(Sintia)
Aku tidak ingat sudah berapa lama aku menangis didalam dekapan hangat Nino, sampai tiba-tiba Nino menarik daguku secara perlahan, dan menatap tepat di mataku. Sekali lagi dadaku berdebar melihat mata hitam kelamnya. Perlahan Wajah Nino mendekati wajahku, bahkan aku sampai dapat merasakan hembusan nafasnya di wajahku.
Dadaku berdebar dan bergemuruh dengan kencang. Tapi entah kenapa aku tidak ingin mengelak dari Nino. Dengan lembut bibirnya menyentuh bibirku, membuat dadaku melompat dari rongga dadaku.
Buaian bibir lembut dan hangat Nino membuatku enggan melepaskan rasa manis dari lumatan bibirnya. Perlahan aku memejamkan mataku, berusaha lebih mendalami buaian lembut yang Nino berikan. Aku terbawa oleh kecupan Nino! Dia membuka mulutnya dan aku juga membuka mulutku. Tubuhku bergetar bahagia karena gelora di dadaku yang saat ini membuncah. Lidah Nino bermain-main dengan lembut dan lincah di dalam mulutku, rasanya bahkan terasa semanis salut gula.
Tiba-tiba Nino menarik bibirnya dariku, tanpa sadar aku mengerang memprotes. Melihat tingkahku Nino tersenyum dengan nakal, membuat wajah tampannya lebih menggoda. Namun selanjutnya dia mengeleng, dan berbisik pelan di telingaku "Begini saja sudah cukup sayang." Bisiknya dengan nafas yang mendesah, aku memejamkan mataku rapat-rapat agar tidak tergoda lebih jauh.
"Ehm" Dehaman seorang wanita mengejutkanku dan Nino. Mataku terbelalak begitu menemukan sosok Mamanya Andro menatapku dengan sinis. "Aku akan pura-pura tidak mengetahui hal ini asal kamu tidak mengecewakanku lagi Sintia." Desisnya dengan dingin membuatku membisu, dan air mata mengembang di pelupuk mataku, aku menyadari kesalahan terbesarku. Apa yang kulakukan diluar sini disaat Andro sedang berduka?
Aku mengangguk dengan patuh. "Ayo, ikut Mama ke dalam." Printah Mama Andro sambil menarik tanganku, aku melepaskan jas Nino, dan mengembalikannya. Lalu aku pergi mengekori mama Andro. Sekilas aku dapat melihat wajah Nino yang menyiratkan perasaannya yang nanar, kutelan liurku dengan susah payah. Kutarik nafas dengan berat, aku nyaris menitikkan air mataku. Ternyata aku kejam sekali. Aku telah menyakiti Andro dan Nino, meski dengan cara yang berbeda-beda.
***
"Sintia, kamu kemana saja? Aku mencarimu dari tadi." Bisik Andro begitu aku kembali kedalam krumunan dan mengamit lengannya dengan mesra. Kutatap wajahnya yang tersenyum sayu dengan pahit. Mengapa aku tega sampai berselingkuh darinya? Saat membayangkan perbuatan kejamku tadi, dadaku terasa sangat sesak. "Kamu kenapa Sin?" Tanya Andro dengan pelan. wajahnya terlihat begitu sedih, dan kawatir. Apa wajahku terlihat sedih dan kesakitan? Buru-buru aku menarik bibirku dan menggeleng perlahan.
"Aku engga apa-apa kok Ndro." Jawabku menenangkan sambil menepuk pelan lengannya. Andro tersenyum dengan lebar dan perlahan mengecup keningku.
"Aku engga mau kamu sakit." Bisiknya tepat di telingaku, membuatku merasa geli. Aneh biasanya juga tidak, aku segera berusaha bersikap senormal mungkin. "Ayo, aku tunjuin ke Ayah." Bisik Andro sambil setengah menyeretku. Aku mengikutinya dengan patuh. Sampai dia berhenti di depan tangga, dan aku melihat grombolan pria tua disekitar tangga.
"Yah, kenalin ini Sintia." Kenal Andro pada seorang pria gagah di tengah-tengah keramaian. Ayah Andro terlihat menatapku dengan seksama seakan menilai diriku.
"Senang Andro bisa menemukan gadis cantik seperti kamu." Sanjung Ayah Andro membuat wajahku tersipu malu.
"Terimakasih om." Ucapku dengan sopan. Tetapi beberapa saat kemudian wajah Ayah Andro menjadi keruh, saat aku bertanya-tanya mengapa, dan Ayah Andro sepertinya membaca pikiranku dengan mudah. Beliau segera tersenyum hangat dan menyuruh kami untuk melihat jasad Mommynya. Setidaknya aku tau darimana aura menawan yang Andro miliki.
"Aku males kejasad Mommy" celetuk Andro saat aku dan dia sedang mengelilingi ruangan. Aku tersenyum dan menggeleng perlahan.
"Kalau memang begitu, lebih baik kita tidak kesana." Putusku kemudian. Andro tersenyum hambar sambil menatapku, aku membalas senyuman lebarnya. Sekilas aku melihat Nino didalam krumunan, tapi aku pura-pura tidak melihatnya, pura-pura menutup mata, karena aku terlanjur menerima pernyataan Andro bebrapa bulan yang lalu, aku tidak bisa menghianatinya.
"Sin, sudah malam, aku antar kamu pulang yuk?" tawar Andro kemudian, matanya sekarang sibuk memindai jam tangannya. Aku tersenyum manis dan menangguk, kakiku juga sudah pegal-pegal. "Baiklah tuan putri, kita harus pergi sekarang." Bisik Andro sambil tersenyum hangat, badannya menggiringku ke mobil mewah keluaran terbarunya.
Mobil melesat dengan cepat, aku tidak ingat berapa waktu yang kami tempuh agar sampai rumahku, tapi begitu sampai, rumah terlihat begitu sepi. "Aku temani kamu sampai Bundamu membukakan pintu?" Tawar Andro membuatku menggeleng perlahan.
"Tidak perlu Ndro, aku membawa kunci." Jawabku sambil memamerkan kunci dengan gantungan hello kitty.
"Kalau begitu ku temani sampai kamu masuk." Putusnya membuat perasaanku hangat. Andro menemaniku membuka pintu, dan menguncinya kembali. Setelah berdada-dada ria dari balik kaca toko, Andro masuk ke mobilnya dan melesat dengan cepat. Aku menghelakan nafas berat, sambil menghelakan nafas berat. Betapa sulitnya dua pilihan ini? Tapi hatiku sudah menetapkan untuk setia meski berlumuran darah sekalipun.
Air mataku menitik dan berubah menjadi hujan yang deras. Aku berusaha menahan nafasku agar tidak terisak. "Betapa aku merindukan Nino, dan sekarang aku tidak bisa meraihnya, padahal perasaan kami sama." Bisik hatiku dengan ngilu. Kutelan ludahku dengan susah payah, sebab saat ini otakku menyerukan alasan dibalik rasa engganku. Alasan yang bersangkut pautan dengan seorang pria bernama Andro.

KAMU SEDANG MEMBACA
Menanti Cinta Sejati
RomanceHatiku terlalu hancur dan remuk terlalu pedih untuk di untai dan disatukan kembali. semua tentang mu dan tentangnya terlalu menghancurkanku. Akankah kali ini kau datang untuk memperbaiki dan mempertahankan sisa-sisa sakit hatiku? __________________...