daerah tempat tinggalnya. Sekarang bokong nya terasa sakit karena menaiki motor tua yang teman nya miliki ini. Tapi seharusnya iya bersyukur, masih bisa diantar.
"Masih lama?" tanya Darren sedikit kesal. "Sebentar lagi." jawab Nevan di sela-sela mengendarai kendaraannya.
"Sabar, bentar lagi nyampe." ucap Nevan lagi. Darren hanya diam tak menjawab.
Akhirnya setelah beberapa menit mereka sampai di toko tujuan mereka. Walaupun sedikit melelahkan tapi tidak apa-apa.
"Cepet sana. Lo mau beli apa aja,"
suruh Nevan."Gue cuma mau beli piring, tenang nggak bakal lama kok." Darren mencoba meyakinkan Nevan.
Ia hanya takut di tinggalkan Nevan sendirian. Jika teman nya itu meninggalkan nya, yang akan terjadi adalah ia yang tersesat. Dan tak akan sampai rumah sampai kapan pun, salah satu kebiasaan Darren adalah lupa arah. Darren selalu lupa arah jalan pulang nya, bahkan ia pernah nyasar ke sekolah anak lain.Nevan mendengus. "Iya, buruan sana." Kesal Nevan tak lupa dengan gestur tangan yang seolah-olah mengusir nya.
^°^°^°^
Sementara di rumah, bibi Diva sibuk menjaga Deon.
Bibi Diva duduk di samping Deon yang tengah tertidur pulas.
Hanya ada keheningan di kamar ini.
Setiap melihat wajah Deon, pasti ia akan teringat dengan Deon yang terus bekerja keras menyembuhkan trauma pemuda berusia 16 tahun ini.
Tak pernah ada kata menyerah yang menghampiri Darren. Si pria gigi kelinci itu selalu saja semangat, walaupun terkadang pemuda itu terlihat sangat lelah.Tiba-tiba, bibi Diva terkejut saat Deon melenguh dan mulai membuka matanya perlahan.
Sekarang Deon yang terkejut,
Pemuda itu sedikit menjauhkan dirinya dari ibunda Nevan itu. Sedangkan bibi Diva sendiri yang melihat tingkah laku Deon terkekeh lucu melihatnya."Jangan mendekat!" perintah Deon. Tubuhnya mulai bergetar hebat, ia sangat ketakutan sekarang.
Ia tidak mengenal siapa wanita tersebut, wanita itu terlihat sangat asing baginya."Ku mohon jangan mendekat," mohon Deon. Air matanya tak bisa di tahan lagi, butiran air perlahan keluar dari kedua mata Deon.
Bibi Diva seketika linglung, sepertinya Deon salah paham. "Tenang bibi tidak akan memperkosa mu." ucap bibi Diva mencoba becanda.
Sedetik kemudian, ua sadar apa yang telah mulutnya ucapkan kepada pemuda yang sangat ketakutan itu.
"E-eh gini maksud bibi," Sedikit menjeda kalimatnya karena khawatir.
"Bibi nggak bakal nyakitin kamu," ucap bibi Diva lagi. Deon masih tidak percaya, sekarang ia tak mudah percaya kepada siapapun.
"Bibi ini... ibu Nevan." Walaupun wanita di hadapannya ini ibu dari seorang Nevan Nial, tapi tetap Deon tak akan mudah percaya.
Ia sangat takut terhadap manusia yang berbohong."Kamu... Deon kan?" Mau tak mau Deon mengangguk, kan memang benar toh ia bernama Deon?
Yang di lakukan bibi Diva selanjutnya membuat Deon bingung, wanita itu meregangkan kedua tangan nya. "Kemari lah," kata bibi Diva.
Deon masih diam di tempat, "Bibi tahu kau butuh pelukan." melihat bibi di hadapan nya ini, mengingatkan nya kepada mendiang ibu nya. Yang pergi tanpa mengajaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Obsession And Possessive | Taedo
Teen FictionPenyakit obsesi seorang Askara kepada teman dekatnya sendiri, Darren. Ini bxb oke, jangan keras kepala. Kalo keras kepala, mending kepalanya buat saya aja gimana? [End]