Part 25

1 1 0
                                    

  Stava telah di bawa ke ruang penanganan jiwa, kini ia sendiri tanpa ditemani. Kedua orang tuanya telah pulang. Sepertinya Stava memang depresi, terkena gangguan jiwa. Karena saat pintu ruangan terkunci, ia menjerit, menangis, tertawa dan berusaha membuka pintu ingin keluar. Ya... Begitulah, seperti orang gila, tidak jelas.

  Dor...

  Dor ...

  Dor ...

  Dor ...

  Dor ...

  Dor ...

  "Iiiiiihhh susah banget ini pintu, sepertinya pintu ini rusak dan aku harus bisa memperbaikinya supaya normal dan bisa di buka, agiakgiakgiakgiakgiak," oceh Stava. "Eh tapi aku butuh obeng, di sini ada atau tidak ya?" Stava mencari obeng dalam ruangan tersebut.

  "Astagfirullahaladzim... Ya Allah, Ya Rabbi... Ahagahagahag, obengnya tidak ada, wakakakakaka yang punya rumah ini miskin kayaknya, pintu rusak, tidak diganti, obeng tidak punya... Huhuhuhuhuhuhu." Stava terus mengoceh tidak jelas bercampur tangisan dan tawaan. Suara Stava terdengar nyaring dari luar, namun tidak ada seorangpun yang datang untuk memberhentikan tangis dan tawa Stava.

  Beberapa waktu kemudian, jam dinding telah menunjuk pukul 14.53. Kini saatnya Stava makan dan minum obat. Dokter Juava masuk ruangan Stava sambil membawa sepiring makanan dan beberapa obat. "Assalamualaikum... Yuuk makan dulu Mbk cantik, ini enak loh!" ucap Juava.

  "Ahahahahahahaha, yes, aku dibilng cantik!" Stava malah ngomong sendiri.

  "Yuukk makan dulu yuuk!" pinta Juava sambil menyendok makanannya.

  "Iiiiiii takut!" ucap Stava sambil memeluk tembok menghindari Juava.

  "Ayo sayang, jangan takut, makan yook, nanti kalau kamu tidak makan, kamu sakit loh! Saya bukan orang jahat kok!" Juava mengacungkan sesendok makanan ke mulut Stava. Akhirnya ia mau makan.

  "Gimana sayang, enak kan?" tanya Juava.

  "Enak banget... Enyam-enyam-enyam-enyam..." jawab Stava sambil mengunyah dengan mulut terbuka sambil menggeleng-gelengkan kepala. Juava terus menyuapi Stava hingga kenyang.

  "Alhamdulillah sudah habis, ini minum dulu!" pinta Juava sambil mengacungkan setengah gelas air putih dalam mulut Stava.

  Gluk ...

  Gluk ...

  Gluk ...

  Air minum telah habis, Stava merasa kenyang. "Minum obat dulu ya sayang!" pinta Juava sambil menyobek plastik obat. Stava pun meminum obat tersebut yang berupa sirup. "Alhamdulillah sudah selesai, saya tinggal dulu ya!" pamit Juava seraya keluar ruangan.

  "E-e-e, jangan di tutup pintunya!" ucap Stava yang melihat Juava hendak menutup pintu.

  "Tidak apa-apa, kamu di sini saja ya!" jawab Juava.

  "Jangaaaaaaannnnnn!" teriak Stava sambil berlari kencang menerobos Juava yang berada di tengah-tengah pintu.

  "Eee toooollllloooooooooooooooong!" ucap Juava yang kaget melihat Stava berlari. "Dokter, tolong dokter, pasien kita berlari!" pintanya kepada seorang dokter laki-laki yang bernama Dopi.

  Dopi langsung mengejar Stava yang belum berlari jauh. "Mbk, Mbk, berhenti!" teriak Dopi yang ingin memberhentikan lari Stava.

  "Toolllooong-tollllooong ada polisiiiii!" Stava malah berteriak kembali dan meminta tolong. Sungguh tidak menyangka, Stava yang dulu sangat baik, lembut dan penyayang, kini malah tak karuan.

Misteri Rumah Sebelah (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang