Note.
Setelah mentok sehari, mogok ngapain2, akhirnya dapat juga titik terang nih kasus. Hehehe boi :v***HAPPY READING***
Watson memperbesar gambar. Itu betulan mantel hujan. Masa sih Erika si Penguntit Monokrom?
Tidak masuk akal. Erika tak memiliki motif untuk melakukannya. Tadi Violet sudah mengingatkan Watson, tidak baik sembarangan mencurigai. Lagian karakteristik penguntit Hellen belum jelas, masih kelabu. Bukan dia.
Lantas apa yang akan Klub Detektif Madoka lakukan sekarang? Ke mana mereka harus mengais petunjuk? Watson mengepalkan tangan. Haruskah dia meminta bantuan Inspektur Deon? Ck, tidak akan! Gengsi lah.
Akan tetapi, Watson tidak di posisi memilih. Mau tak mau dia mesti membuang gengsi demi kasus. Ya demi kasus. Ini semua demi keselamatan korban. Watson menelan ludah, jemarinya tremor hendak menekan kontak Deon.
Syukurlah. Sebelum memencet tombol panggil, sebelum harga dirinya terluka, orangnya lebih dulu menelepon. Hehehehe, bagus! Paling tidak image-nya selamat.
Watson berdeham pelan, membersihkan tenggorokan yang gatal. "Ada apa, Inspektur?"
"Kalian di Serene, kan? Datanglah ke Jalan Swedim 19A. Ada sesuatu yang bisa membantu investigasi kalian. Cepat, jangan pakai lama."
Tuut! Tuut!
"Halo? Inspektur?" Watson menatap ponsel. Panggilan sudah berakhir.
Itulah mengapa Watson tidak suka pada Deon. Dendamnya bertambah pada polisi pemarah itu. Mereka tidak akan pernah akur kelak.
-
"Bagaimana Anda bisa tahu kami di Serene, Inspektur?" Aiden bertanya.
"Aku datang ke sekolah kalian dan melihat evidence board penuh catatan tentang kasus penculikan Romeo di kota ini," jelas Deon singkat, menatap para petugas yang menghalang mereka berempat. "Biarkan mereka masuk. Mereka bersamaku."
Begitu giliran Watson melewati police line, Deon memegang lengan cowok itu. "Apa ini penculikan massal? Dua orang bernama Romeo menghilang dan tidak ada yang mengingat tentang mereka."
Watson mendengus, menepis tangan Deon. "Lebih baik Anda bekerja cepat, Inspektur, sebelum penculikan ini bergerak ke pembunuhan massal."
"Apa kamu tidak punya sopan santun, huh? Aku ini lebih tua darimu."
"Sebelum menceramahi orang, ceramahi diri Anda dulu sana. Seenaknya menutup telepon, seenaknya memerintah. Sopankah begitu?"
"Apa ini? Kamu merajuk karena itu? Ternyata Sherlock Pemurung bisa badmood oleh hal sepele."
"It's Watson not Sherlock."
"Apa bedanya? Keduanya sama-sama tokoh Conan Doyle." Deon mengangkat bahu.
"Lupakan itu. Katakan tentang korban."
"Namanya Romero Ronald, 48 tahun. Mantan pegawai di Tavern Blueza. Dia kerap dipanggil Romeo oleh rekan kerjanya."
Watson ber-oh pendek. Aneh. Kenapa Romeo yang satu ini dibunuh? Dia kan dari golongan miskin. Bukankah seharusnya dia masuk ke target pelaku?
Hellen masuk lebih dalam ke TKP, menoleh ke tim forensik, tersentak. "Papa? Mama?" Langsung saja dia menghampiri kedua orangtuanya. "Hei! Ngapain kalian di sini?"
Cewek itu, sama barbarnya dengan Aiden. Tak ada sapaan 'gitu? Jeremy menonton dari jauh, ekspresi konyol.
"El! Kami sudah diberitahu kamu dan teman-temanmu akan datang." Papa Hellen menyambut ramah, mengusap-usap puncak kepala putrinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] Hellen Stern - Penguntit Monokrom
Детектив / ТриллерPertama kali penguntit monokrom muncul di kehidupan Hellen saat pemakaman teman masa kecilnya, Rokko Romeron. Orang misterius itu selalu memakai jaket hujan berwarna kuning, menghantui Hellen bertahun-tahun. Hellen tidak bisa digentayangi seperti i...