BAB 3

290 10 0
                                    

"Enggak ke kafe Sin?" Tanya Vina heran saat mendapati aku masih dengan santainya duduk di sofa rumah Vina. "Sekarang jam 5 loh." Vina berusaha menyadarkan aku yang herannya tetap kebal saja. Biasanya jam 4 lebih sedikit saja aku sudah kalang kabut untuk pamit pulang, sehingga aku tidak heran jika Vina bertindak seperti ingin mengusirku (bukan, mengingatkan aku tepatnya).

"Kamu masih seorang Sintia kan?" Tanya Vina histeris sambil mengguncang-guncang tubuhku. Aku meringis pusing, lalu dengan cepat berusaha melepaskan diri dari guncangan keras Vina. Vina menatapku penuh selidik.

"Arghh!" Erangku sambil merenggangkan tubuh, lalu membalas tatapan gemas Vina dengan tatapan misterius. "Kafe lagi mbosenin!" Bentakku nyolot membuat mata Vina membulat sadis. Seakan-akan mengucapkan "kok bisa-bisanya kamu marah sama aku?!" Melihat tatapan nyalangnya. Aku meringis, menggaruk-garuk kepalaku yang tidak gatal. "Hooo. Ada dua makhluk palnet itu apa?" tanya Vina enggak kalah nyolot. Aku meringis semakin besar dibuatnya. Apa yang kau tabur harus kau tuai.

Untung aja si Vina Cuma bilang kaya gitu. Coba kalau si Vina sampai ngusir aku. Mampus deh! "Ya gitu deh," jawabku sok cuek. "Aku males liat Nino nungguin si Dita. Yang ada rasanya kasian, pingin kutemenin, tapi Ditanya nanti kaya gitu." Keluhku sambil manyun pelan.

"Hemm, tapi ga kasian sama Bundamu?" Tanya Vina sangsi. Aku menekan pelipisku, yang tiba-tiba nyeri. Iya ya? Masa gara-gara si Nino aku ga mau bantu Bunda? Aku mengeluh pelan sambil mengambil tasku. Vina menatap perilakuku dengan prihatin. "Yang semangat dong Sin!" Hiburnya sambil menonjok pelan lenganku. Aku hanya mengangguk asal sambil beranjak pergi. Setelah pamit dengan orang tua Vina pastinya.

Tak lama setelah menaiki angkutan umum, aku turun di halte terdekat dan mulai menlusuri trotoar yang berjarak 15 meter dari kafe. Aku mengrenyitkan dahi melihat keramaian di dekat kafe, awalnya aku ingin cuek aja, ngelewatin. Tapi kok agak penasaran ya?

Pingin liat sedikit aja, batinku dalam hati. Sekarang aku menyesal memiliki badan porporsional, soalnya susah kalau mau nerobos kerumunan. Coba kalau badanku mungil, pasti mudah. Kujawil pundak orang yang paling dekat dengan posisiku, seorang wanita tua menatapku sekarang "Eh, mbaknya anak SMA Nusa Bakti ya?" Brondong wanita tua itu begitu saja sebelum aku menanyai apa sebenarnya yang terjadi. Kaku, aku menanggukkan kepalaku.

"Itu yang kecelakaan juga anak Nusa Bakti, seragam khasnya sama." Lanjut Ibu itu membuatku terpaku. Siapa? Aku melirik kedalam kafe, ketempat yang biasanya diisi oleh seseorang yang sama setiap saatnya. Tempat itu sekarang kosong, entah kenapa firasatku tidak enak.

"Bu, ini kecelakaannya udah dari tadi?" Tanyaku takut.

"Baru aja dek, tadi cowoknya lari-lari ngejar perempuan, eh nyebrang ga liat-liat..." Ibu didepanku belum selesai bercerita, tapi bukannya mendengarkan, aku langsung berusaha jalan menerobos kerumunan semakin dalam.

Dari kejauhan aku melihat rambut seseorang, bagiku itu kurang jelas. Aku butuh gambaran lebih jelas! Aku segera berjongkok berusaha melihat melalui sela-sela kaki orang. Dadaku berdebar tidak karuan, mataku segera basah. Bukan ini yang ingin kulihat, aku bahkan seumur hidup tidak ingin melihatnya.

Di depanku, Nino terklepar tak berdaya, mantanya terpejam, di pelipisnya mengucur darah yang masih berkilau dan segar di bawah paparan sinar matahari. Aku menutup mataku rapat-rapat, berusaha berfikir meski otakku sudah menyerah, sebab sekarang hatiku sibuk berteriak "itu Nino itu NINO!"

Aku segera menjawil orang terdekat, orang itu menatapku dengan heran. "Pak, tolong bilang ke wanita tua di dalam Kafe, kalau temennya Sintia kecelakaan di depan." Bapak itu segera mengangguk dan melenggang begitu saja.

Aku memejamkan mata rapat-rapat dan memasuki krumunan lebih dekat, aku berhasil berdiri di samping Nino. Aku menghelakan nafas, dan mulai berjongkok, mengubah posisi Nino dan memberikan pertolongan pertama yang kupelajari dalam ekstra PMR.

Menanti Cinta SejatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang