Part 18

3 1 0
                                    

  Saat menempati sebuah kamar di lantai 2, Stava merasa tenang, aman dan nyaman. "Ahhh... Akhirnya, aku sampai di sini, aman!" batin Stava sambil membaringkan tubuhnya ke kasur. Stava meraba-raba kasur tersebut. "Eh kok banyak debunya, ya?" Ia pun memutuskan untuk pindah kamar.

  Di depan kamar tersebut, ada kamar yang terpasang wallpaper dinding bermotif batik. Sebelum membaringkan tubuh, ia mengecek kasurnya. "Ada debu juga, tapi di sini tidak banyak, jadi masih sedikit nyaman untuk di tempati," batin Stava.

  Hari ini hati Stava berasa campur aduk. Ada perasaan kesal, galau, marah dan lain-lain. Semua itu berawal saat diri-nya debat dengan kuntil anak. Karena Stava merasa sepi dan galau, ia bermain senter handphone-nya dengan mengarah-arahkan ke mana saja.

  Tanpa disadari, ternyata di situ ada sebuah sapu yang bisa digunakan untuk menyapu debu di atas kasur. Stava pun mengambil seraya menyapukan ke kasur.

  Bersih sudah kasur yang ingin ia tempati. Sekarang, ia berbaring di atasnya sambil di tengah suasana gelap.

  Saat Stava berbaring dengan menyampingkan kepala, ia melihat sosok bertubuh darah yang berdiri diam di depannya. "Hai cantik, mengapa kamu ke sini? Ada keperluan ya?" tanya Stava.

  "Jangan panggil aku cantik!" tegasnya dengan menunduk.

  "Lalu apa?"

  "Jangan panggil aku apapun!"

  "Memangnya kenapa sih? Aneh banget kamu, aku panggil kamu setan aneh!" desak Stava.

  "Berani kamu ya?" Darah sosok itu menetes ke lantai.

  "Berani, kamu itu cuma setan, aku manusia. Kalau kamu aku ucapin ayat kursi kamu bakal kebakar loh!" jawab Stava.

  "Aarrrrgghhh... Awas ya! Tunggu besok!" Sosok tersebur marah dan berucap seperti itu yang membuat Stava tak paham.

  "Agakagakagakagakagak! Kamu itu bicara apa? Sangat tidak jelas, maksut kamu apa sih?" tanya Stava sambil tertawa terbahak-bahak.

  "Silakan kamu tertawakan aku sekarang, tapi lihatlah esok! Kamu akan pergi dari sini untuk selama-lamanya... Agiakgiakgiakgiak!" jeblosnya.

  "Hah? Maksut kamu apa?" tanya Stava belum paham.

  "Kamu besok akan aku bunuh... Agiakgiakgiakgiak, dada sampai jumpa besok ya!" ancamnya sambil tertawa terbahak-bahak.

  "Apa? Aku tidak mau maatiiiiiiiii! Jangan bunuh akuuuuuuuuuuuuu!" teriak Stava.

  "Hah? Tidak, aku tidak boleh mati, aku harus hidup demi Ibu dan kedua adikku!" batin Stava yang matanya sudah terbuka. Ternyata itu hanya mimpi yang telah Stava hentikan dengan bangun tidur. Ia menyalakan handphone untuk melihat jam. Ternyata baru pukul 23.30.

  Hati Stava memanas seketika setelah mendapat mimpi seperti itu. Ia ingin pulang, tapi kalau jam segini rumahnya sudah tutup dan terkunci rapat.

  "Stava.... Kamu di mana Nak!" Terdengar suara Stavone dari lantai bawah yang sepertinya sedang mencari Stava.

  "Hah, itu suara Ayah, apa aku keluar saja ya?" pikir Stava. Ia pun menyalakan senter handphone-nya seraya menghampiri sang Ayah.

  "Stava kamu dimana Nak?" Suara Stavone yang mencari Stava masih terdengar nyaring.

  "Ayaahhh!" panggil Stava kembali sambil berlari menuruni anak tangga.
  "Stava kamu di mana?"

  "Aku di sini Ayah!" jawab Stava yang hampir selesai menuruni anak tangga. "Aauuupppp..." Tiba-tiba ada yang menerkam Stava dari belakang hingga ia pingsan.

  Saat sadar, Stava berada di bawah pohon, pinggir jalan raya yang lokasinya tak dikenal. "Aku di mana? Haaaa.." tanya Stava yang kaget melihat makhluk merah di depannya. "Itu kan makhluk yang tadi, jangan-jangan aku beneran mau dibunuh?"

  "Stava," ucapnya.

  "K-k-k-k-kamu siapa?" tanya Stava dengan gugup.

  "Sudah tau kan, aku siapa?" tanyanya. Stava menggeleng. Jantungnya berdegup kencang sambil menatap makhluk menyeramkan tersebut.

  "Nama ku, Darka, aku orang yang mati karena kecelakaan, tubuhku hancur bercucuran darah, seperti sekarang ini, apakah kamu tau siapa yang menabrakku?" Stava hanya menggeleng. Ia benar-benar tidak paham dengan maksut makhluk tersebut. "Yang menabrakku adalah Ayahmu, Stavone!"

  "Hah? Itu tidak mungkin, Ayahku tidak pernah terjerat kasus apapun!" jawab Stava tak percaya.

  "Itulah kamu, anaknya, yang tidak tahu bagaimana ulah ayahmu semasa muda!" jawabnya.

  "Lalu tujuan kamu membawaku ke sini untuk apa?" tanya Stava.

  "Aku ingin kamu menjadi temanku!" jawabnya.

  "Maksut kamu apa?" tanya Stava.

  "Aku akan membunuhmu, kamu akan aku jadikan teman dan anggap saja itu untuk menebus kesalahan Ayahmu!" jawabnya.

  "Hah? Aku tidak maaauuuuuu, aku tidak mau mati. Kalau aku mati nanti Ayah dan Ibuku bagaimana?" desak Stava dengan berteriak.

  "Tidak apa-apa kok. Nanti kamu bakal hidup tenang denganku!" jawabnya.

  "Tidaaaakkkkk, aku tidak mau mati,tolong kembalikan aku ke rumahku!" teriak Stava.

  "Kamu bisa bebas, asal kamu mau mencari satu manusia untuk jadi temanku!"

  "Oke-oke, aku akan cari satu manusia untuk jadi temanmu, tapi tolong lepaskan aaaakuuuu!"

  "Oke aku akan lepaskan kamu sekarang, tapi kamu tidak boleh ingkar janji, kalau kamu ingkar, aku akan datang kepadamu dan menjadikan kamu sebagai temanku!"

  "Iya, aku tidak akan ingkar janji kok, tolong kamu pergi sekarang!!!" Sosok itu menghilang seketika. Stava yang sedari tadi berbaring di tanah, ia sontak berdiri. "Aku di mana ya?" batin Stava yang tak tahu keberadaannya sendiri.

  Ia berjalan walau tak tahu arah. Di tengah perjalanannya, ia bertemu dengan seorang Bapak-bapak. "Pak.. Pak, mau tanya, ini daerah mana ya?" tanya Stava.

  "Ini kota Mersi Mbk, memangnya Mbk orang mana?"

  "Saya dari kota deru Pak!" jawab Stava.

  "Loh, kok bisa sampai sini! Mana seperti tidak tahu arah, lagi... Astaga jangan-jangan orang gila ya!" duga orang tersebut seraya pergi.

  "Eh Pak-pak sebenatar, saya bukan orang gila!" Stava berusaha mencegah orang itu pergi, namun sia-sia, orang tersebut tetap berjalan meninggalkan Stava.

  Saat ini, ia lagi berada di pinggir jalan raya sendirian. "Aduuhh... Bagaimana saya bisa sampai di kota mersi? Padahal saya tadi di rumah sebelah! Atau jangan-jangan ini tempat kecelakaannya Darka sama Ayah ya? Makanya dia bawa aku ke sini!" batin Stava yang masih berjalan walau tak tahu arah.  "Eh.. Handphone aku kok tidak ada.. Di mana handphone akuuuu?" Stava baru sadar bahwa handphone-nya tidak ada.

  "Oh iya, kota Mersi kan tempat tinggalnya Tante Ari, pemilik rumah sebelah itu, tapi dia tinggal di mana ya?" Stava berniat ke rumah Ari, pemilik rumah sebelah itu untuk menumpang tidur. Namun, ia tidak tahu arah dan lokasinya. Stava seperti orang gembel, rambut acak-acakan dan pakaian juga sangat kotor. Bahkan, orang-orang yang melihat seperti merasa jijik.

  Beberapa menit kemudian, setelah Stava tidur, ia bangun dan menengok jam. Ternyata sudah menunjuk pukul 07.56. "Huffttt.... Ternyata cuma mimpi. Alhamdulillah deh kalau gitu." batin Stava seraya pulang ke rumah. Syava merasa kapok tidur di rumah sebelah, karena ia bermimpi sangat aneh dan menakutkan.

 

 

 

 

 

 

 

Misteri Rumah Sebelah (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang