Setelah Stava mandi dan menghilangkan bekas darah dari kuntil anak tadi, ia merasa dendam dan geram. Ia pun kembali ke rumah sebelah tanpa ada yang tahu karena ingin mencari kuntil anaknya.
"Kuntil anak, datanglah, sini kamu!" teriak Stava.
"Ixixixixixixixi." Suara kuntil anak yang entah di mana.
"Di mana kamu! Sini berhadapan denganku!" tantang Stava. Kuntil anak sontak mendekati Stava. "Nah akhirnya muncul juga kamu, maksut kamu apa tadi, menjebak aku dengan darah, mau ngajak ribut atau sekalian gelut?"
Tanpa jawaban apapun, kuntil anak langsung menyerang Stava dengan meneteskan darah yang ada pada mulutnya kepada. "Waahhh ternyata kamu berani ya, bagus! Lanjutkan!" tantang Stava lagi, yang rambutnya bergupak darah.
Karena emosi Stava tak stabil, ia membujuk diri sendiri untuk bersabar dan akhirnya ia mengucap ayat kursi untuk mengalahkan kuntil anak. Kuntil anak tersebut sontak menghilang. Stava langsung menyalakan senter pada handphone sebagai penerang saat ia berjalan mencari kamar mandi pada rumah itu. Karena kakinya bergupak darah, sehingga saat berjalan, darah tersebut menetes dan menjadi jejak.
"Hufftt.. Sabar Stava, kamu harus sabar, tidak boleh marah!" batin Stava bermaksut menenangkan dirinya. Ia masih berjalan mencari kamar mandi, namun lagi-lagi tidak menemukan. Akhirnya ia masuk ke sebuah kamar di lantai satu yang terpasang walpaper bermotif kartun. Tanpa disadari, ternyata kamar mandinya berada di kamar. Stava bergegas membersihkan seraya tidur. Malam ini, ia ingin tidur di rumah itu.
Saat ia membaringkan tubuhnya pada ranjang, tiba-tiba handphone-nya berdering dan bergetar seperti ada yang telfon. Hal itu membuat Stava tidak jadi tidur. Stava pun melihat dan ternyata Kavone yang melelfon. Entah mengapa, malam ini hati Stava ingin marah dan mengamuk sehingga ia tidak mau merespon Kavone. "Bodoh amat kalau Ibu sama Ayah mencari aku, orang akunya ingin di sini!" batin Stava dengan perasaan kesal.
Di tengah perasaan kesalnya, Stava melihat sosok hitam putih yang bergerak di depan ranjang yang di tempati. "Wooeee... Siapa kamu?" tanya Stava. "Dua makhluk itu seperti sedang pacaran!" batin Stava. Stava yang biasanya sangat sabar dan lembut, kini menjadi pemarah. Hal itu telah diketahui oleh sang Adik laki-lakinya sehingga dia merasa aneh.
"Kalian lagi pacaran ya?" Stava bertanya kepada dua makhluk itu.
Tanpa di sadari, Makhluk yang berwarna hitam telah hilang, kini tinggal makhluk yang berwarna putih. Dia mendekati Stava. "Mengapa kamu mendekat? Mau tidur bareng aku ya? Boleh kok, tafadholy, berbaring di sini!"
Saat Stava sedang asik bercanda dengan setan, tiba-tiba terdengar suara Kavone dari luar. Setan tersebut sontak menghilang saat mendengar suara itu. "Kakak... Kakak, Kakak di mana Kak?" Stava tak menjawab. Pintu kamar yang sedari tadi terbuka, langsung ia tutup dan kunci. Suara Kavone terus terdengar nyaring, namun, Stava tetap diam dan berbaring di ranjang.
"Tuh orang tidak pulang-pulang, gangguin saja, huuhhh." Stava menghela nafas.
Tanpa disadari, tiba-tiba Kavone mengetuk pintu kamar yang di tempati Stava. Mungkin ia mengikuti jejak darah tadi dan mungkin ia merasa aneh bahwa pintu ruangan dalam rumah itu terbuka semua, sedangkan yang satu tertutup sehingga ia curiga dan mencoba mengetuk pintu kamar Stava.
Thok ...
Thok ...
Thok ...
Thok.. Thok.. Thok
"Kakak, apakah Kakak ada di dalam, tolong keluar Kak, kasihan Ibu sama Ayah, dia khawatir sama Kakak!" ucap Kavone sambil mengetuk pintu dengan nyaring.
Handphone Stava berbunyi nyaring, tiba-tiba. Hal itu bisa membuat Kavone mendengarnya dan tahu bahwa Stava ada di dalam. "Kakak, keluar Kak!" pinta Kavone yang sepertinya sudah tahu bahwa Stava ada di dalam.
"Aaduuhhh... Dia manggil-manggil terus lagi, apa aku ketawa kayak kunti saja ya? Biar tidak ketahuan!" pikir Stava.
"Kakak, aku tahu Kakak ada di dalam, tolong keluar Kak, Ayah sama Ibu mencari Kakak!" Suara Kavone terus memanggil-manggil Stava dan mengetuk pintu.
"Aduuhh... Bagaimana ini? Lebih baik aku diam deh, pura-pura tidak ada!" Stava pun memutuskan untuk diam.
"Kalau Kakak tidak mau keluar, aku dobrak pintu-nya, ya!" ancam Kavone.
"Aduh, bussett! Bagaimana ini? Mm... Mm.. Aku harus masuk kamar mandi dan megunci pintunya, agar tidak ketahuan Kavone." Stava pun masuk kamar mandi yang ada dalam kamar tersebut, dan mengunci pintu. Saat Stava menutup pintu, suaranya terdengar hingga luar.
"Kakak tidak mau keluar, oke aku dobrak ya, 1.. 2.. 3.."
Dor ...
Dor...
Dor ...
Setiap Stava mendengar dobrakan pintu, ia menutup telinga. "Semoga tidak ketahuan, aku pengen tidur di sini, pliisss, Ya Tuhan tolong aku, aku ingin tidur di sini!" Gedoran pintu masih terdengar nyaring.
Jebles ...
Sepertinya Kavone berhasil membuka pintu kamar tersebut. "Aduuhh... Handphone aku ketinggalan di ranjang, lagi, nanti kalau Kavone tau handphone aku, dia bakal curiga kalau aku ada di dalam, mana di sini gelap, lagi." Stava lupa membawa handphone dan sekarang ia di dalam kamar mandi dengan kondisi gelap.
"Ini ada handphone Kakak, pasti Kakak ada di sekitar sini kan, keluar Kak!" Kavone terus meminta Stava untuk keluar.
Uhuk ...
Tiba-tiba Stava batuk, ia langsung menutup mulut dan menahan batuk yang ingin keluar. "Aduuhh... Kok aku batuk sih, kan jadi terdengar suaraku!" Dalam hati Stava banyak kata 'Aduh'.
"Pasti Kakak ada di kamar mandi!" ucap Kavone yang mendengar suara batuk Stava. Ia pun langsung mendobrak pintu kamar mandi.
Jedor ...
Jedor ...
Jedor ...
Kavone berusaha membuka pintu kamar mandi yang dikunci oleh Stava. Jantung Stava berdegup kencang, ia bingung harus bersembunyi di mana lagi. "Ya Tuhan, aku harus sembunyi di mana lagi................ Oh iya, di dekat toilet ini, pasti tidak akan ketahuan!"
Setelah gedoran pintu bersuara cukup lama, kini telah terbuka. Kavone berhasil masuk kamar mandi. Ia membawa senter dan mencari Stava di dalamnya. Stava mencium bau tidak enak di samping toilet itu. Ia hampir mual, untungnya masih bisa ditahan. "Kakak, keluar Kak, pasti Kakak ada di sini!" ucap Kavone sambil mengarah-arahkan senternya.
Karena Kavone tidak melihat Stava sama sekali, ia berputus asa dan ingin pulang. "Oke, kali ini aku tidak menemukan Kakak, tapi nanti aku akan kembali ke sini bersama Ayah!" celetuk Kavone seraya pulang.
Stava yang tahu sang Adik telah pergi, ia langsung keluar dari toilet dan kembali ke kamar. "Ueeekkkk.." Stava mual setelah menghirup bau tidak enak dalam toilet. Untungnya tidak jadi muntah. "Aku harus naik ke lantai atas, biar tidak ketahuan mereka saat mencari aku, nanti!" Stava menyalakan senter dalam handphone seraya naik ke lantai atas dan menempati sebuah kamar yang ada di sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Misteri Rumah Sebelah (Completed)
HorrorHello everyone👋Dalam cerita ini, saya mengisahkan seorang perempuan bernama Stava yang tinggal disebuah kota kecil bernama Deru. Rumahnya tidak terlalu besar, namun di sebelah rumahnya terdapat rumah mewah dan megah. Sayangnya, rumah itu kosong sej...