Part 10

4 1 0
                                    

  Setiba di rumah, Stava dan Kavone meletakkan Sika di kasur kamarnya. "Ibuuu!" panggil Stava dari kamar Sika.

  "Iya?" jawab Tika yang memasak di dapur dan belum tahu bahwa anak bungsunya kerasukan.

  "Sini sebentar!" pinta Stava.

  "Iya nanti, Ibu ke situ, ini Ibu lagi goreng ikan kalau ditinggal gosong, nanti!" jawab Tika. Stava hanya diam.

  "Kakak nanti kalau Ibu lihat Sika kayak gini bagaimana?" Kavone merasa bersalah karena sudah mengajak adiknya untuk bersantai di rumah sebelah.

  "Sudah tidak apa-apa, nanti biar Kakak yang jelasin ke Ibu!" jawab Stava. Sika yang berbaring di kasur sambil kelabakan bagai ikan di darat.

  "Hei kamu diam dong, kelabakan mulu kayak ikan!" ledek Kavone. Sika hanya diam dan tetap kelabakan.

  "Ssstttt, jangan di ledek dong, mentang-mentang dia kalem kamu ledekin, nanti kalau ngamuk kamu bingung!" tutur Stava.

  "Ehehehehe, aku cuma bercanda!"

  "Assalamualaikum, Hah?" Tika masuk kamar dan langsung terkejut melihat anak bungsunya. "Itu kenapa?" tanya Sika.

  "Kerasukan Bu!" jawab Stava dengan perasaan cukup takut jika nanti sang ibu marah.

  "Astagaaaaaaaaaaaa!! Bagaimana bisa sih? Kemarin Stava yang kerasukan sekarang Sika, apa sih yang kalian lakukan, Ibu heran deh!" gerutu Tika.

  "M-m-maaf Bu, ini semua salah aku!" jawab Kavone mengakui kesalahannya.

  "Mengapa begitu?" tanya Tika bernada cukup tinggi.

  "E-e-em.. Em.." gugub Kavone.

  "Apa Em-em-em, jawab cepat!" bentak Tika.

  "Seandainya tadi Kavone tidak mengajak Kakak dan Adik untuk bersantai di rumah sebelah, pasti tidak akan terjadi seperti ini!" jujur Kavone.

  "Oh jadi semua ini salah kamu!" Kavone mengangguk. "Lalu ini bagaimana menanganinya? Ayah kan lagi kerja, jangan nyusahin Ayah dong!" beo Tika.

  "Maafkan kita Bu!" jawab Stava dengan ucapan yang lemah.

  "Maaf-maaf terus, ini bagaimana, kata maaf tidak bisa menyadarkan Sika!"

  "Bagaimana Kak?" bisik Kavone pada Stava.

  "Kakak juga tidak tahu, harusnya kamu laki-laki harus bisa njelasin sama Ibu, malah diam saja!" jawab Stava pelan.

  "Loh, tadi kan Kakak yang bilang kalau mau njelasin sama Ibu, itu kan kemauan Kakak sendiri, kok nyalahin aku sih!" desak Kavone dengan nada tinggi di depan Ibunya.

  "Sudah jangan debat di sini, sekarang kita harus fokus mikir bagaimana caranya supaya Sika bisa sadar!" tutur Tika.

  "Kakak sih!" tuduh Kavone kepada Stava.

  "Hiihh, orang salah tidak mau ngaku malah nyalahin orang!" sindir Stava. Perdebatan pun terjadi.

  "Iiiiiihhhh, kamu juga salah!" tuduh Stava balik.

  "Semuanya salah, harus sama-sama ngaku, tidak usah saling menyalahkan, renungi kesalahan diri sendiri!" lerai Tika yang duduk di depan Sika. Perdebatan pun berhenti dan Kavone keluar dari kamar.

  "Aaaaaaaaa." Sika kembali berteriak. Tika menyentuh seluruh tubuhnya dan terasa sangat panas. Tika pun merasa kepanasan.

  "Aaauuuu!" teriak Tika yang kepanasan.

  "Mengapa Bu?" tanya Stava.

  "Coba kamu sentuh tubuh Sika!" Stava pun menyentuh tangan Sika yang masih kelabakan.

  "Aauuuu." teriak Stava.

  "Panas kan?" tanya Tika.

  "Iya Bu, ini panas banget!" jawab Stava sambil meniup tangannya yang kepanasan setelah menyentuh tangan Sika. "Lalu bagaimana ini? Perlu di siram air dingin?" tanya Stava.

  "Eiii jangan dong!" cegah Tika.

  "Lalu bagaimana lagi? Haruskah kita menunggu Ayah pulang untuk menangani ini?" tanya Stava bingung.

  "Kalau tidak, bagaiamana lagi? Memangnya kamu punya cara untuk menangani ini semua? Ini kan salah kamu juga!"

  "Mmmmm...." Stava mencari cara untuk menyadarkan sang Adik. "Iya aku ada cara!"

  "Apa?" tanya Tika.

  "Kita bacakan Al-qur'an!" jawab Stava.

  "Silakan kalau kamu mau baca!"

  "Masalahnya aku lagi haid Bu, tidak bisa!" jawab Stava.

  "Oh jadi maksud kamu, kamu nyuruh Ibu gitu?" tanya Tika.

  "Tidak juga sih."

  "Lalu apa?"

  "Tidak apa-apa," jawab Stava yang bingung mau memberi jawaban apalagi pada sang Ibu.

  ***

  Siang hari telah tiba, karena hari ini adalah hari sabtu, Stavone hanya masuk kerja setengah hari. Jam dinding sudah menunjuk pukul 12.30, terdengar suara mobil yang tengah parkir dalam garasi rumah mereka. Tika yang sedari tadi menjaga anak bungsunya dalam kamar langsung keluar, karena ia mengira bahwa itu adalah sang Suami. Di situ tampak Stavone yang menutup pintu mobil. "Ayah sini!" pinta Tika. Stavone pun mengikuti sang Istri.

  "Astaga, ada apa ini? Mengapa Sika seperti ini?" kaget Stavone yang masuk kamar dan melihat Sika kelabakan.

  "Seperti Stava kemarin!" jawab Tika.

  "Aiiihhhh, ada-ada saja!" ucap Stavone sambil menepuk jidat. Setelah itu, ia meletakkan tasnya seraya ganti pakaian. "Karena Sika tidak terlalu parah seperti Stava kemarin, kita tangani sendiri ya Bu!" ujarnya setelah ganti pakaian.

  "Bagaimana caranya?" tanya Sika.

  "Kita cari bunga sama daun bidara di sekitar lingkungan kita mungkin ada, lalu kita campur dengan air, siramkan ke tubuh Sika!" solusi Stavone. Dia terlihat sabar dan tidak marah.

  "Oh iya, di sini kan ada daun bidara, kenapa tidak dari tadi aku carikan ya, aiihh!" jawab Tika sambil menepuk jidat seraya mencari bunga dan daun bidara.

  Beberapa waktu kemudian, Tika kembali dengan membawa itu semua dan menyiramkan ke tubuh Sika. Sika menjerit-jerit tak karuan, hingga orang yang berada di dalan rumah sempat terganggu, terutama Kavone yang sedari tadi tengah bersantai di kamar.

  Namun, di balik jeritan keras Sika, perlahan tubuhnya berhenti kelabakan dan terasa dingin juga tidak menjerit. Lalu Stavone mengeceknya dan ternyata Sika beneran sudah sadar. Rasa syukur terucap dalam hati Stavone dan Tika. Bahagia mewarnai siang ini karena Sika sudah kembali sadar. "Alhamdulillah Dek kamu sudah sadar!" ucap Stava.

  "Apa yang terjadi denganku?"

  "Kamu habis kerasukan saat ikut aku sama Kavone di rumah sebelah!" jawab Stava.

  "Oh iya, aku ingat, waktu itu, sebenarnya aku takut dan aku ingin pulang, namun Kakak tidak mau dan aku menurutinya. Karena Kakak asik mengobrol jadi aku diam karena aku juga tidak diajak ngobrol, dan kayaknya dari itu pikiran aku jadi kesal jadilah kerasukan!" jelas Stava.

  "Benar, saat itu Kavone memanggil kamu, namun kamu diam dan tiba-tiba kamu terbaring dan saat kami menyentuhmu kamu menjerit, kami pun membawamu keluar, setan yang merasukimu adalah Ardiana, anak pemilik rumah sebelah. Dia adalah menantu Raja Derumay yang menikah dengan anaknya bernama Wigatama."

  "Kakak tau dari mana?" tanya Sika.

  "Saat itu aku dan Kavone sempat bertanya dengan dia."

  "Owwhh."

  "Ya sudah sekarang kita makan bersama ya, ibu sudah siapkan semua!" ajak Tika. Lalu Sika turun dari ranjang seraya ikut makan siang bersama. Usai makan, Stava mencuci seluruh alat makan seraya tidur siang.

 

 



 

 

 

 

 

Misteri Rumah Sebelah (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang