16

447 169 61
                                    

Note.
Mayan lama, ya? Ehehehe lagi asyik eksplor Enkanomiya :v Sudah gitu gak ada ide :v

***HAPPY READING***

"Lho, Dan? Kamu sudah bangun?!"

Watson mendengus. Mereka sepertinya lupa, anak ini punya banyak petualangan "hampir koit" selama di New York. Bahkan waktu kecil sudah dihadiahi ledakan besar. Sedikit terbentur adalah sebagian kecil dari pengalamannya.

"Bagaimana kepalamu? Masih terasa pusing?"

Watson malas menjawab, membenarkan selimutnya, kembali berbaring. "Aku mau tidur. Kalian berisik, pergi sana. Buat diri kalian berguna."

"Tunggu, Dan!" Aiden menarik kain yang membungkus tubuh Watson, bersungut-sungut. "Kami ini khawatir tahu. Bisa-bisanya kamu malah tidur."

"Pelaku ada di TKP," cetus Watson.

Mereka bertiga saling tatap. "Hee, apa maksudmu?"

"Kurasa bukan Stern seorang yang dia incar, melainkan juga Bari. Dia menggunakan suara Jam untuk mencoba menjatuhkan mentalku namun tak berhasil. Lalu dia gunakan masa laluku dan lihatlah sekarang, aku di sini."

"Ooh!" Aiden berseru. "Jadi pelaku tahu Dan senjata rahasia kita makanya dia menyerang Dan. Licik benar!"

Watson mengangkat bahu. "Nah, tuh tahu."

"Kita harus mengantisipasi serangannya, Dan! Jangan biarkan dia mendesak kita. Entah siapa korban Romeo selanjutnya." Aiden mengelus dagu. "Dia menyukai drama musikal Romeo and Juliet, kan? Siapa tahu dia mau membunuh Romeo di hadapan Hellen di atas panggung teater."

Padahal hanya perkataan polos, namun menekan tombol di kepala Watson. "Pintar, Aiden. Jadi kita hanya perlu mencari daftar lokasi teater di Serene. Pelaku pasti mengawasi kita. Maka dari itu kita akan memperlambat waktu pembunuhan." Dia turun dari ranjang.

"Eh, Dan, kamu yakin baik-baik saja?"

"Aku sudah terbiasa. Kalian tak usah khawatir." Watson mencabut jarum infus, hendak melepaskan kancing baju, menoleh ke mereka bertiga (pipi Aiden sudah bersemu merah). "Bisakah keluar sebentar? Aku mau ganti baju."

"Abaikan saja kami~ Lanjutkan kegiatanmu~"

Tanpa hati nurani, Watson pun mendorong mereka bertiga dan membanting pintu ruangan.

Aiden mengeluarkan air mata buaya. "Hiks! Aku kan mau lihat Dan ganti baju. Kenapa malah diusir? Dan pelit!"

"Kamu ini perempuan, Aiden. Tolong mengertilah tentang adat. Selain agresif ternyata kamu juga mesum? Paket komplit, ckckck." Jeremy geleng-geleng kepala.

Aiden berkacak. "Tsk, kamu tidak tahu tujuanku. Jangan asal menyimpulkan. Aku kan hanya mau melihat keindahan di sekitar Dan ketika dia—"

"Baik, baik." Si pemilik nama muncul, membekap mulut Aiden dari belakang, berkata dan berwajah datar. "Cukup sampai di sana. Kamu bisa merubah cerita ini menjadi kisah erotis."

Cynthia bersama suaminya datang ke lorong rumah sakit, menatap Watson khawatir. "Jangan memaksakan diri, Nak. Istirahatlah sebentar."

"It's okay, Ma'am. There are important things we must investigate. So, pardon me."

Aiden mengerjap bingung, tersadar setelah Watson terpisah sepuluh langkah kaki dari mereka. "Kalau begitu kami permisi!"

"Mama, kami pamit." Hellen menarik lengan Jeremy. Mereka bertiga segera menyusul.

-

"Dari mana kita harus memulai pencarian? Total teater di Kota Serene berjumlah 6 buah, dan itu terletak di berbagai wilayah. Jauh pula jaraknya."

[END] Hellen Stern - Penguntit MonokromTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang