Bab 1

504 14 0
                                    

Readers, tolong komentar dan votenya ya?

Aku tersnyum ramah kepada pelanggan kafe milik keluargaku. Entah karena terbiasa, atau memang aku memiliki perasaan dan keinginan untuk melihat, karenanya aku melirik kearah pojok kafe yang terletak di dekat jendela. Masih sama seperti sebelumnya, pelanggan setia kami yang selalu duduk di tempat yang sama. Tidak pernah atau bahkan tidak berkeinginan untuk berpindah tempat.

"Nungguin Dita?" tanyaku sambil tersenyum ramah kepada pelanggan setia kami, yang satu sekolah dan kelas denganku. Melihat wajahku yang tiba-tiba masuk dalam pandangannya, bisa kulihat ekspresinya yang sedikit terkejut. Namun setelahnya ia hanya mengulum senyum dengan jenuh.

"Iya, kebiasaan si Dita." Jawab Nino dengan nadanya yang sedikit suram. Aku manggut-manggut sedikit berusaha mengerti. Sebenarnya susah sekali memeragakan wajahku yang sok paham dan mengerti, apalagi berusaha memalingkan wajah dari cowok cakep didepanku.

"Mau ku temenin? Sambil nungguin Dita?" Tawarku kepada cowok itu. Sekali lagi dia tersenyum lelah dan diringi gelengan pelan.

"Enggak deh, nanti si Dita cemburu." Tolaknya sopan. Satu lagi poin tambahan untuknya. Terkadang aku ngiri sama Dita, Nino bisa berubah 180 derajat buat cewek ini. Padahal kalau di kelas, biasanya usil, nakal, suka ngeledek. Tapi kalau lagi mikirin Dita bisa kaya prince charming gini.

"Ya udah deh, aku gratisi jus manga ya? Sekalian aku bantuin mama." Tawarku tanpa menunggu jawaban dari Nino. Aku langsung melesat pergi menuju dapur. Membuatkan Jus untuknya dan bersenandung pelan. Kemudian aku segera kembali sambil membawa jus mangga buatanku tadi. Sekilas aku kulihat wajah Nino yang tertekan, dan Dita buru-buru berdiri. Sebelum otakku mencerna kejadian di depanku, Dita berjalan melewatiku dengan pundaknya yang menyodok pundakku dengan kasar. Jus mangga yang baru saja kubuat tumpah ruah, aku terbelalak menatap jus manga yang sudah tumpah itu.

Tak lama setelahnya, Nino menghampiriku sambil mengelap tumpahan jus dengan tisu di meja pesanan terdekat. Buru-buru aku mengambil kain lap dan membantu Nino mengelap lantai kayu kafe.

"Maafin Dita ya Sin?" Pinta Nino dengan nadanya yang tidak dapat kutebak. Aku menghelakan nafas berat. Seandainya kamu pacarku No, aku enggak akan ngelakuin hal kaya gini. Enggak akan, aku malah akan membuatmu bahagia, dan ingin terus di sisiku. Aku menarik bibirku dengan paksa.

"Enggak apa-apa kok No. Kamu yang sabar ya?" Jawabku sambil tersenyum tulus. Setidaknya melihat Nino bahagia lebih baik daripada melihat cintanya yang disia-siakan, apalagi dengan cewek model Dita.

Nino mengulum senyum manis dan jahilnya lagi. Nino yang sudah aku kenal sejak lama. kemudian dia bercerita tentang guru kelas kami yang ketahuan ngiler saat tidur. Setidaknya ceritanya mengubah suasana hatiku dan suasana hatinys. Kami tertawa terbahak-bahak tidak memperdulikan orang-orang disekitar kami yang menatap kami dengan aneh.

***

"Tolong jadi cewek enggak usah kegatelan sama pacar orang tau ga!" Bentak Dita tepat di telingaku. Sebagian rambut halusku berada di genggaman tangannya. Aku mendengus meremehkan. Membuat mata Dita berkilat-kilat penuh amarah.

"Eh kamu mau ngajak ribut ya!" Bentaknya sekali lagi sambil menarik rambutku dengan kencang. Aku berusaha menahan seringai kesakitanku dan tersenyum menghina.

"Kalau ga mau pacarmu diambil. Lakuin dia selayaknya! jangan kaya binatang piaraan. Kamu ga suka, kamu marah kamu tinggalin gitu aja. Kamu suruh dia nunggu lama-lama, tapi kamu datengnya kalau kafe udah sepi. Emang dia siapa sih? HAH!" Bentakku enggak kalah keras membuat mata didepanku membelalak lebar dengan kilatan penuh amarah. Ditariknya tangan yang menggengam rambutku dengan sangat keras. Mau tidak mau kali ini aku tidak bisa menyembunyikan seringai kesakitanku. Tapi dengan sigap aku menendang tulang keringnya dengan keras. Dita sontak menjerit, tapi tidak melepaskan rambutku. kutarik rambutku dengan kasar dari gengamannya, lalu kuinjak kakinya dengan sangat keras. Kemudian kutinggalkan Dita yang meringis dan menjerit kesakitan.

Sambil berjalan kekelas, aku merapikan rambutku, dan mengurut sedikit bagian yang masih nut-nutan gara-gara jambakan Dita dan tarikan kasarku tadi. Sepertinya usaha mengembalikan penampilan percuma karena setelahnya.

"NINOOOOOOOO!!" Jeritan familier itu membuat mataku melebar nyalang, Nino dari dalam kelas berlari menabrakku, dan mendatangi sumber suara. Aku memutar tubuhku melihat Dita yang menangis (entah sungguhan atau tidak) dan pura-pura pincang. Matanya menatapku penuh kebencian, dan bibirnya komat-kamit tidak jelas. Namun yang kupahami setelahnya Nino menatapku jijik dan tidak suka.

Aku mengangguk kecewa. Kugigit bibir bawahku agar tidak meneteskan air mata, dan tanpa memalingkan wajah aku berjalan membelakangi Nino dan Dita. Semua orang dikelas sekarang menatap kami dengan penuh tanda tanya. Kulewati mereka dengan mataku yang berkaca-kaca. Vina sahabat terdekatku langsung berhambur kearahku dan memelukku dengan erat. Bisa kulihat matanya juga berkaca-kaca dan menatap Dita penuh amarah dan kebencian. Aku menggengaam tangannya yang melingkar di pundakku. "Ga usah Vin," bisikku pelan. Ini semua kesalahanku dan kebodohanku. Harusnya dari awal aku enggak pernah deketin Nino. Semuanya adalah kesalahan yang besar, kesalahan untuk jatuh cinta kepada pacar orang lain, dan sampai ikut campur urusannya.

***

Kulirik Nino yang duduk di tempat yang selalu sama setiap waktunya. Aku menghela nafasku dengan berat dan memilih membantu Bunda di dapur daripada mengajak bicara Nino.

"Kenapa Sin? Numben ga bantuin Bunda di depan?" tanya Bundaku saat aku melewatinya dengan murung. Aku menggeleng pelan, aku sedang tidak ingin mengeluarkan suara dan menjelaskan banyaknya pristiwa yang kualami sedari tadi. Namun Bunda sepertinya mengerti, setelahnya ia menepuk kepalaku pelan dan menyuruku mengupas alpokat. Aku terenyum lega dan berjalan kearah lemari es.

Aku tidak ingat sudah berapa lama aku mengupas buah-buahan di dapur, tapi sekarang sudah pukul 6 petang, dan seharusnya Nino sudah pulang. Jadi, lebih baik aku membantu di depan, saat mengambil gelas-gelas plastik kosong, mataku menangkap bayangan Nino masih di tempatnya dan memandang kaca depan dengan jenuh. Sekali lagi hatiku merasa teriris. Betapa cintanya kamu sama Dita, No? Sampai diri sendiri aja engga dipeduliin.

Sebenarnya aku ingin memberinya jus manga, jus favoritnya, tapi sepertinya masalah di sekolah tadi tidak akan membuatnya mau menyentuh jus itu. Melihatku saja dia jijik. Sebersit ide meguar dari kepalaku. Cepat-cepat aku kedapur, meminta Mbak Tanti membawakan jus mangga buatanku ke Nino, dengan dalih hadiah untuk pelanggan yang paling lama duduk di kafe. Mbak Tanti meringis mendengar instruksiku dan segera menyerahkannya pada Nino.

Awalnya Nino terkejut, tapi beberapa saat kemudian dia tersenyum dan berterimakasih. Ahh lega, setidaknya dia tidak jamuran di kafe ini. Tak lama kemudian Dita datang dengan baju kurang bahannya, tersenyum pada Nino seakan-akan tidak ada masalah, dan mereka bercakap-cakap. Sekali lagi aku salut pada Nino, tapi aku menatap pemandangan di depanku dengan nanar.

***

"Kamu dah garap tugas matematika Sin?" tanya Vina begitu aku masuk ke kelas. Mataku melebar, menatap kosong meja di depanku. Melihat reaksiku yang aneh, akhirnya Vina juga mampir ke mejaku. Melihat mejaku wajah Vina memerah penuh emosi.

"Sialan banget ni orang!" Geramnya dengan suara yang pelan, berusaha agar orang lain tidak menjadi tertarik untuk melihat mejaku. Di mejaku ada kertas kecil yang tertuliskan "emang aku engga tau tu jus mangga dari sapa? Awas sekali lagi kamu caper!"

"Kamu tenggelam terlalu jauh Sin." Bisik Vina dengan pelan dan getir. Aku mengangguk mengakui ucapan sahabatku ini. Kemudian kulirik Nino yang sedang bercandaan dengan teman-temannya. Mungkin lebih baik aku enggak berurusan lagi sama Nino. Meski hatiku harus meraung-raung meminta sebaliknya. Sampai mati, dia hanya milik Dita yang tak kunjung menyadari betapa beruntung dan tulusnya cinta Nino padanya.

Menanti Cinta SejatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang