Pukul sembilan malam, suasana Teater Kadakala memasuki puncaknya. Drama pentas 'Romeo & Juliet' mencapai konflik.
"Dengarkan kami dulu—"
"Quiet!" Watson memotong, sedikit meninggikan suara. "I fell asleep for ten hours and what the hell is going on here?"
Aiden, Hellen, dan Jeremy spontan menundukkan kepala. Waduh, marahnya orang pendiam mengerikan seperti yang dibicarakan.
Bertambah satu lagi penyesalan Hellen. Dia tidak tahu dosis obat tidur yang dibawa Watson sampai membuatnya pingsan selama 10 jam. Aduh, tahu 'gitu Hellen bawa kotak P3K miliknya.
"D-dan, tolong tenanglah..."
"Shut up. Or you want me use british to curve all of you?" Watson mendengus, mencoba terbaik mengendurkan kejengkelannya. Sudah pingsan dalam kurun waktu lama, tahu-tahu ketika bangun dikelilingi wartawan. Untung Dolok sukarela menangani kumpulan reporter itu.
Mereka bertiga diam. Mati kutu. Jarang-jarang lho Watson berang 'gini. Tampaknya ketidakmauan Watson terhadap diekspos publik lebih besar dari penyakit introvert-nya.
Detektif Pemurung itu mengembuskan napas panjang, menyeka wajah, menyetel ulang ekspresinya kembali ke raut datar. Tidak baik marah-marah. "Jadi, apa yang kalian dapatkan?"
Mereka bertiga masih diam.
"Kenapa diam, huh? Aku bertanya padamu Aiden, Bari. Apa yang kalian temukan di kediaman baru keluarga korban?"
"Eh, apa kami sudah diizinkan bicara? Tapi nanti kamu marah lagi."
Watson menepuk dahi.
"Mereka tidak mengenal Romeo Grandham, Dan. Aku yakin keluarga korban dihipnotis. Level tertinggi teknik hipnotis yang melampaui kakakku dan Mupsi."
"Ini terakhir kali aku mengatakannya, jadi pasang telinga kalian baik-baik. Keluarga Romeo Grandham tidak dipengaruhi hipnotis atau iming-iming sekte dukun apalah itu segala macam." Watson menjelaskan dengan greget.
"Lalu bagaimana kamu menjelaskan kenapa Romeo Grandham terhapus dari ingatan keluarganya sendiri?" Jeremy juga greget, berusaha menahan emosi. "Apa kamu ingin bilang mereka sekeluarga dimantrai sihir pelupa?"
"Tidak ada yang namanya sihir, Bari. Kata itu hanyalah tabu. Dongeng anak-anak."
Jeremy menatap Aiden, pandangan menggoda. "Tuh, kan. Pangeranmu akan menolak keras gagasanmu."
Aiden menggelembung kesal. "Heh, Dan! Kalau kamu menolak mereka dihipnotis, lantas tidak menemukan definisi saintifik, salahkah aku mulai berpikir hal gaib? Kita tidak benar-benar tahu dunia sihir nyata atau sekadar omong kosong."
"Lucu, Aiden. Apa kamu mau membalikkan ilmu pengetahuan? Jika dunia khayalanmu itu ada, aku bersumpah akan memilih sains daripada menyihir. Tidak ada yang lebih baik ketimbang pengetahuan."
Kedua pipi Aiden sudah merah. Bukan tersipu namun marah. "Ish! Dan jahat! Kan tidak ada salahnya mendukung teoriku sesekali! Dan menyebalkannn!!!"
Watson merotasikan bola matanya jengah, membuka kenop pintu mobil, hendak turun. Pikirannya kalut memikirkan semua kemungkinan.
Bruk! Seorang anak kecil tidak melihat jalan, menabrak Watson dan terjerembap jatuh.
"Ah, kamu tidak apa-apa, Dik?" Watson buru-buru jongkok mengulurkan tangan. "Maaf, aku tidak—"
"Hei." Seseorang berhawa berat menceletuk, menapakkan kakinya ke hadapan Watson.
Watson merasa pencahayaan di depannya terhalangi sesuatu. Mendongakkan kepala, seorang pria pekerja kantoran berdiri menatap tajam. Oh astaga, firasat Watson buruk.

KAMU SEDANG MEMBACA
[END] Hellen Stern - Penguntit Monokrom
Mystery / ThrillerPertama kali penguntit monokrom muncul di kehidupan Hellen saat pemakaman teman masa kecilnya, Rokko Romeron. Orang misterius itu selalu memakai jaket hujan berwarna kuning, menghantui Hellen bertahun-tahun. Hellen tidak bisa digentayangi seperti i...